And It Went Like
Jiwanya damai. Semilir angin yang menampar wajahnya malam ini tidak meninggalkan rasa sakit barang sedikitpun. Ditambah lagi tubuhnya yang baru saja dibilas oleh air mandi, segar sekali. Kaos putih, celana hitam panjang dan sendal hotel membuat tubuh Ali merasakan kenyamanan setelah kurang lebih dua belas jam ia harus terus berganti pakaian yang 'tidak nyaman' demi berlangsungnya acara pernikahan.
Ali memejamkan matanya. Sedikit berbaring pada bangku besi panjang tempat acara pesta pernikahannya beberapa saat lalu digelar. Merasakan dirinya sendiri, lelah, bahagia, lega bercampur menjadi satu kesatuan.
“Masuk aja Li” ucap ayah menepuk pundak anak laki lakinya, membuyarkan sesi setengah tidur yang Ali lakukan. Si empupun membuka mata, menatap sang lawan bicara.
“Masuk aja Li, cape pasti, Deka juga kayanya udah pules” timpal sang ayah mertua. Ali kemudian menggaruk garuk tengkuknya canggung. Bohong jika ia berkata baik baik saja, karena faktanya, tenaga Ali sudah habis dilahap siang, yang ia inginkan sekarang hanya memejamkan mata dan mengisi kembali tenaga.
Sudah sekitar 15 menit sanak saudaranya berkumpul di tempat acara Ali dan Deka. Tidak ada yang istimewa. Mereka hanya bercengkrama saling mengenal satu sama lain. Di kejauhan Ali dengar suara ibu dan bunda yang sahut menyahut menceritakan bagaimana bisa Ali dan Drka menjadi sedekat ini. Di bagian lain suara ayahnya dan sang mertu serta beberapa lelaki, yang sibuk membahas bagaimana bisa pijat urat lebih efektif dari pada akupuntur. Di belahan lain lagi, Ali dengar sepupu sepupunya mulai menceritakan bagaimana mereka bisa menikah hingga pernikahan impian mereka terinspirasi dari Ali dan Deka. Ramai sekali. Setelah selesai tidak ada yang kembali ke kamar hotel, hanya beberapa, yang lain memilih tetap disana atau kembali untuk mandi lalu bergabung kembali.
“Masuk aja, tidur di dalem” lanjut ayah Ali lagi. Ali lalu mengangguk sedikit canggung dan melenyap dari keramaian secara diam diam. Berjalan menuju lift untuk sampai ke tempat dimana Deka berada.
Klekk
Suara pintu dibuka. Deka yang tadinya hanya berbaring mencoba menjemput mimpi, dengan selimut yang menutup separuh tubuhnya, kini mulai sedikit bangun. Memastikan bahwa Ali benar benar disana membuka pintu.
“Ngantuk banget?” tanya Ali kepada istrinya yang tidak berubah dari posisi semula. Memunggungi tempat Ali dan memeluk guling. Kemudian Deka kembali merebahkan diri di atas ranjang. Sementara Ali melepas jaketnya lalu mulai naik menyusul Deka.
“Hmmm” balas Deka malas.
“Dek?” tanya Ali setengah berbaring menghadap sang istri.
“Hmmm” balas Deka lagi.
“Lo kalo tidur ngga perlu dipeluk peluk gitu kan?” tanya Ali memastikan. Tidak ada jawaban. Deka membuka mata.
“Yaudah gue tidur. Good night” lanjut Ali lalu menarik selimut dan menenggelamkan dirinya. Ikut ikutan memunggungi Deka.
'Yang ada dipikiran gue nanti kalo malem pertama gue mau cuddle ampe pagi si, Li. Tapi karena lakinya lo gue agak malu, tapi yaudah si anjir orang udah sah' batin Deka sembari menoleh ke belakang. Menatap punggung Ali. Tak lama, Ali juga berganti menoleh ke balakang, ke tempat dimana Deka berada. Pasalnya wanita ini membuat gerakan yang Ali sendiri bingung apa maksudnya. Deka menyibak selimut tebalnya lalu bangkit dan memakai sandal. Berjalan memutar ranjang dan sekarang berdiri di hadapan Ali. Ali mendongak keheranan.
“Enak banget lo tidur disini, geser, di gue dinging kena AC langsung, tu” ucap Deka menunjuk pendingin ruangan yang memang berada tepat di atasnya. Ali kemudian sedikit memundurkan tubuhnya. Tak lama Deka mulai membaringkan badan dan memeluk Ali erat.
“Pegangan biar ngga gelundung” ucap Deka menyamankan posisi di dekapan Ali. Sang suami hanya tersenyum mengiyakan polah tingkah wanitanya.
“Dek?” panggil Ali.
“Hmmm” balas Deka lagi.
“Minta cuddle aja gengsi banget lo” lanjutnya.
“Engga ya, gue dingin di bawah AC mana ini gue di pinggir banget nanti kalo jatoh tanggung jawab lo” bela Deka mendongak menatap suaminya. Ali kemudian tertawa keras sekali.
“Lah kan lo dari tadi di kamar? Harusnya milih yang disini ngapain tidur sebelah sana?” tanya Ali kemudian.
“Ikhlas ngga si?” tanya Deka ganti. Ali kemudian tertawa lagi dan membalas pelukan Deka.
“Iya iyaaaa” balasnya, lalu mencuri ciuman di pucuk kepala sang wanita. Nyaman sekali. Deka merasa nyaman berada di pelukanmu mengajarkanku apa artinya. Bukan bukan itu. Deka merasa nyaman berada dalam dekapan sang suami.
