It's Just A Space
“Assalamualaikum” ucap Ali di depan pintu rumah Deka. Sontak seluruh penghuni rumahpun menoleh kepada pemuda yang membuyarkan fokus mereka.
“Ali ya? Masuk dulu mas Dekanya lagi disuruh bundanya bentar” kata seorang perempuan yang belum pernah Ali lihat sebelumnya. Rumah Deka mendadak sempit dan penggap, banyak kotak kotak dengan tutup yang berlapis mika di setiap sudut rumah, serta sorak sorakan anak anak kecil yang riuh didengar oleh telinga.
Satu minggu menuju pernikahan mereka, saudara suadara Deka mulai satu persatu berdatangan untuk turut serta memeriahkan acara. Maka, guna menghemat waktu dan biaya, rumah Deka dijadikan sasaran pertama sebelum semuanya melangsungkan pesta di Yogya.
“Bantuin” kata Deka di depan rumah dengan balutan celana kulot berwarna abu abu gelap serta atasan lengan panjang berwarna lebih terang, sedang menyeret kresek merah besar yang terlihat berat, yang Ali sendiri tidak tahu apa isinya.
“Apa si ni?” tanya Ali berlalu keluar membantu wanitanya, mengambil alih beban Deka dan dengan segera ia mengangkat kresek tersebut membawanya masuk ke rumah dengan ringan.
“Bunnn, udah ya? Deka mau jalan” teriaknya ke arah luar dengan maksud agar ibunya mendengar dengan raut wajah yang sedikit kesal. Ali hanya menggeleng gelengkan kepalanya melihat tingkah kekanakan Deka.
“Owalahh wong seminggu lagi juga berdua terus, dimintain tolong gini aja ngamok” balas bunda menyusul masuk ke dalam rumah. Ali kemudian mencium tangan calon mertuanya sementara Deka naik ke kamarnya mengambil tas dan perbekalan.
“Bunda, Deka Ali ajak jalan sebentar ya, nanti jam 10 udah pulang” pamit Ali kepada ibu perempuannya. Bunda tersenyum melihat kesopanan Ali. Selalu. Selalu seperti ini, Ali selalu meminta izin kepada bunda atau ayah ketika ia akan membawa Deka keluar rumah, kecuali di pagi hari. Di pagi ketika ia terburu buru dan Deka dengan santai tanpa dosa meminta Ali untuk menjemput serta mengantarkannya, jika sudah begitu bahkan untuk sekedar berjabat tangan saja Ali tidak sempat. Maka kata 'gue ngga mau nunggu' selalu Ali sematkan disetiap pertukaran pesan mereka, karena jika tidak, Ali akan berakhir membicarakan banyak hal dengan ayah Deka.
“Ih apa si kok jam 10 udah pulang?” rengek Deka kepada Ali dan Bundanya.
“Ya terus mau pulang jam berapa?” tanya bunda sabar.
“Ngga pulang” balas Deka enteng. Ali sontak terkejut dan membelalakkan mata mendengar jawaban Deka. Apa yang sebenarnya Deka pikirkan hingga ia menjawab pertanyaan ibunya dengan enteng seperti ini?
“Hahhahha modus kamu” jawab bunda. Deka kemudian hanya cengengesan seperti tidak melakukan dosa besar, sementara Ali masih terkejut kebingungan.
“Engga bunda, nanti jam 10 Ali pastiin Deka udah nyampe rumah” ulang Ali. Bunda lagi lagi hanya tersenyum teduh menatap calon menantunya.
“Pulang besok pagi juga nggapapa Li, bunda percaya kamu kok” ucap bunda. Ali tertegun, ia bingung harus menanggapi perkataan wanita paruh baya di depannya seperti apa.
“Udah sana berangkat, tu Deka udah kegatelan. Ati ati yaaa” lanjut bunda, lalu Ali mencium kembali tangan bunda disusul Deka di belakangnya, selanjutnya mereka berpamitan pada sanak saudara yang ada dan berakhir melenyapkan diri menggunakan mobil Ali.
“Mau kemana?” tanya Ali menoleh ke Deka yang nampak sibuk dengan ponsel pintarnya.
“Oke, pertama makan, gue laper, kedua beli boba, ketiga jalan jalan ga jelas, keempat beli makan lagi, ke lima carpool ke enam makan lagi, ke tujuh gatau pokoknya sama Ali, ke delapan juga yang penting sama Ali, ke sembilan sama Ali lagi” balas Deka seolah membaca sesuatu dari sana. Ali tersenyum sesekali melihat ke arah gadisnya. Selanjutnya adalah gerakan dimana hp Deka direbut secara paksa oleh Ali, memastikan benarkah Deka memang sunggu sungguh menulis hal tersebut atau hal menggembirakan barusan adalah akal akalan Deka dengan otak ngaconya.
