Always In Papa's Side
Shannon menggendong kedua anaknya dengan posisi favorite mereka. Satu mendapat pundak kiri dan satu mendapat pundak kanan. Tidak menangis dengan kencang, Jodi dan Samara agaknya hanya ingin menempel ke induk mereka.
Nyeri yang mereka rasakan di sisi lengan masing masing, menyebabkan demam tidak terlalu tinggi menyerang. Sebenarnya sudah biasa. Bagi balita, mendapat panas sehabis vaksinasi adalah hal yang lumrah terjadi. Tetapi namanya saja balita, biasa pun mereka tidak akan menormalisasi hal tersebut. Demam adalah hal yang tidak mengenakann bagi Jodi dan Samara.
“Duduk ya nak, mama duduk ya nak” kata Shannon lalu mengambil bangku di sisi ranjang. Belun juga pantatnya menyentuh seprei, baik Jodi maupun Samara sama sama mulai menyuarakan protes mereka. Merengek dengan kencang, seakan menolak sang ibu untuk beristirahat barang sebentar.
“Bobo, kalo ngga mau duduk bobo yaa, mama capek sayang” ucap Shannon kemudian, sendirian. Pundaknya sudah amat sangat kebas, lengannya bahkan sudah tidak bisa digunakan untuk merasa. Tiga puluh menit berada pada posisi seperti ini agaknya mulai menguras tenaga Shannon. Peluh yang menetes melewati pelipisnyapun sudah tak terhitung lagi jumlahnya. Shannon kwalahan. Kwalahan dengan sikap sang anak kali ini.
Selama hampir dua tahun merawat mereka, efek samping vaksinasi belum pernah separah ini. Sama seperti di rumab sakit kemarin, rengek dan manjanya semakin menjadi jadi. Mungkin, duhulu ketika masih bayi dan belum mengerti apa apa, jadi Jodi dan Samara hanya perlu mendapat pelukan hangat dari orang tua mereka, terlepas itu papa atau mamanya. Namun, ketika sudah mulai tumbuh dewasa, kiranya dekapan hangat saja tidak cukup. Perlu penjelasan panjang mengenai mengapa mamanya yang disana? Apa yang dilakukan papa? Mengapa papa tidak ada? Mengingat, seburuk apapun suasana hati mereka, pawangnya hanya satu, si papa. Tidak perlu bersusah payah mengeluarkan asa, kehadiran Jaehyun saja sudah memperbaiki suasana.
“Ya Allah nak, maaf, sakit yaa? Ngga enak yaa?” ucap Shannon dengan suara bergetar. Ada perasaan sesal dalam kalimat singkatnya. Menyesal karena malah menyuruh suaminya pergi. Menyesal karena merasa bisa sendiri. Menyesal karena anaknya terluka. Air mata ternyata sudah membahasi pipi ibu dua anak itu malam ini. Mengalir dengan lirih dan berhati hsti seolah menyembunyikan diri dari dua kurcaci kecil dipelukannya.
“Mbak?” panggil Jeno dari ambang pintu. Shannon kemudian menoleh dan mengusap air matanya menggunakan lengan semampu yang ia bisa.
“Yok” balas Shannon terdengar tegar kembali.
“Sama kakak yok? Ayokk adek sama kakak yok?” ucap Jeno kepada keponakannya. Meminta dengan kehati hatian siapa tau ia bisa barang sedikit meringankan beban iparnya. Membahasakan diri sebagai kakak karena ia merasa tua jika dipanggil dengan sebutan om.
“Amauuuu” bantah Samara kemudian merengek kecil dalam dekapan ibunya. Sementara Jodi hanya menenggelamkan kepala di ceruk leher sang ibunda dengan tangan mengalung semprna, sembari terus bergerak berusaha memejamkan mata.
