Deep Talk
Deka memasukkan kedua tangannya ke dalam saku mantel tipis yang ia kenakan utuk menjemput sang suami hari ini. Berdiri sekitar lima belas menit membuat kakinya sedikit banyak merasakan pegal karena tidak duduk dengan cukup baik guna melihat siapa siapa saja yang baru saja keluar dari pintu yang otomatis terbuka setiap kali radarnya memindai manusia yang hendak melewatinya, di bagian kedatangan. Hatinya berdebar bahkan jemari kaki yang terbungkus flat shoes juga ikut mendingin seiring dengan detak jantung Deka yang mencepat karena dirinya sudah kepalang tak sabar untuk memeluk ayah dari bayi yang sedang berada di kandungnya.
Lima menit berlalu, tak jua kunjung nampak hilal Ali telah berada di sekitarnya, maka ia mulai membuka sling bag yang menggantung dengan bebas melewati pundaknya untuk mencari ponsel dan mulai menghubungi Ali. Beberapa teks terkirim tetapi Ali belum juga memberikan balasan sehingga rasa khawatir mulai menjadi perasaan yang Deka rasakan selanjutnya. Papan pengumuman dengan jelas memberitahukan bahwa mobil besi yang membawa Ali telah berhasil mendarat dengan selamat, tetapi mengapa manusia dua puluh empat tahun satu ini belum juga menampakkan diri? Deka mulai gelisah. Ia meletakkan kembali ponselnya dalam tas kemudian mulai melipat tangan di depan dada, harap harap cemas agar suaminya segera tiba di hadapannya.
Malaikat mungkin mendengar doa yang Deka langitkan beberapa menit yang lalu, kemudian mengirimkannya kepada Tuhan agar segera dikabulkan, karena benar saja, sejurus kemudian, seorang lelaki dengan setelan casual atasan kemeja garis garis berwarna biru putih dan bawahan celana putih panjang mulai muncul dari balik pintu kaca sedang menenteng satu tas yang Deka yakini sebagai buah tangan dan satunya lagi menyeret box cukup besar yang biasa orang orang sebut dengan koper, tengah berjalan ke arahnya dengan senyum yang terukir sempurna. Pandangan mereka bertemu. Segera Deka membuka tangannya lebar lebar untuk menyambut kedatangan Ali dengan pelukan. Seolah mengerti maksud sang istri, sang suamipun sesekali berlari kecil ke arah Deka yang berada di luar. Ketika ia telah berhasil melewati pintu kaca, Ali membiarkan kopernya melaju sendiri sementara dirinya segera menghampur ke pelukan sang wanita.
Hangat. Hangat sekali. Tubuh Deka selalau hangat. Ali memeluk raga istrinya erat. Erat sekali seakan enggan melepaskan Deka barang sebentar. Sementara Deka juga melakukan hal yang sama. Mendekap Ali tak kalah kencangnya. Berdua hanya menikmati momen bertemunya kembali sembari sibuk mengisi paru paru dengan wangi tubuh pasangan masing masing.
“I miss you” bisik Ali di sela sela pelukan mereka. Persetan dengan orang orang yang memperhatikan, Ali dan Deka hanya sama sama melepaskan rindu akibat dua minggu tidak bertemu. Hedehhh.
“Aku juga” balas Deka masih memeluk suaminya. Ali kemudian membuka dekapan, menatap wajah cantik sang puan yang dua minggu terakhir hilang dari pandangnya, kemudian sedikit mengikis jarak dan memberikan kecupan kecil di bibir sang wanita. Singkat, hangat, dan lembab. Deka tersenyum, ia balas menatap wajah lelah Ali yang masih tampan walau dalam keadaan kacau lelah dihajar pekerjaan.
“Ah aku kangennnn” balas Ali lalu mulai menghujani Deka dengan kecupan kecupaan kecil di seluruh wajahnya. Deka tertawa kecil, geli ia rasakan karena tingkah Ali.
“Ali Ali stop geli” jawab Deka sembari menghindar dari serangan sang suami. Ali lantas berhenti. Pandangannya turun ke perut dimana buah hatinya saat ini tinggal. Ia menyentuh perut Deka dan mulai berjongkok untuk mencapai runggu sang buah cinta.
