Cigarette

Rasa lelah mulai menghampirinya setelah seharian berdiri dan harus berganti baju sebanyak tiga kali guna menyamakan tema dengan pernikahan sahabatnya ini. Pesta terakhir dimulai. Yang artinya rangkaian acara akan berakhir sebentar lagi. Puncak memang sedang menggila. Walaupun Alisya memilih menikah ketika kemarau, tapi pada malam hari begini suhu dapat turun dengan amat sangat drastis.

Aleeah melipir sebentar ke halaman belakang untuk sekedar membakar tembakau guna menghilangkan rasa asam dalam mulutnya. Ia bukanlah perokok aktif. Namun juga tidak pasif. Merokok baginya adalah hal wajar yang perlu ia lakukan beberapa kali dalam seminggu guna menghilangkan stressed atau kegiatan yang selalu ia namai dengan berbicara kepada diri sendiri. Belum pernah ada orang lain yang menemani Aleeah merokok selama 26 tahun hidupnya. Maka selama kesendiriannya itu, ia banyak bertanya dan menjawab apa yang otaknya pikirkan.

“Huffffft dingin banget” “Isya kenapa mesti puncak banget si nikahnya, anjir” katanya sambil mencari korek dalam pouch kecilnya.

Srekk srekk jesss

“Huffff” kepulan asap mengudara menyapu dinginnya malam. Setengah batang sudah ia habiskan sendirian di kegelapan yang memang tidak terlalu gelap karena sorot lampu acara pesta meneranginya.

Di belahan dunia lain, di tempat yang sama. Seorang lelaki sedang memikirkan ucapan ibunya 2 tahun yang lalu. “Mama mau liat kamu nikah dulu.” Ingatannya berbicara, setiap kali dirinya menghadiri acara pernikahan siapapun yang mengundangnya. Hatinya mendadak sakit. Diambilah sebatang rokok dari tas milik salah seorang temannya lalu berlalu keluar area. Mencari spot terbaik untuk sekedar menyalakan bara. Entah apa yang membuatnya berjalan ke belakang. Ia hanya mengikuti kakinya yang tiba tiba melangkah.

Dilihatnya seorang perempuan dengan kebaya biru muda sedang bersandar dengan satu kaki naik menumpu tembok, satu tangannya ia gunakan untuk memegang sesuatu di mulutnya sementara satunya lagi memegang sebuah dompet kecil.

Merasa ada yang menginterupsi kegiatannya. Aleeah pun menoleh. Dapat ia pastikan bahwa laki laki di seberang sana tidak dapat melihat wajahnya karena pencahayaan membuatnya menjadi sebuah siluet. Johnny ternyata. Ia sedang menelisik siapa perempuan yang sedang merokok sendirian ini. Dilihat dari pakaiannya, wanita ini adalah satu dari tiga orang teman dekat pengantin perempuan. Johnny berjalan mendekat. Matanya menangkap sosok yang tidak asing baginya. Tapi entah siapa otaknya tidak bisa bekerja.

Dibuangnya putung Promild Merah ini ke tanah setelah seorang lelaki membuyarkan sesi percakapan dengan dirinya sendiri. Diinjaknya si putung rokok yang masih merah menyala, dengan heels yang tidak terlalu tinggi itu.

“Lanjutin aja mbak” ucap sang lelaki yang juga tengah menyalakan korek untuk membakar sesuatu di mulutnya.

“Udah ngga in” jawab si perempuan. “Duluan mas.” lanjutnya pamit yang kemudian hanya dijawab anggukan. Aleeah kemudisn berlalu pergi tanpa perlu repot repot mencari tahu siapa raga yang baru saja mendekat kepadanya. Bukannya tidak mau repot. Beginilah Aleeah, si tidak mau tau. Bodo amatlah. Moto hidupnya.

Sementara Aleeah berlalu pergi, Johnny mulai membuka kembali ingatan ingatannya. 1/3 bagian sudah menghilang, tapi sosok perempuan tadi belum ia temukan. 2/3 bagian terbakar lalu dengan tiba tiba sebuah cairan menetes dari arah atas tepat pada paha Johnny. Si empu pun mendongak melihat apa yang jatuh. Air AC yang bocor. Oke lah pikirnya. Lalu secara tiba tiba adegan dimana dirinya menutup mata setelah celananya basah di pesawat beberapa hari lalu muncul kembali. Segera setelahnya Johnny menolehkan kepala ke arah dimana Aleeah melenyapkan diri.

“Is that you?” tanyanya sendiri. Lalu ia matikan sisa rokok yang tidak banyak menggunakan kakinya dan segera mencari kemana Aleeah pergi.