“How You've Been?”
Deka hanya diam. Bernafas dengan tenang menatap seorang wanita hamil yang duduk dengan gusar dan seorang anak perempuan berusia sekitar lima tahunan yang melemparkan pandangan aneh ke arahnya dan sang ibunda.
“Mau ngomong maaf?” potong Deka ketika Ayunda membuka mulut hendak mengucapkan sepatah kata guna menghancurkan kesunyian yang ada.
“Hahahha” kekeh Deka karena suasana yang tercipta. Canggung sekali karena pasalnya Ayunda memilih menutup kembali mulutnya dari pada mengutarakan apa yang sekarang sedang dirasa.
“Gracia, udah makan belum?” tanya Deka kepada sang anak.
“Belum, mama malah duduk disini pas aku ajak pulang. Ayo ma, kata papa ngga boleh keluar lama lama” celoteh sang balita kepada ibunya.
“Iya, sebentar ya, nanti kita pulang, sebentar ya” balas Ayunda kepada anaknya.
“Hahahha, kamu kesana coba, itu om dua temen tante, doyan nasi padang? Tante tadi beli nasi padang, lebih” balas Deka mengalihkan perhatian Gracia.
“Doyan! Aku suka yang pedes, pake sambel ijo” jawab Gracia bersemangat. Ia lalu turun dari kursinya dan mulai menghampiri Dena dan Yanis yang sedari tadi memperhatikan interaksi aneh yang Deka lakukan.
“Icaaa, ati ati nak” ucap sang ibunda kepada anaknya.
“Gracia pasti ngikut kamu? Kalo ngikut Bangkit ngga akan doyan pedes, ya?” tanya Deka kepada Ayunda dengan terus memperhatikan tingkah Gracia. Entah mengapa, namun perasaan senang melihat anak berlari larian nampaknya mulai tumbuh dalam diri Deka.
“Berat ngga si?” tanya Deka lagi karena Ayunda belum juga membalas perkataanya. Atensinya kini berpindah.
“Aku aja nikah sama orang yang udah aku kenal bertahun tahun, berat, ternyata aku masih ngga tau sisi dia yang ini yang itu, ini kamu ngga kenal sama sekali tiba tiba nikah. Berat ngga si? Eh kalian kenalmya kapan deh?” tanya Deka kepada Ayunda.
“Maaf, Dek” balas Ayunda tidak berani menatap mata Deka. Ibu dua anak ini terus menundukkan kepala ketika Deka mulai mengutarakan kalimatnya.
“Oh berarti berat ya? Bangkit yang aku inget itu keras kepala banget, kalo maunya ini ya ini, kalo ada masalah ngga diselesaiin, tapi lari. Aku dulu penasaran banget, sehebat apa 'kamu' sampe bisa bikin Bangkit tanggung jawab” ucap Deka.
“Aku beneran ngga ada maksud buat ambil Bangkit dari kamu. Gracia itu kesalahan kita, Dek, aku udah siap kalo kamu mau caci maki aku” jelas Ayunda sedikit panjang dari kata katanya sebelumnya.
“Lonte” balas Deka. Ayunda kemudian menaruh atensinya kepada sang lawan bicara. Sedikit terkejut dengan jawaban yang Deka berikan. Lima tahun pernikahannya dengan Bangkit ia siapkan untuk diledakan Deka jika akhirnya mereka diberi kesempatan untuk bertatap muka. Maka ketika Deka dengan berhasil mendapatinya siang ini, detak jantung Ayunda seperti terhenti dengan sendirinya karena kepalang takut dan merasa bersalah kepada perempuan yang dengan tidak sengaja ia renggut begitu saja bahagianya.
“Kamu berharap aku katain kaya gitu? Dulu aku maki maki kamu, tiap hari. Cewe murahan mana yang mau tidur cuma cuma sama pacar orang? Semurah apa dia sampe rela diambil aset berharganya? Dia apa ngga ngerti ya cowo yang lagi tidur sama dia itu punya hati yang harus dijaga?” lanjut Deka. Ayunda masih setiap memasang telinga.
“Aku hancur. Ayunda Naura kalo kamu mau tau. Aku nangis gara gara Bangkit, tiap hari karena aku ngga pernah tau ada nama kamu sebelummya, tapi kenapa bisa? Bohong kalo ngga benci sama kalian. Aku benci. Benci banget” terus Deka dengan penuh penekanan di setiap katanya.
“Itu dulu. Kalo sekarang kamu nyuruh aku maki maki lagi juga udah ngga ada tenaganya. Aku udah ikhlasin semuanya.”