“Anak papa pulangggggg” ucapnya lalu mengecup perut Deka dari luar bajunya.
“Mas Yuan Mas Yuan, Li” ucap Deka membuyarkan sesi melepas rindu antara ayah dan anaknya. Ali kemudian berdiri, menoleh ke arah dimana Yuanda berada, baru saja keluar dari pintu yang tadi juga Ali lewati. Tangannya masih menanggal di pinggang Deka.
“Tau tempat lo berdua” ucap Yuan sedikit berteriak dengan langkah kaki yang super cepat.
“Hahahah, ati ati mas, lancar lancar ya, nanti gue kesana” balas Ali.
“Mas Yuan ati ati' teriak Deka setelahnya yang kemudian dijawab acungan jempol oleh Yuan yang sudah mulai menjauh karena harus segera mencapai dimana Nita berada.
“Panik banget ya, Mas Yuan?” tanya Deka kepada suaminya.
“Banget, aku ngga tidur dari jam setengah tiga tadi Mba Nita ngabarin, ngga tega sama Mas Yuan” balas Ali mulai berjalan dan mengambil lagi kopernya lalu merangkul pinggang Deka.
“Mba Nita ngga naik naik juga katanya, pembukaannya” balas Deka memastikan di tengah tengah perjalanan mereka.
“Iyaa, tadi pagi pas ngabarin pembukaan empat, Mas Yuan take off tadi pembukaan enam, ini baru juga tadi pas ngambil bagasi pembukaan delapan, makanya lama soalnya nunggu Mas Yuan callan. Kayanya bayinya emang mau nunggu bapaknya dulu, Dek” jelas Ali. Deka kemudian hanya mengangguk anggukan kepala sebagai tanda mengerti.
“Catik banget, si” ucap Ali tiba tiba menoleh kepada istrinya. Deka sedikit bingung dengan tingkah manja Ali, ia hanya terkekeh sebagai jawaban karena selanjutnya adalah adegan dimana Ali yang mulai mengujaninya kembali dengan kecupan sepanjang jalan mereka menuju ke parkiran, tentunya dengan henti Deka yang malu karena banyak orang melihat kegiatan mereka berdua.
“Jangan lari Dek, aku kangen” teriak Ali ketika istrinya berjalan mendahuluinya.
“Kita ngga kenal” balas Deka tetap berjalan dan malah semakin cepat.
“Dekaaaaaaaa?” “Sayang?” “Istri akuuuu?” teriak Ali membuntuti sang istri.
“Kita ngga kenal” balas Deka lantang.
“Mau makan dulu ngga?” tanya Deka kepada suaminya yang kini memegang kendali.
“Kamu ngga masak?” tanya Ali.
“Masak” jawab deka jujur.
“Masak apa?” tanya Ali kembali dengan atensi yang tidak berubah.
“Pare sama bandeng” jawab Deka santai sembari menimakmati pai susu yang Ali bawa tadi. Sedikit terkejut tetapi Ali mencoba mengendalikan perasaanya. Pandangannya seketika berubah menuju Deka.
“Sengaja, ya?” tanyanya dengan senyum jahil yang enggan meninggalkan muka. Deka membalas tatapan Ali.
“Masih aja lo godain gue pake begituan? Ya sengaja kenapa? Suami gue balik hari ini kenapa? Ngga suka? Yaudah makan di laur aja si lo kalo kata gue, masakannya ntar gue kasi Ale juga pasti mau” balas Deka kesal. Ali kemudian memecahkan tawanya. Gemas.
“Yaelah tinggal ngomong iya doang, 'kesukaan kamu kan Li, iya aku sengaja masakin' gengsi banget lu bumil” balas Ali.
“Ngeselin lo curut” jawab Deka mulai menaruh kembali atensinya ke jalanan di depan. Hening cukup lama hingga Ali akhirnya membuka kata.
“Yang baret mana?”
Deg
Deka tahu, hari ini akan tiba, tetapi ia lupa jika 'hari itu' adalah hari ini, hari dimana mau tak mau Ali pasti akan mengusut kembali masalah yang terjadi. Maka seiring dengan situasi yang mulai menegang, Deka membalas pertanyaan Ali.