“Udah udah, biarin, ayok jen” jawab Shannon lalu mendahului adik iparnya untuk sampai ke depan rumah dimana mobilnya berada. Ada perasaan iba dalam diri Jeno ketika melihat istri kakaknya menggendong kedua keponakannya secara bersamaan. Dapat Jeno bayangkan, sekuat apa bahu Shannon untuk menopang beban kedua anak kembarnya. Dapat Jeno bayangkan setegar apa hatinya hingga bola mata sang ipar memancarkan keikhlasan tanoe mengharapkan sedikitpun imbalan. Dapat Jeno bayangkan, sekuat apa mama dan para ibu di dunia.
“I'll be married another Shannon kak, so I'll be my own Jaehyun.” batin Jeno dalam hati.
“Masih rewel mbak?” sapa penjaga rumah tatkala melihat keadaan Shannon saat ini. Menanyakan kabar kedua anaknya. Shannon hanya tersenyum sembari mengangguk sebagai jawaban.
“Titip rumah ya, tak tidurin anak anak bentar” lanjut Shannon setelahnya.
“Ini gimana mbak?” tanya Jeno di dalam mobil, melihat keadaan mereka. “Ini beneran ngga pake carseat?” lanjutnya meyakinkan sang ipar.
“Beneran” jawab Shannon yakin sembari menatap netra coklat sang adik yang sama persis seperti milik suaminya.
“Mbak, lo utang nyawa sama gue” balas Jeno lagi, ketakutan.
“Hahahah makanya jangan ada yang bilang. Jangan cepu ke Jaehyun biar kita sama sama masih bisa menikmati dunia hahahha” balas Shannon tak kalah takutnya.
“Emang aneh banget” balas Jeno mulai menyalakan mesin mobil sang kakak ipar.
“Sekali sekali ngga ditaro carseat lah ya biarin ya nak, jangan bilang papa ya nak. Mas Noah dulu suka mama boboin begini kalo lagi rewel, diangin anginin. Bismillah bobk ya nak, bobo sayang yaaaa” ucap Shannon kepada kedua anaknya sembari mengecup kecil pucuk kepala mereka. Rasanga nyaman. Jodi dan Samara mulai menutup mata walau mobil baru berjalan di sekitar komplek perumahan. Agaknha dekapan sang mama lebih menghangatkan, dari pada carseat yang menjamin keamanan mereka berdua. Maka, dengan dua anak di atas paha, Shannon mulai mengusap usap punggung keduanya seakan menyalurkan rasa aman.
“Jen, kacanya turunin dikit” pinta Shannon.
“Alhamdulillah Ya Allah” kata Shannon amat sangat lega ketika anaknya berhasil dibaringkan dengan selamat dengan mata terpejam. Panasnya belum turun namun sudah mulai tertidur.
“Ya Allah tangan gueeee, kaya mau copot Allahuakbar” lanjutnya lagi dengan suara tertahan, takut takut membangunkan sang anak. Jeno hanya berdiam mendengar setiap keluh kesah yang keluar dari mulut sang ipar.
“Jen, dek, tolong ambilin sarung warna item polos di lemari dong, ada dua ambil yang atas ya” minta Shannon kepada Jeno yang sedetik kemudian Jeno mulai menjalankan perintahnya. Berlalu ke kamar sang kakak dan istrinya.
“Ini?” tanya Jeno sembari memperlihatkan sebuah kain berwarna hitam yang sebenarnya tidak terlalu polos, ada corak abu abu di antaranya.
“Seratuss, makasih ya” terima Shannon. Kemudian ia membaui wangi sarung sang suami. Sarung yang selalu Jaehyun gunakan untuk sholat jumat dan menunaikan ibadah ketika di rumah.
“Bobo ya nak yaa, pinter yaa, nanti kalo bangun boleh tapi pas mau pagi aja, yaa? Mama sendirian, kasian Kakak besok kuliah” ucap Shannon sendirian kepada kedua anaknya seraya menyelimuti mereka dengan sarung sang suami, kemudian mengecup pipi masing masing dengan berhati hati.