“Maaf Deka” ucap Ayunda.
“Bangkit itu apa ya, kalo sekarang belom berubah si hehe, dia selalu lari dari masalahnya. Selalu lari, ada masalah dikit ya putus, ada apa dikit ya pisah. Tapi hari dimana dia minta maaf ke aku dan dia ngomong dia mau tanggung jawab sama kamu itu hari dimana aku tau, kamu orangnya. Kalian emang buat berdua, cuman caranya aja begitu” cerita Deka.
“Aku ngga tau sejak kapan kalian kenalnya, gimana bisa kamu hamil anak dia juga, apakah Bangkit selingkuh? Tidak ada yang tahu haha. Aku cuman ngerasa 'oh bukan aku, ini waktunya, selesai'”
“Bangkit ngga selingkuh, Dek. Gracia itu kesalahan aku sama Bangkit. Kita ngga sengaja one night stand dan ternyata jadi, aku beneran nyari banget kontak Bangkit pas aku tau aku hamil. Kita bener bener asing, Bangkit ngga selingkuh. Yang lain boleh kamu ungkit tapi yang ini jangan” bela Ayunda perihal masa lalunya.
“Sakit hati anak kamu kalo kamu bilang dia kesalahan. Dia ada di dunia juga dia ngga minta, Ayunda Naura. Kamu sama Bangkit yang bikin dia ada. Aku emang baru aja mau jadi ibu, tapi udah pernah jadi anak, kalo aku ada di posisi Gracia yang kamu sebut 'kesalahan' aku kayanya bakalan menyesal banget, kenapa aku harus hidup. Bukan dia, kamu yang salah. Orang tuanya” kontra Deka mengkoreksi kalimat Ayunda.
“I messed everything up aku kacauin semuanya, Dek. Harusnya ngga begini kalo aku sama Bangkit bisa sama sama sadar diri” balas Ayunda mati kutu di hadapan Deka. Suaranya bergetar hebat karena tak kuasa menahan rasa bersalah yang ada. Jika boleh waktu dikembalikan, ia akan memilih mengakhiri hidupnya dari pada menerima uluran tangan Bangkit dan membawanya terjebak untuk waktu yang tidak ditentukan berdua.
“Jangan kepedan, aku hancur soalnya nangisin diriku sendiri yang kasian banget nasibnya. Udah jelas ditinggal sama yang jelek, ngapain masih aku tangisin. Lagian kalo kamu ngga one night stand sama Bangkit aku juga ngga akan sebahagia sekarang” balas Deka. Ayunda semakin menciut dibuatnya. Ucapan Deka tidak ada yang menggunakan nada tinggi, tetapi setiap katanya benar benar membuat perih sampai ke ulu hati.
“Sekarang aku udah tau gimana orangnya. Hidup kamu pasti susah banget ya di awal? But i guess both of you are happy right now, and im thanks about that” lanjut Deka. Ayunda kembali menaikan pandangannya. Menatap manik mata Deka.
“Dek?” panggilnya.
“Sebenci apapun aku sama kamu, sama Bangkit, aku juga tetep mau kalian bahagia. Pas Bangkit nikah sama kamu, aku masih sayang sama dia, Ayunda, not gonna lie tapi kita dulu pernah ada, maaf, mau aku sebenci apapun sama Bangkit, bahagia dia masih yang utama, at the moment dan berlanjut sampe sekarang karena aku sadar sejak dulu juga ternyata di aku bukan Bangkit orangnya. Semua itu juga ada hikmahnya, kalo kamu ngga ketemu Bangkit aku juga mungkin ngga akan nikah sama sahabatku sendiri. Your current pregnancy, i assume that you guys are happy, aren't you?” tanya Deka pada Ayunda. Sementara satu perempuan hamil lagi dihadapannya, sedang sibuk mengusap air mata.
“Kamu tau banget ya Bangkit gimana hahahha, of course you, dia sering panggil aku pake 'Ala' aku awalnya bingung dan ngga terlalu ngeh kalo itu kamu, sampe aku tau nama panjang kamu Aladyaa Deka” balas Ayunda.
“You happy?” tanya Deka kembali.