“Siku sini. Nanti aja di rumah, aku kasi liat” jawab Deka menatap Ali sepenuhnya. Tidak ada jawaban kembali karena Ali masih sibuk memperhatikan jalannya kendaraan mereka dari pada berbalik membalas tatapan Deka. Ada perasaan was was teramat sangat yang Deka rasakan karena seperti yang dijelaskan di awal, Deka akan menerima segala bentuk ceramah dari suaminya, tetapi mengapa Ali malah diam sekarang ini? Deka menjadi tidak bisa menebak apa yang sedang ada di kelapa sang lelaki.
“Marahin aja kalo mau dimarahin. Aku udah siap siap kok” lanjut Deka. Ali kemudian menolehkan pandangnya kepada sang wanita, mencoba menebak apa isi kepalanya.
“Marahin aja, Li. Jangan ditahan” ucap Deka setelahnya. Ali seakan paham, ia kemudian menepikan mobil di bahu jalan, melepaskan seatbelt dan mulai menaruh perhatian kepada wanitanya. Deka terpaku. Ia bahkan tak ikut melepas sabuk pengaman karena sudah kepalang takut kepada sang suami. Suasana mobil mereka siang ini sunyi. Ali kemudian menghembuskan nafasnya kasar hingga runggu Deka menangkap suaranya. Ia menoleh ke arah Ali. Masih tidak ada kata. Deka menunggu suaminya membuka sehingga Deka tau, bagian mana yang harus ia bela.
Cup
Bukannya kata kata, Ali malah melayangkan kecupan di punggung tangan sang puan ketika ia sudah berhasil menganggamnya. Kemudian Ali membuka jaket tipis yang Deka kenakan sehingga ia bisa melihat goseran ringan di siku sang wanita akibat kecerobohannya beberapa waktu yang lalu.
Cup
Ali mengceup kembali, kali ini di siku dimana goresan luka Deka yang telah mengering berada.
“Sakit ya? Kamu gimana kalo mandi?” tanya Ali. Deka masih dengan degup jantung tidak bisa dikendalikan, mencoba menjawab pertanyaan sang suami setenang mungkin.
“Ya biasa aja, mandi pake air” balas Deka polos.
“Pake uang mau?” tanya Ali melihat kepolosan sang istri. Sedikt gemas tetapi ia sekuat mungkin menahan diri agar wibawanya sebagai kepala keluarga muncul kembali karena pasalnya, Ali membawa raut wajah taku milik Deka.
“Duit siapa? Kamu mau ngerampok dulu ke bank?” tanya Deka lagi.
“Mau, bilang berapa, mau berapa, biar aku yang digebukin, ngga papa” balas Ali serius tetapi dengan ulat wajah yang tidak menegangkan. Sadar bahwa sang suami sedang mencoba mencairkan suasana, Deka tiba tiba menengadahkan kepala, menahan air mata.
“Ali, peluk aku dong” minta Deka.
“Sini” balas Ali menarik daksa istrinya untuk masuk ke dekapannya. memeluk Deka erat dengan sesekali membubuhkan ciuman di pelipis sang wanita. Nyaman. Pelukan Ali selalu nyaman. Dengan perasaan bersalah yang mulai kembali menghantui, Deka memejamkan dan mendengarkan degup jantung suaminya yang stabil, berharap bahwa episode ini segera berakhir.
“Kamu resign ya?” pinta Ali di sela sela pelukan mereka. Deka membuat jarak kemudian menatap dalam iris mata suaminya. Belum ada jawaban, hingga waktu cukup lama terbuang.
“Iya” balas Deka masih memaku tatap ke mata sang lelaki.
“Beneran mau? Ngga sayang kerjaannya?” tanya Ali kembali.
“I love my job, but i love you, two, both of you kalo aku berhasil kerja sampe dapet posisi tinggi tapi gagal jadi ibu sama istri ya aku berarti gagal, Li. Failed. Lagian kan aku juga udah bilang, aku mau nurut apa kata kamu” balas Deka. Ali mendengar nada keikhlaskan yang Deka ucapkan melalui jawabannya barusan.
“Kamu beneran setakut itu kehilangan anak?” tanya Ali lagi.
