About Her.
Johnny sedang duduk dengan menaikan kedua kakinya hingga menyentuh dada di sebuah bangku panjang terbuat dari marmer sembari menyesap Marlboro Merah yang ia bawa dari Indonesia.
Udara dingin belum juga hilang. Pas sekali pikirnya, dingin +rokok: kenikmatan mana lagi yang kau dustakan. Tak lama seorang wanita menggenakan hoodie abu abu bergabung dengan Johnny.
Aleeah berdiri canggung di samping laki laki yang auranya jauh berbeda dengan beberapa waktu lalu ketika ia dengan panik menyadari kesalahannya sementara saat ini dark sekali. Sementara si laki laki hanya memandang Aleeah yang tak dapat dijelaskan tatapan apa itu maksudnya. Setelah cukup lama kecanggungan ini berjalan....
“Duduk. Masih marah?” tanya Johnny kepada sekretarisnya.
“Siapa yang marah?” balas Aleeah lalu ikut bergabung dengan Johnny. Agaknya kursi mamer yang sedang mereka duduki ini memang diciptakan untuk selalu dapat meromantisasi keadaan. Johnny duduk disana tak lain dan tak bukan adalah karena kursi ini dihadapkan langsung ke pemandangan dimana mata bisa bebas dimanjakan dengan keadaan malam Frankfurt. Kursi ini juga bukan pertama kali bagi Johnny. Ia selalu duduk disana ketika ia merasa dunia sedang jahat kepadanya. Ia selalu duduk disana sembari mengevaluasi kembali keputusan keputusan yang ia ambil setelah ibunya tertidur dalam waktu yang cukup lama. Ia selalu, duduk disana.
“Mana pak?” tanya Aleeah meminta korek dengan sedikit gengsi. Johnny tidak menjawab. Ia memberikan benda pusaka itu kepada empunya sembari memperhatikan Aleeah mengeluarkan sesuatu dari kantong hoodie miliknya. Promild merah.
Ditepuk tepukkan tembakau dengan plastik khas tanda belum dibuka itu ke tangannya. Sedetik kemudian Aleeah mulai membuka plastik pembungkus bagian luar. Hal ini juga tak luput dari perhatian Johnny. Tidak langsung dihisap. 12 putung rokok itu ia hirup dulu aromanya. Aleeah selalu punya cara sendiri untuk menikmati sesuatu.
“Ini aja.” ucap Johnny sembari merampas paksa rokok dari tangan Aleeah lalu menggantinya dengan Marlboro Merah miliknya. Aleeah tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya ke arah Johnny. Meminta penjelasan.
“Berat le. Kamu perempuan jangan ngerokok yang berat berat.” lanjut Johnny.
“Ya emang kenapa, ngga tiap hari juga pak” bela Aleeah.
“Ya tetep aja jangan. Kamu mau ngenos hidup?” tanya Johnny. Aleeah tertawa.
“Hahaha pak, kalo mau meninggal ya meninggal aja, mau rokoknya berat mau rokoknya ringan kalo udah waktunya meninggal ya meninggal aja” balas Aleeah. “Bukan berarti dengan ngeroko yang ringan terus waktu hidupnya jadi diperpanjang, kan?” lanjutnya. Johnny diam. Ia memikirkan perkataan Aleeah. Tertohok kalah telak lebih tepatnya.
“Lagian bapak juga ngerokok kan, mau berat mau engga sama sama ngotorin paru paru. Kita ini sama aja, pak” jelas Aleeah. Johnny menjadi semakin kecil di hadapan gadis 26 tahun yang berhasil mencuri atensinya satu bulan yang lalu.
“Saya duluan pak” pamit Aleeah kemudian. Johnny dengan reflek super cepatnya berhasil menahan tangan Aleeah untuk tidak pergi.
“Mau kemana?” tanya Johnny. Aleeah tidak menjawab. Tatapannya jatuh ke tangan atasan yang sedang mencengkram pergelangan tangannya.
“Sorry sorry” “Mau kemana?” ucap Johnny seraya melepaskan pegangan tangan mereka.
“Mau ke kamar” balas Aleeah singkat.
“Disini aja le, bareng saya. Enak emang ngeroko sendirian?”
“Saya malah ngga suka kalo ada orang lain.” balas Aleeah.
“Gotcha” balas Johnny lalu membuang sisa rokoknya ke lantai dan kemudian menginjaknya dengan sedikit diputar guna mematikan bara api yang tersisa.
“See? Disini aja. Udah ngga ada yang ngeroko, disini aja saya mau interview kamu tahap dua. Biar makin totalitas depan mama.” lanjut Johnny.