“Cape ya mbak?” tanya Jeno.
“Apa ya, udah mulai ngerti mereka itu, jadi emang harus dijelasin banget banget banget, padahal diajak ngomong juga belom ngeh tapi udah ngerti gitu lo jen” “Ya baru ini kaya begini, biasanya juga biasa aja, terakhir beberapa bulan yg lalu udah lama kok” lanjut Shannon.
“Bapaknya banget yaa, selimutan sarung doang masa langsung anteng, hahah” jawab Jeno heran terhadap tingkah laku kedua keponakannya. Shannon lalu mangambil duduk di sisi ranjang, menyelonjorkan kakinya barang sebentar.
“Makanya, kalo rewel, nangis, izin perizinan itu masalah papanya emang. Gue bagian jelek jeleknya doang huftttt” balas Shannon sembari menatap buah hatinya. Perasaannya lega. Lega sekali melihat anaknya tertidur cukup pulas dalam dekapan hangat sang papa, walaupun hanya perwakilan. Tak lama suara pintu rumah terdengar terbuka. Jeno meminta izin undur diri untuk melihat siapa gerangan di bawah sana.
Setelah Shannon iyakan, ia kemudian pergi dan Shannon mulai menikmati waktunya sendiri. Hanya berdiam diri sembari memulai kegiatan favoritenya tanpa sang suami. Memperhatikan setiap inci wajah sang buah hati. Mempertanyakan benarkah dua manusia ini adalah anaknya? Benarkah mereka keluar dari dalam perut Shannon? Benarkah ini adalah hasil cintanya dengan sang suami? Bagaimana nanti jika mereka harus menghadapi kejamnya dunia? Siapkah Shannon menjadi garda utama membela anak anaknya? Banyak pikiran pikiran random yang selalu ia tanyakan pada dirinya sendiri sembari melihat anak anaknya tertidur. Hal yang paling sering ia gemakan adalah kapan Jodi dan Samara tumbuh sebesar ini? Bukankah waktu berlalu, Shan?
“Jen, kok gue bau bauan parfum kakak lo ya?” gumam Shannon masih memandang kedua anaknya di atas ranjang. Posisinya kini berubah menjadi duduk di lantai dengan kepala menumpu di kapuk empuk tempat anaknya berbaring. “Ngga lucu kalo Jaehyun tiba tiba pul-” kata kata Shannon terhenti karena melihat suaminya sedang berdiri di ambang pintu. Memperhatikannya sedari tadi. Disusul Jeno di belakangnya.
“Lo apain anak gue?” sapa Jaehyun yang kemudian berlalu masuk ke dalam kamar.
“Huhhhh” terdengar helaan nafas panjang dari sang lelaki ketika ia menempelkan telapak tangannya ke masing masing dahi sang anak. Panas sudah nampak turun rupanya dari kali terkahir Jaehyun meninggalkan mereka. Suasana mendadak menjadi sangat sunyi. Shannon hanya merubah posisi yang tadinya duduk di lantai, menjadi naik ke tepi ranjang. Diam mengunci mulut seakan tahu apa yang akan dilakukan oleh sang lelaki.
“Gue tidur ya?” buka Jeno menyapu kesunyian.
“Heem, makasih ya om” balas Shannon.
“Kak! Om siapa si” balas Jeno kesal sembari berlalu pergi.
“Makasih cil” balas Jaehyun dan tidak ada jawaban lagi. Keadaan menjadi sunyi kembali. Shannon hanya menundukan kepala sebagai tanda bukti penyesalannya. Sejurus kemudian terdengar suara helaan nafas panjang lagi berasal dari sang suami. Shannon kemudian menaikkan pandangannya menatap Jaehyun yang sedang berkacak pinggang sembari menatap heran kearahnya, dari atas sana.