“Takut banget, aku takut gimana kalo dia ngga lahir dengan selamat, aku kaya sayang aja sama dia unconditionally hahaha aneh, aku aja belum tau wajah anak kaya gimana, but i love them, i just do, i do love them, and you too aku sayang kamu aku juga takut kalo kamu pergi” balas Deka dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya.
“Kamu takut aku pergi terus kamu jadi nurut sama aku gitu maksudnya?” jelas Ali. Deka kemudian mengangguk sebagai tanda bahwa dirinya, lagi lagi menyetujui perkataan Ali.
“Dek, kamu ngga harus berubah buat aku” balas Ali. “Jadi dirimu sendiri, kalo ngga mau bilang ngga mau, ngga bisa bilang ngga bisa. Aku ngga akan kemana mana” lanjut sang pria.
“Aku kayanya udah bilang kalo aku insecure sama kamu dari awal? Apa ya Li kamu itu every body's husband material di luar sana itu banyak yang lebih dari aku, banyak yang mau juga sama kamu. I am not gonna doubt you aku ngga ngeraguin kamu, aku yang ragu sama diriku sendiri. Kamu emang ngga minta, tapi aku yang mau, aku mau berubah” balas Deka dengan seskali mengusap air matanya.
“Dek, kamu kejauhan sayang” jawab Ali. Ia kemudian menarik pipi Deka agar sang wanita menghadap ke arahnya.
“Listen, aku ngga butuh yang lebih. Aku ngga butuh yang lebih cantik, lebih ngga ngrepotin, lebih ini lebih itu, aku ngga butuh. Aku cuma butuh yang pas, yang cukup buat aku. Kamu ngga perlu jadi lebih soalnya aku udah cukup sama kamu Dek. You enough. Mau dikasi lebihan kaya apapun di aku juga ngga bakalan bisa nampung, soalnya udah full udah cukup, sama kamu. Kamu dulu itu aku halu haluin, tau. Kadang kadang aku masih ngga nyangka bisa mau punya bayi sama kamu. Ngga perlu berubah biar aku ngga pergi, aku udah cukup sama kamu, udah kamu aja” jelas Ali panjang lebar.
“Peluk gue lagi dong, cengeng banget gue hamil dikit dikit mewek” balas Deka, Ali tersenyum lalu memeluk kembali wanitanya sebari sesekali memberikan usapan lembut pada punggung Deka.
“Kamu jangan ngerasa terbebani karena kau segininya sama kamu, jangan, aku emang beneran sayang sama kamu dari awal, dari dulu Dek. Kamu mau aku nikahin aja aku udah bersyukur banget, sekarang mau aku titipin nyawa juga, makasih banyak ya Dekaaaaaaaa” ucap Ali lalu mengecup kembali pelipis istrinya.
“Aku juga makasih kamu sabar banget, maaf ya kalo aku selalu ngrepotin kamu, tapi kata kata aku buat nurut sama kamu itu seriusan, aku beneran mau nurut sama kamu” balas Deka membuka pelukannya.
“*Resign berarti, ya?” jelas Ali.
“Tapi Li kal-”
“Katanya nurut?” potong Ali.
“Bentar astaga. Bentar” balas Deka yang kemudian di jawab senyum jahil dari suaminya.
“Kalo aku resign keuangan kita ngga akan selancar sekarang. Gaji aku itu empat juta lebihnya buat cicilan mobil, sisanya sejuta lebih buat makan kita sehari hari. Uang bulanan yang dari kamu itu masuk tabungan anak, dana pensiun, bulanan ibu sama dana darurat, hasil ESOP masuk ke tabungan bunda soalnya aku sungkan kalo tiba tiba ngga ngasih, sama tabungan anak juga. Ini kalo aku resign kita masih bisa juga si, soalnya rumah kurang dua kali aja kan? Tapi kaya pas gitu lo Li, soalnya kita bener bener cuman bergantung sama kamu aja” jelas Deka. Ali hanya mengangguk anggukan kepala.
“Terus rencana kamu gimana? Kamu udah ada planning belum?” tanya Ali kepada istrinya.
