And Everything Begin

“Saya tremor banget, nyetir itu ngebut bahkan saya ngga sempet nyuruh kamu buat beli tiket” ucap Johnny yang sedang duduk di sofa panjang apartment Aleeah.

“Mama emang luar biasa ya pak, saya ikut panik.” balas Aleeah dari dapur yang jaraknya hanya beberapa langkah.

“Dissa juga ikut ikutan aja Ya Allah, jantungan.” balas Johnny. Kini ia mulai merebahkan punggungnya pada sandaran sofa dan menutup matanya.

“Pas saya nyampe airport kamu tau ngga saya gimana? Yaudah saya begini aja le. Ternyata dong, mama lagi senyam senyum sama Dissa disana liat saya panik” balas Johnny. Kini ia seperti tampak mengingat ingat sesuatu.

“Tapi emang sepanik itu pak, baru banget kita nyampe, kemarin banget, tiba tiba dikabarin drop? Saya kalo jadi bapak kayanya bakalan nangis sepanjang jalan ke bandara” balas Aleeah sembari mendekat dan meletakkan coklat panas di meja dan duduk di karpet bawah andalannya. Johnny kemudian bangkit.

“Tau apa yang ditanyain sama mama pertama kali? Aleeah mana? Kok ngga sama kamu mas? yaelah ma ini anaknya panik coba, Aleeah terus, heran” balas Johnny sambil mulai menyesap coklat panas buatan Aleeah.

“Hahahha, mama saya itu pak” balas Aleeah tertawa.

“Bagi dua” balas sang pria.

Johnny memang baru saja kembali dari bandara, ke rumah, lalu ke apartment Aleeah. Setelah mendapat kabar bahwa mamanya drop, tanpa berfikir panjang Johnny pun lansung menuju ke bandara. Tak menghiraukan bahwa dirinya baru saja kembali dari Jerman. Sesampainya di bandara, ternyata yang ia temui adalah dua orang wanita yang ia hapal benar siapa, sedang berdiri dengan koper dan beberapa barang bawaan lainnya di depan stasiun keberangkatan. Mama rupanya telah merencanakan hal ini jauh jauh hari setelah dirinya sadar, hanya untuk menjahili Johnny. Padahal jantung Johnny sudah tidak karuan lagi bunyinya, sudah tidak beraturan lagi detaknya, segala doa ia langitkan untuk menyelamatkan sang mama. Alhasil, dirinya kini lelah sekaligus kesal bukan main. Fisiknya memang tak seberapa tapi pikirannya baru saja dikuras habis habisan. Dan entah bagaimana, disini lah ia sekarang, di apartment Aleeah.

“Terus mama sekarang?” tanya Aleeah.

“Di rumah le” balas Johnny seadanya. Ia merebahkan punggungnya lagi.

“Kok bapak malah disini? Mama sendirian, pulang sana” ucap Aleeah. Johnny kembali menegakkan badannya lalu menatap Aleeah.

“Kamu ngusir saya?”

“Mama sendiri pak, jangan bercanda!”

“Mama sama tante, sama om, sama sepupu saya” balas Johnny.

“Maksudnya?” tanya Aleeah.

“Pas papa meninggal tante sama om saya pindah ke rumah, disuruh mama, dari pada sepi. Jadi yaudah mama sekarang ngga sendiri le, ada tante ada keluarga kok tenang. Lagian saya juga masih kesel” balas Johnny dengan wajah memelas. Aleeah hanya mengangguk anggukan kepalanya.

“Kamu kenapa ngga omong kalo mamamu itu Bu Anggi?” tanya Johnny kembali.

“Bu Angg-” balas Aleeah terpotong. Sedetik kemuadian... “Bapak mahasiswa mama?” tanya Aleeah mengkoreksi jawabannya.

“Pas mama kamu meninggal saya lagi bimbingan, le” “Mama kamu dospem saya” balas Johnny. Aleeah sedikit terkejut dan membelalakan matanya.

“Seriously?”

“Iyaa, saya bingung banget ini gimana, mana ngga ada dosen seenak dan sefleksibel mama kamu.” balas Johnny. Aleeah mulai menundukkan kepalanya.

“Mama emang baik pak, ya?” jawab Aleeah.

“Le, sorry saya ngga bermaksud-”

“It's ok pak, saya udah biasa kok hehe” balas Aleeah. “Bapak tau ngga si ahaha pas mama meninggal ada mahasiswa cowo ke rumah, takziah, nangis kejer banget, lebih kejer dari saya. Saya kaya mikir, ini yang anaknya saya apa dia di kenapa dia tersakiti banget, ya?” lanjut Aleeah. “Tapi di satu waktu saya merasa senang, mama banyak yang sayang”

“Le?” panggil Johnny. Aleeah menoleh.

“Itu saya.” lanjut Johnny. Aleeah sontak menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Terkejut.

“Saya yang nangis sekejer itu, jangan cemburu sama saya dong le, saya kehilangan dosen kesayangan saya pas mama kamu meninggal” lanjut Johnny. Aleeah masih membungkam mulutnya tidak percaya. Ia menemukan mahasiswa sang mama yang ikut meneteskan air mata ketika dunia Aleeah berpulang selama lamanya. Ia menemukan seseorang dengan perasaan yang sama dengannya ketika sang mama diambil Sang Maha Kuasa. Ia menemukan orang itu. Ia menemukan rasa simpati itu, kembali.

“Saya kaget banget pas liat data diri kamu, loh ini alamatnya saya kenal. Kok disini? Terus saya inget inget nama mamamu, di loteng remember? Anggina?” tanya Johnny pada dirinya sendiri.

“Ternyata bener” lanjutnya. Aleeah masih berdiam diri tidak percaya. Pasalnya tujuh tahun yang lalu memang datang banyak rekan kerja serta mahasiswa sang mama untuk ikut berbela sungkawa. Tetapi ada satu manusia yang menarik perhatian Aleeah karena ia menangis sejadi jadinya meskipun dirinya laki laki. Kehilangan yang Aleeah hadapi rasanya sama besar seperti tangis si lekaki. Tetapi Aleeah tidak cukup memiliki tenaga untuk bertanya siapa dan bagaimana hubungan laki laki muda itu dengan sang mama. Dan ternyata benar, malam itu Aleeah menemukan pencerahan. Mahasiswa akhir bimbingan sang mama yang kini akan menjadi suaminya, sama dengan laki laki yang menangis tujuh tahun silam di pemakaman Ibu Anggina.

“Sempit. Sempit banget wahhh merinding saya pak” balas Aleeah.

“Makanya, saya juga merinding pas dateng ketemu papa” balas Johnny.

“Pak. Saya beneran penasaran, bapak sebenernya ngomong apa ke papa? Kok maksud saya, papa langsung 'iya' gitu lo?” tanya Aleeah akhirnya.

“Hehe” balas Johnny.