“Can i say yes?“
“Of course“
“I am sorry Dek, i am happy” balas Ayunda dengan menitikan air mata. Diri Ayunda dirundung rasa syukur sebegitunya karena Deka telah mengikhlaskan dia dan suaminya sejak lama. Karena pasalnya, selama ini Ayunda hidup di bawah bayang bayang Deka dengan rasa bersalah yang masih sangat membekas. Maka untuk itu, Ayunda merasa rasa bahagia adalah hal mewah untuknya. Tetapi setelah mendengar ucapan Deka siang ini, ia mendadak menjadi amat sangat bersyukur serta meminta maaf dalam hati akan masa depannya bersama sang suami dan hati Deka yang pernah ia lukai.
“That's enough. I am happy too with mine. Ali and our baby. Makasih ya Ayunda, kamu bantu aku liat dimana bahagiaku sebenernya. One more jangan minta maaf lagi, kamu berhak bahagia. Aku udah settled dari lama, living your life, have a kids, whatever karena aku juga bakal begitu” balas Deka dengan air mata yang juga mengenang di pelupuk matanya.
“Can i hug you?” tanya Ayunda. Deka kemudian mengangguk dan membuka tangannya. Memeluk wanita yang pernah ia benci karena merampas bahagia sementara yang pernah ia punya. Deka kemudian mengangguk dan membuka tangannya. Merangkul jiwa yang pernah sakit dan hidup dalam rasa bersalah karena ia hanga ingin berbahagia dengan apa yang Deka pernah miliki. Siang itu Deka kembali memaafkan Bangkit dan masa lalunya, tak lupa juga melangitkan syukur karena telah dibantu secara tidak langsung melihat eksistensi Ali di muka bumi.
“Papaaaaa!” teriak Gracia ketika pintu ruangan terbuka dengan bunyi lonceng yang khas, menampilkan ayahnya yang tampan, tinggi menjulang sedang menoleh ke arah di mana dirinya berada.
“Hey, kamu makan apa? Kamu makan sama siapa, Ca? Mama mana? Kok sendirian?” tanya Bangkit menghampiri sang anak perempuan dan mencecarnya dengan beragam pertanyaan. Gadis berusia lima tahun itu lalu menunjuk arah dimana sang Ibu dan wanita yang hatinya pernah Bangkit jaga berada. Yang lebih tuapun mengikuti arah tangan sang anak perempuan. Menatap sang istti dan mantan pacarnya dengan keadaan perut yang sama sama membesar.
“Sini” panggil Ayunda kepada suaminya. Bamgkit sedikit ragu ragu karena ia menukan kembali mata coklat kesukaannya dari semasa ia remaja, sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang asing. Perlahan ia mendekat dengan atensi yang tak lepas dari Deka. Terkejut bukan main.
“Long time no see, Kit” sapa Deka kepada masa lalunya. Bangkit tidak menjawab. Ia menatap sang istri benarkan hal ini terjadi? Seolah mengerti maksud sang lelaki, Ayunda kemudian menganggukan kepala dengan air mata yang lagi lagi jatuh ke pipinya.
“How you've been, Dek?” balas Bangkit.
“Good, as you are“ “Can i hug you?” tanya Deka. Bangkit lagi lagi tidak menjawab. Ia kembali menatap Ayunda. Relakah ia melihat suaminya memeluk wanita lain dihadapannya? Ayunda kemudian menganggukan kepala. Bukan sebagai mantan pacar yang dulu pernah ada. Ayunda tau, Deka merindukan Bangkit sebagai seorang sahabat lama, maka dengan kelapamgan dada dan tanpa rasa cemburu sedikitpun, Ayunda mengizinkan suaminya menyapa kembali hal yang perlu ia benahi.
“Proud of you, Kit, you did well” ucap Deka di sela sela pelukan mereka. Ada air mata yang ingin Bangkit tumpahkan karena keikhlasan yang Deka berikan tetapi ia tahan karena sudah tidak sepatutnya ia meneteskan air mata untuk mantan pacarnya.
“You did well too Deka, kamu berhasil sadar, selamat ya” ucap Bangkit memebuka pelukan. Ia masih memaku tatap pada wanita mengagumkan nomor dua setelah istrinya yang dulu pernah menjadi kekasih hatinya. Kegiatan mereka tak lama dibuyarkan dengan Gracia yang berlari menyusul orang tuanya, sedangkan Deka yang dipanggil secara paksa oleh Yanis dan Dena karena ia memang harus segera kembali ke pekerjaan yang menunggunya.
Semua lara pasti ada masanya, jika ingin menangis, maka menangislah, jika ingin hancur maka hancurlah, hari ini saja jangan lama lama, karena nyatanya lukapun butuh waktu untuk sembuh, tawapun butuh air mata agar sempurna. Menangislah hari ini saja, secukupnya, besok ayo kita hidup lagi – el.