I am A Proud Daughter
Shannon memarkirkan mobilnya. Garasi rumah Bunda nampak lenggang. Mobil papa dan milik sang dunda tidak ada disana. Suasana rumah juga nampak sepi.
Tok tok tok
Kaca mobil Shannon diketuk dari luar.
“Mbak, ngga papa kan?” Tanya Pak Ali. Satpam rumah bunda yang sudah bekerja disana bahkan sejak Shannon belum pindah. Rumah bunda ini dulunya adalah rumah opa dan oma yang diberika kepada Yoona karena dirinya memang anak satu satunya.
Shannon tidak menjawab. Ia hanya mengangguk dan mengisyaratkan Pak Ali agar lebih mundur karena pintu akan dibuka.
“Hehe kenapa pak?”
“Kok ngga keluar keluar saya kira kenapa”
“Main hp dulu bentar. Sepi banget, Ilora?”
“Ilora keluar tadi katanya mau ketemu temennya. Bapak biasa di kantor. Ibu mungkin tidur mbak” Jelas Pak Ali. Shannon membentuk mulutnya menjadi berbentuk O.
“Ke dalam dulu pak”
“Monggo monggo” Balas Pak Ali.
Shannon kemudian melangkahkan kakinya, membuka pintu putih dihadapannya. Dan benar saja, rumah besar ini nampak sangat sepi. Bukan kosong. Sepi. Hanya ada suara televisi yang menyala dengan sangat kecil.
Shannon kemudian mendekat ke sana. Dilihatnya sang bunda sedang tertidur dengan satu tangan menumpu kepala satu lagi memegang remot.
“Ngga berubah” Ucap Shannon lirih. Lalu ia mengambil remot dari tangan sang bunda dan mematikan televisinya.
Sadar seseorang disana, bundapun membuka matanya. Mengerjap kerjapkan dan mencerna siapa yang sedang berdiri di hadapannya.
“Kalo mau tidur di kamar, jangan di sofa. Listriknya bayar” Sapa Shannon kepada sang ibu.
“Orang bunda nonton tv”
“Dihh apaan, tv yang nonton bunda” Balas Shannon lalu berjalan ke arah dapur. Seperti biasa bergerilya.
“Kamu ngapain jam segini kesini? Sakit? Kenapa mbak?” Tanya sang bunda sembari mengikuti jejak anaknya ke dapur. Memang benar ini merupakan peristiwa langka. Pantang bagi Shannon untuk pulang ke rumah bundanya apabila tidak didesak atau ada kepentingan yang tidak bisa ditunda.
“Kenapa si? Ngga boleh ya nona kesini?”
“Ya nggak, aneh aja ngeliat kamu disini ngga ada angin ngga ada ujan jam segini lagi” Heran sang bunda. Benar, dari pada pergi pergi apalagi pulang Shannon akan lebih memilih mengurung dirinya di kantor dengan setumpuk kertas yang tidak ada habisnya.
“Ilora?”
“Keluat ngga tau kemana”
“Ohhhh. Bun”
“Hmm” Balas sang bunda. Mulai sibuk dengan kuaci dari kulkas.
“Dulu pas bunda tau bunda hamil perasana bunda gimana?” Tanya Shannon.
“Yaudah ngga gimana gimana. Kenapa? Hamil kamu?” Tanya bunda to the point
“Orang nanya malah ganti ditanya”
“Ya ngga gimana gimana mbak. Yaudah bunda seneng, bunda takut, sedih, tapi banyak senengnya si”
“Kenapa sedih? Ngga mau bunda punya aku?” Tanya Shannon.
“Lumutnya kalo ngomong” Jawab sang bunda terkejut. Pandangannya dialihkan, dari kuaci ke sang putri.
“Ya sedih. Kabar bahagia tapi bunda ngga bisa kasi tau bapak ibu. Sedih nanti kamu gedenya gimana kalo ngga punya sodara. Takut, bunda khawatir nanti kamu gimana nanti kamu begini nanti kamu begitu” Jawab sang bunda. Shannon masih diam.
“Bunda takut kamu gabisa mbak. Bunda takut kamu harus lahir padahal dunia ini jahat banget. Bunda takut kamu nanti banyak sakit hatinya. Bunda takut gabisa jaga kamu. Bunda takut bunda nglewatin banyak hal tentang kamu. Bunda takut gabisa kasih kamu kasih sayang. Bunda takut kamu ngerasa ngga dicintai nanti.” Lanjut sang ibu. Shannon mulai mengepalkan tangannya. Menahan air mata.