“Makasih ya, Shan” ucap Jaehyun kemudian berjongkok dan memeluk hangat sang istri. Shannon masih terdiam. Tidak menjawab atau bahkan membalas pelukan suaminya. Ia terdiam karena perlakuan aneh sang suami. Bukannya seharusnya Jaehyun marah? Ini lebih menyeramkan dari pada dicaci maki oleh suaminya sendiri. Shannon membuat kesalahan, dan Jaehyun harusnya marah akan perbuatannya kali ini.
“Kamu pasti kalut banget? Makasih ya maaaa, kamu kuat banget Shan. Makasih yaaa” lanjut Jaehyun sembari mengusap punggung Shannon.
“Makasihhhh, maaf yaaa harusnya aku ngga berangkat aja tadi” ucap Jaehyun membuka pelukan, kemudian mengecup singkat dahi sang istri.
“Takuttttttt” buka Shannon akhirnya, seraya memainkan jemari. Masih enggan menatap mata suaminya. Suaranya bergetar, ada tangis yang ia tahan.
“Hey hey look at me kamu hebat Shan. You take control for the storm kamu hebat. Kamu mama yang hebat” “Makasihhh, maaf yaaaa” ucap Jaehyun memegang kedua pipi istrinya. Meyakinkan Shannon bahwa Jaehyun, tak main main dengan kalimatnya. Shannon memang hebat. Pelupuk mata Shannon sudah penuh dengan air mata yang siap ditumpahkan.
“You did great today, you always do your best as a mom, as a wife, as a child, as a ceo, as a friend, as a human. That's enough Shan, you enough and i proud of you. Aku bangga banget sama kamu” lanjut Jaehyun menenangkan istrinya yang entah mengapa pundak sang wanita malah naik turun tidak karuan dengan air mata yang mengalir deras. Isaknya tertahan. Agaknya Shannon juga sedikit bangga pada dirinya sendiri karena mengatasi hal ini tanpa bantuan dari sang suami.
“Hebat banget bini gue aduhh pengen cium” canda Jaehyun di sela sela tangisan istrinya, dengan niat memberhentikan tangis Shannon lebih cepat.
“Papaaaaaa?” suara Jodi disana. Ia membuka mata dan menatap ayahnya yang sedang menenangkan sang ibunda. Seketika mendengar suara anaknya memanggil Shannon langsung membuang muka dan mengusap seluruh air mata yang ada. Sedangkan Jaehyun berlalu menyapa anak pertamanya.
“Hallooooo, kok bangun, aduhh aduhh” katanya lalu mengangkat Jodi dan menepuk nepuk pundak sang anak. Seperti biasa, Jodi menenggelamkan wajah di ceruk leher sang ayah sembari mengisi paru parunya dengan wangi khas milik sang penyelamat dunia.
“Ngga enak ya nak? Ngga enak ya badannya ya?” gumam Jaehyun sembari menggoyang goyangkan kecil gendongan Jodi.
Cupppp
Satu kecupan melayang di pipi sang lelaki. Shannon tersenyum menatap suaminya.
“Makasih” katanya dengan suara pelan yang nyaris tidak terdengar. Dengan satu tangan menopang Jodi, satu tangannya lagi Jaehyun gunakan untuk merangkul pundak sang istri. Ia kemudian mendaratkan ciuman lembut di dahi Shannon cukup lama. Memulangkan bibir ke tempat yang seharusnya. Seakan mendapatkan kembali rumahnya, Shannon mengalungkan kedua tangannya, memeluk daksa tegap suaminya. Mengadukan segala bentuk jahatnya dunia hari ini, kepada rumahnya.
Shannon mengira, bahwa kehadiran Jaehyun hanya berlaku bagi Jodi dan Samara. Eksistensi Jaehyun yang hanya diam tidak melakukan apa apa hanya berlaku bagi Jodi dan Samara. Namun, malam ini ia sadar, dari pada anak anaknya, Shannon jauh lebih membutuhkan Jaehyun di sisinya.