“Aku bakalan tetep kerja si tapi ngga kaya yang di kantor sekarang tiap hari gitu, aku rencananya mau freelance aja, boleh ngga? Ya walaupun ngga pasti dan ngga seberapa, tapi bisa lah Li buat bantu kamu belin baju anak, susu dia nanti, mainan mainanannya, kan duit sekolah udah kamu tu, terus terus, pas aku resign nanti kan sahamnya masih bisa dipake, maksud aku, aku jual aja sebagian terus mau buka usaha gitu apa kek caffe kecil kecilan kek apa kek nanti kerja sama sama siapa yang udah pro, kita ispain dananya gitu” jelas Deka kepada suaminya.
“Kenapa caffe kenapa ngga yang lain?” tanya Ali.
“Kalo anak udah lahir kayanya aku beneran mau berenti kerja aja, mau liat dia besar, aku menemin setiap prosesnya dia, kalo aku tetep kerja di kantor, otomatis anak harus diurus sama orang lain. Kalo kita buka usaha sendiri kan bisa mantau seenaknya, maksud aku kapan mau mantau, ya tinggal mantau, waktunya fleksible and of course i know resiko sama persiapannya banyak dan gede banget, but if you never try you never know lagian uangnya kan uang kita juga, bukan hasil minjem bukan hasil ngutang” jelas Deka lagi. Ali hanya mengangguk anggukan kepala, tanda mengerti.
“Kalo kamu gimana?” tanya Deka.
“Aku sebenernya ngga keberatan si kalo kamu cuman mau di rumah ngurusin anak, ngurusin aku, aku ngga papa, lagian kata kamu kita masih bisa kan tadi kalo cuman bergantung di aku aja? Aku izinin kamu kerja itu karena aku tau proses kamu sampe disini kaya gimana, dari yang pengangguran doang tiap hari ikut aku manggung sampe jadi one of top business analyst itu ngga gampang. Lagian juga aku kerja buat kamu, buat anak, buat kalian berdua jadi kalo emang harus dipushed dikit ya ngga papa. Tapi kalo rencana kamu ke depannya begitu, aku boleh boleh aja Dek terserah” balas Ali menyampaikan pendapatnya.
“Beneran boleh?” tanya Deka lagi.
“Beneran, sayang juga kuliah mahal mahal ilmunya ngga kepake, kalo mau dikembangin ya kembangin aja, aku tim hore kamu”
“Peluk aku lagi dong” minta Deka pada suaminya. Ali membelalakkan mata, bisa bisanya Deka meminta pelukan di sela sela sesi serius mereka?
“Mau ngga si?” tanya Deka. Tanpa menunggu jawaban dari sang suami, Deka menarik daksa Ali hingga memenuhi badan bagian depannya.
“Ini kita mau pelukan disini aja ya? Ngga mau pulang?” tanya Ali pada istrinya. Deka kemudian membuka dekapan dan membubuhkan kecupan kecil di pipi sang lelaki.
“Dah, yuk jalan” ucapnya memasang kembali sabuk pengamannya. Ali tersenyum kecil dan menggeleng gelengkan kepala. Mulai menyalakan kembali mesin mobil dan melajukan kendaraan besi mereka.
“Kamu dulu gimana ngatur keuangannya?” tanya Deka pada sang suami yang mulai fokus kembali.
“Aku kasih ibu. Duitnya aku kasih ibu, aku aja dulu ngga tau kalo udah ada cicilan rumah pake nama aku, akhirnya pas kuliah yaudah, ngeband terus soalnya udah ada tanggungan” jelas Ali. Kemudian sisa perjalanan mereka diisi dengan obrolan obrolan seputar keuangan dan bagaimana mereka akan mendidik anak ke depan.
Siang itu selepas kembalinya Ali dari bekerja, Deka tau dan amat sangat bersyukur karena suaminya adalah Sabima Ali. Sabima Ali Aulia yang amat sangat mencintainya tanpa syarat dan tuntutan apapun untuk Deka kerjakan. Maka dengan kebebasan yang Ali berikan, Deka ingin berubah lebih baik atas diri sendiri sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhan atas diizinkannya seorang lelaki bernama Sabima Ali untuk menemani sisa umur yang Deka miliki. Seorang lelaki yang ingin dipanggil papa oleh anak anaknya kelak. Seorang lelaki yang membawa separuh jiwanya. Siang itu selepas kembalinya Ali dari bekerja, Deka memahami fakta bahwa jika seseorang telah kepalang cinta, maka tanpa diminta pun ia akan beruah dengan sendirinya.