“Kan bapak udah liat CV saya? Ya udah itu saya semua pak” bela Aleeah. Agaknya menghindar.
“Beda, beda, yang lain” bela Johnny. “Don't you want to do get to know me? Biar makin tau juga? Buat pengetahuan aja biar ngga plonga plongo nanti depan orang” bela Johnny lagi mencari topik agar Aleeah mau bertahan disana bersamanya.
“Ok then” kata Aleeah lalu duduk kembali . Belum lama ia duduk kini sudah bangkit untuk mendekat ke pembatas guna melihat Frankfurt dengan lebih luas. Sedari tadi, ternyata wanita ini baru benar benar menyadari bahwa Frankfurt benar benar indah dilihat dari atas begini.
“Tell me about you, le” kata Johnny ikut menyusul Aleeah.
“Nama saya Aleeah Pramesti, ayah saya Sinatra Pramudya, ibu daya Anggina Pramesti, saya lulusan NCIT, saya ngga punya pengalaman bekerja karena saya cum-”
“Stop” henti Johnny mendadak. “Itu saya juga tau, yang lain” perintah si laki laki.
“Yang lain?” tanya Aleeah.
“What's your favorite food, what's your favorite number, where side are you a flat or a globe earth, do you believe in aliens? Something like that” kata Johnny kini menatap mata gadis berusia 2 tahun lebih muda darinya itu. Aleeah diam cukup lama hingga sebuah kata keluar dari mulutnya.
“Im an orphan” kata Aleeah. Johnny diam dengan maksud agar Aleeah melanjutkan.
“Mama saya meninggal pas saya semester 3 pak. Sakit udah lama sejak saya SMP. Sejak saat itu saya cuma punya papa pak. Tapi papa juga sibuk nyari alasan buat bertahan hidup haha. And my favorite food is nothing special, im an omnivore haha, my favorite number is nothing special too but i hate the eight one. Looks like an infinite symbol isn't? Padahal ngga ada yang tak terbatas, everything has a limit, termasuk hidup.” jelas Aleeah panjang lebar. Johnny masih setia memasang telingga.
“Saga juga ngga berdebat tentang alien atau bumi si pak, saya ga peduli haha kaya yaudah lah ngapain juga buang buang waktu.”
“Le, kalo kamu merasa harus nerobos privasimu sekarang mending ngga usah le. Jangan, ngga papa, ngga usah cerita ke saya biar saya yang cari tahu sendiri” balas Johnny merasa bersalah memaksa Aleeah untuk tetap tinggal dengannya.
“Lah, bukannya calon suami saya berhak dan berkewajiban tau ya? Nanti gantian bapak yang cerita enak aja saya terus” balas Aleeah. Johnny kini terbahak bahak. Entah apa namanya tapi perutnya seperti sedang dihajar habis habisan oleh sesuatu.
“You named me what? Calon suami? Hahahha” tanya Johnny.
“Haha pak? Bener kan?” tanya Aleehmah tersipu.
“Bener kok hahha. Tapi ngga papa? Kamu emang seterbuka ini ya sama orang baru?” tanya Johnny.
“Nope.”
“Seriously? Jangan bilang karena calon suami lagi” balas Johnny. Aleeah kali ini tertawa lalu menatap sang lawan bicara.
“Because we're just, pretending.” balas Aleeah. Bagai diajak terbang ke awan lalu dijatuhkan tanpa bekal parasut begitu saja, Johnny mendadak merubah raut wajahnya. Benar benar seperti dihantam benda keras, hatinya mendadak kelu. Johnny tidak berkata apa apa. Ia tetap menatap lawan bicara sambil tersenyum kecut penuh kepalsuan.
“You're right, we're just pretending. Ok” balas Johnny seraya menjauh dari Aleeah dan pemandanganan malam Frankfurt. Merasa ada yang tidak beres Aleeah pun bertanya..
“Pak?” “Pak Johnny, are we” “Are we cool?” tanya Aleeah.
“Ya, we're cool. Kamu mau balik atau masih mau disini le? Saya mau balik. Dingin banget” balas Johnny sembari berjalan menjauh tetap dengan senyum palsu yang dipaksakan. Aleeah kebingungan. *Adakah tutur katanya yang salah?”
“Bapak duluan aja, saya masih mau disini” balas Aleeah akhirnya.
“Okey, jangan balik malem malem le. Good night” kata Johnny lalu menghilang di balik pintu sebagai akses satu satunya naik ke loteng hotel ini. Sementara itu Aleeah masih dibuat overthinking karena ia membaca dengan baik raut wajah atasannya tapi tidak tahu apa maksudnya.
Yaudah lah nyebat dulu udah disini juga.
Jess jesss pufffff