“Ali” panggil Deka. Bukannya mengantuk matanya kali ini malah segar kembali.
“Hmmm” balas Ali sembari mengusap surai hitam milik istrinya.
“Kok lo ngga deg degan?” tanya Deka.
“Lo deg degan?”
“Dikit” balas Deka. Ali kemudian sedikit membuka pelukan. Mencari manik mata sang perempuan.
“Masa?” tanyanya tidak percaya.
“Heem, kaya apa ya, aneh tapi gue suka” balas Deka.
“Kita dulu bukannya udah sering juga ya Dek pelukan gitu?” tanya Ali menerawang jauh ke masa lalu.
“Beda. Dulu kan lo peluk gue kalo gue lagi nangis atau lagi cape atau lagi apa gitu, ngga yang kaya begini” balas Deka.
“Bedanya apa ya Li? Kita juga udah saling tau kebiasaan masing masing, udah saling ngerti gitu. Lo jangan bosen sama gue ya, Li?” minta Deka tiba tiba. Ali mengeratkan pelukannya.
“Kalo bosen udah dari kemaren kemaren gue tinggal Dek. Tapi kayanya ngga mungkin ngga si kalo ngga ada bosennya?” tanya Ali.
“Gatau. Gamau pokoknya lo gaboleh bosen, nanti gue atraksi deh tiap hari biar lo ngga bosen” jawab Deka.
“Mau ngapain emang?”
“Jadi mermaid mungkin apa ngapain kek” balas Deka asal. Nampaknya ia mulai mengantuk karena pertanyaannya mulai menjurus kemana mana.
“Iya nanti gue jadi mermannya” balas Ali menanggapi.
“Kalo gue jadi tokek lo jadi apanya?” tanya Deka lagi. Matanya mulai menyipit.
“Jadi dindingnya biar lo bisa merayap”
“Kalo gue” hening cukup lama. “Kalo gue jadi bantal? Lo jadi apa?” tanya Deka lagi.
“Jadi sarungnya” jawab Ali tetap dengan mengusap surai lembut Deka.
“Kok ngga jadi guling? Biar sepasang?”
“Bantal butuh pelindung. Pelindungnya ya sarung bantal, percumah jadi guling kalo gabisa lindungin lo” balas Ali menatap Deka dalam pelukannya. Deka lalu mengulum bibirnya ke dalam. Pipinya memerah. Ingin rasanya ia berlari sekencang mungkin dari Sabima Ali dan berteriak kepada dunia bahwa Deka amat mencintainya.
“Kalo gue jadi tai? Lo jadi apa?” final Deka.
“Jadi airnya” balas Ali.
“Biar bisa siram gue terus kita mengapung bersama ya?” balas Deka penuh harap.
“Iya, kasian orang orang kalo gak disiram. Lo bau bauin” lanjut Ali. Seketika raut wajah Deka berubah. Yang tadinya merah padam malu malu berubah menjadi kesal dan pucat masam. Ia lalu menarik diri dan kembali ke tempatnya semula. Meloncati Ali.
“Dek, loh? Dek?” panggil Ali kebingungan. “Katanya kau cuddle?” lanjutnya.
“Siapa? Gue tadi cuman kedinginan ya!” balas Deka sewot. Ia lalu menarik selimut dan berbaring memunggungi Ali yang masih kebingungan. Ali sedikit terkekeh kemudian mendekat ke arah Deka. Mengalungkan tangannya pada pinggang sang wanita.
“Gitu aja nesu” rayu Ali di telinga Deka.
“Apa si peluk peluk? Jauhan sana gue bau” balas Deka. Ali kemudian tertawa terbahak bahak dibuatnya.
“Wangi Dek, bini gue wangi” balas Ali masih memeluk Deka. Deka akhirnya merubah posisi tidurnya menjadi menghadap Ali.
“Wangi, coba gue cium dulu” curi Ali. Deka sontak memukul mulut Ali dengan telapak tangannya.
“Modus aja lo tali jemuran” balas Deka.
“Ck” jawab Ali memasang wajah seramnya, dibuat buat, lalu mencium Deka. Tidak ada penolakan. Deka membiarkan suaminya mengambil apa yang seharusnya menjadi miliknya.
“Wangi” balas Ali kemudian menatap Deka dengan sebuah senyuman. Tangannya satu ia buat untuk menumpu tubuh dan satu lagi ia gunakan untuk merapikan rambut Deka.
“Males gue, lo bau tai” goda Deka pada suaminya. Ali membelalakan mata. Terheran karena Deka masih berada mode 'ngambek ngambekan'nya.
“Wangi kok” yakin Ali kepada istrinya.
“Males ah” balas Deka lalu kembali memunggungi Ali. Seketika Ali menarik pundak Deka sehingga wajahnya menghadap ke arah Ali. Sejurus kemudian seluruh ruangan terisi oleh suara tawa Deka dan decakan ciuman yang Ali berikan kepada Deka.
Malam mereka panjang. Malam mereka baru dimulai. Ini hanya permulaan. Akan ada malam malam panas yang lebih dari kali ini, atau mungkin malam malam penuh kesunyian karena berdua sama sama sedang dirundung keegoisan? Tidak ada yang tahu. Yang pasti malam ini, hingga pagi, Deka adalah milik Ali, sebaliknya dan begitu seterusnya.