Bunda, selamat. Semua ketakutan bunda terwujud. Nona ngga tau mau ngomong apa tapi Nona terima semuanya bun. Nona rasain semuanya
“Tapi bunda biarin aku lahir”
“Kamu maunya gimana? Ngga usah dilahirin gitu? Bunda pernah denger, katanya, bayi yang lahir itu bayi bayi yang rohnya kuat. Pas dia diciptain dia dikasi liat dulu 'ni kehidupanmu kaya gini ni sanggup ngga?' kalo ngga sanggup mereka pergi. Karna kamu milih lahir jadi kamu itu sanggup. Bunda juga jadi ngga terlalu takut punya kamu” Jelas sang bunda.
Anjrt, bangga banget sama diri sendiri. Bahkan masih dibeda alam aja gue udah bikin keputusan sendiri njir
“Maaf ya mbak” Ucap bunda tiba tiba. Shannon masih diam menatap bundanya.
“Maaf bunda lewatin banyak hal tentang kamu, maaf bunda ngga disana, maaf bunda biarin kamu sendirian, maaf sekali bunda kasih beban berat dipundak mu” Ucap sang bunda, suaranya bergetar. Shannon lalu menunduk meneteskan ap yang dari tadi meronta minta diloloskan.
“Bun” Ucap Shannon menahan suara isakan dengan sekuat tenaga. Bunda mendongak menatap anaknya.
“Nona tau keluarga ini emang berantakan. Tapi nona bangga lahir dari rahim bunda” ucapnya.
Bunda lalu bangkit dan memeluk putri sulungnya. Mencoba memberikan semua kasih sayang yang mungkin belum sempat diperlihatkan. Memeluknya erat. Sangat erat seolah Shannon adalah anak 8 tahun yang sudah paham arti perpisahan.
“Maaf ya bunda telat”
“Nggapapa dari pada ngga sama sekali” Jawabnya terisak. Ibu dan anak ini terisak.
“Bun. Aku hamil” Ucap Shannon. Bunda lalu melepas pelukannya dan kembali ke duduknya bersama kuaci.
“Udah tau” Jawab sang bunda. Shannon masih heran.
“Tau dari mana?”
“Bunda udah hamil dua kali ya. Udah apal banget gimana gimananya. Kamu tu ngga pernah kaya gini. Ngga pernah nempel banget ke Jaehyun, ngga pernah nangisan tapi tiba tiba berubah. Kamu kira bunda ngga tau?”
“Bunda kok mata matain aku”
“Makanya kalo mau mesra mesraan jangan di tempat umum”
“Ngga pernah ya” Bela Shannon.
“Kamu pikir twitter bukan tempat umum? “
“Bunda punya twitter?” Tanya Shannon kaget.
“Kamu nantangin bunda?” Tanya sang bunda.
“Ih bun, jangan, dihapus aja, ngga pantes. Udah mau nenek nenek main twitter, jangan”
“Suka suka bunda orang wifi yang bayar juga bunda”
“Twitter aja kan?”
“Kamu follow tiktok bunda dong mbak” Ucap bunda sembari beranjak mengambil hpnya.
Mati gue
Menjadi orang tua ternyata bukan perkara gampang. Meski diselimuti banyak kebahagiaan, namun ketakutan ketakutan tetap ada untuk saling melengkapi.
Dengan keadaan sepenuhnya sadar, Shannon tau bahwa bukan hanya dirinya yang diselimuti banyak ketakutan. Tapi juga bundanya. Mungkin juga Lia dan mama.
Hanya bagaimana cara kita menutupi itu semua. Tetap merawat dan melapangkan dada. Membuka tangan selebar mungkin dan menguatkan pundak setegap tegapnya, untuk tempat pulang, sang anak.
Keluarganya memang berantakan, tapi ia melihat usaha sang bunda menjahit kembali rasa rasa ditengah tengah keputus asaan, sendirian, untuknya dan ilora. Benar, orang tua pasti mengorbankan segalanya untuk anaknya
Hidup tidak memberikan kita pilihan lain selain dijalani – Jung Jaehyun, Into Everything