Adaptasi
Apartment yang biasa Aleeah gunakan untuk sekedar bermalam bersama suaminya tanpa sepengetahuan papa dan mama mertuanya sore ini nampak rapi. Biasanya ketika ia pergi ke tempat sang suami, maka lampu utama tempat itu masih padam dan suasana masih gelap gulita. Namun berbeda dengan sore ini. Ia lihat piano yang belum pernah sama sekali ia tangkap dengan kedua bola matanya sejak pertama kali wanita itu menginjakan kaki di rumah Johnny. Piano serta bucket marah di atasnya, dengan lampu ruangan yang telah menyala menandakan seseorang pasti sudah berada disana. Aleeah kebingungan. Otaknya mencoba menerka nerka keadaan. Apa yang sebenarnya terjadi.
“Pak johnnyyyyyy?” teriak Aleeah sembsri meletakkan tas di sofa utama dan mulai celingukan kesana kemari. Berjaga jaga apabila suaminya telah ada disana sebelumnya.
“Bapakkkkkk?” panggil Aleeah kembali. Namun nihil. Tidak ada jawaban. Hanya sura kesunyian yang ia dengar. Setelah yakin bahwa hanya dirinya seorang di dalam ruangan. Aleeah kemudian berjalan ke arah dapur yang mana harus melewati tangga untuk menuju kesana. Di tengah langkah kakinya, seperti umumnya wanita biasa, Aleeah melepaskan hal yang ia amat sangat menganggu hidupnya.
Cetakkk suara berasal dari punggung Aleeah.
“Ahhh lega” katanya lalu berjalan riang ke arah dapur. Belum sampai mencapai meja makan, kaki Aleeah seakan dihentikan secara paksa. Pasalnya matanya menangkap laki laki yang sedari tadi ia cari sedang menatap sanggung ke arahnya dengan mulut penuh air serta tangan yang memegang gelas dan mata yang mengerjap ngerjao seolah melupakan bunyi benda elastis yang ia dengar beberapa waktu yang lalu.
Aleeah mengulum bibirnya ke dalam. Wajahnya memerah. Tangannya meremas celana bagian sampingnya. Nafasnya tercekat. Kalah telak. Ia telah mempermalukan dirinya sendiri.
“Bapak udah pulang?” buka Aleeah akhirnya. Johnny masih diam. Ia kemudian menelan air dalam mulutnya dan menggaruk tengkuknya tanpa alasan.
“Lain kali lihat dulu ada orang apa engga le” balas Johnny kikuk. Pandangan mereka bertemu. Sepersekian detik setelahnya pandangan mata Johnny mulai turun tepat ke dada Aleeah.
“Mesum lo Johnny!” teriak Aleeah sembari menyilangkan kedua tangannya ke deoan dada.
“Apa apaan?!” bantah Johnny.
“Liat apa lo? Liat apaa, lo?!” teriak Aleeah dari seberang sana. Johnny sontak. Memutar badannya ke samping.
“Kamu duluan yang lepas bra sembarangan ya” bela Johnny kembali. Keadaan semakin tak terkendali. Aleeah semakin menjadi jadi. Matanya melotot mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut lelakinya.
“HEH? APA APAAN LO? MEREM NGGA LO?!” teriak Aleeah semakin panik.
“Apaa?” tanya Aleeah sembari milirik sinis suaminya tat kala keadaan sudsh sedikit dapat Johnnh kuasai. Keduanya duduk di kursi depan piano yang telah Johhny siapkan sebelumnya.
“Nih” jawab Johnny sembari memberikan bucket bunga pada Aleeah tanpa menatapnya secara lagsung. Alias sama sama melirik sang puan dari samping.
“Apaa ni?” jawab Aleeah menerima bucket yang Johnny berikan. Masih belum mencair.
“Ya apaan itu diliat” balas Johnny singkat.
“Ya maksudnya?” tanya Aleeah.
“Ya itu bunga Aleeah Pramesti, dilihat dulu sayang” jawab Johnny sedikit kesal.
“IH APAAN SII?!” teriak Aleeah terkejut.
“Jangan salting dong ahahahha” balas Johnny sembari tertawa.
“Pak Johnny apaan si” jawab Aleeah merajuk. Wajahnya merah padam. Ini hanya kata sayang yang keluar dari mulut Johnny namun Aleeah dibuat tersipu karenanya.
“Dengerin” lanjut Johnny mulai memainkan jemarinya di atas piano.
“Berdiam di dalam rumah ini denganmu“ “Dari malam hingga malam lagi“