“Apaan si?” kata Deka segera setelah ponselnya berada pada genggaman Ali. Ali lagi lagi tersenyum, tidak percaya, Deka benar benar menulis apa yang harus mereka berdua lakukan malam ini.
“Oke first and second itu di dashboard buka coba. Berarti sekarang kita langsung ke tiga ya?” tanya Ali meminta persetujuan sembari mengembalikan ponsel wanitanya. Deka tertegun, ia menyimpan hpnya di dalam tas dan segera membuka dashboard depan tempat duduknya. Benar saja, bau ayam menyeruak segera setelah Deka tersenyum kegirangan melihat dua kantong ayam goreng dengan dua kantong boba berperisa taro dengan sebuah nota kecil bertuliskan 'Buat Deka.'
“Ini buat gue aja apa lo juga li?' tanya Deka polos sembari mengeluarkan harta karunnya. Ali lagi lagi hanya tersenyum sembari tetap menatap ke arah jalan di depan.
“Buat lo, gue nanti gampang” balas Ali.
Cup
Satu kecupan mendarat di pipi Ali dari Deka. Sontak si pria mengeratkan pegangan kemudinya, hatinya berdegup kencang dan perutnya terasa geli menyerang. Ia menoleh ke arah sang wanita. Deka tersenyum tanpa beban, wajahnya mengisyaratkan bahwa ia benar benar sedang dalam keadaan senang.
“Makasih” ucap Deka kemudian dan mulai membuka makan malamnya.
Malam ini mereka habiskan hanya untuk berdua. Berjalan keliling kota tanpa arah yang jelas, menyetel musik kesukaan mereka dan meneriakkan setiap bait lirik sekencang kencangnya. Hanya berdua, berdua saja hingga waktu menjadi satu satunya hal yang tidak dapat diajak untuk berkompromi bersama.
Terdengar sangat klise tapi memang benar adanya. Waktu terasa berjalan sangat cepat jika dihabiskan dengan orang tercinta, sama seperti Ali dan Deka malam ini. Pukul sebelas lebih ketika Ali memarkirkan mobilnya di halaman rumah Deka yang berdiri tanpa pagar, memulangkan wanita yang masih menjadi tanggung jawab ayah bundanya. Tidak ada percakapan di antara mereka, hanya ada Deka yang memainkan jemari sembari terus menunduk dan Ali yang menatapnya tanpa henti.
“Dek udah sampe” buka Ali akhirnya. Deka mendongak, melihat wajah lelakinya.
“Midnight drive sekalian aja, kata bunda pulang pagi kan nggapapa” balas Deka polos. Wanita ini, wanita yang Ali lihat sebagai perempuan sejak dirinya duduk di bangku SMA, belum pernah menjadi semenggemaskan ini sebelumnya.
“Pulang Dek, minggu depan gue ajakin midnight drive sampe pagi deh” balas Ali. Deka masih menatapnya engga untuk turun dari mobil.
“Kok lo biasa aja si Li?” tanya Deka.
“Hah?”
“Kok lo biasa aja si? Kita mau ngga ketemu lo, seminggu. Lo kok biasa aja si?”
“Yakan cuman seminggu Dek, ab-”
“Yakan?” potong Deka. “Cuman seminggu?” lanjutnya.
“Gue belom selesai ngomongnya, jangan di potong” balas Ali.
“Yakan cuman seminggu, abis itu juga tiap hari bareng bareng” lanjut Ali. Deka enggan bersuara, ia hanya terus menatap manik mata Ali. Merekam wajah tampan yang akan menjadi miliknya selama lamanya untuk bekal seminggu ke depan.
“Seminggu doang Dek, abis itu udah engga, yaaaa?” tenang Ali pada akhirnya. Ia kemudian menarik daksa Deka dan memeluknya erat. Seperti tidak ingin kehilangan kesempatan, Deka balas memeluk tubuh tegap Ali. Tidak ada suara hanya ada usapan lembut di surai dan punggung Deka.
“Nanti kalo gue kangen gimana?” tanya Deka di sela sela pelukan mereka. Ali kemudian membuka daksa. Mengambil sebuah paper bag kecil di bangku belakangnya lalu menyerahkannya kepada Deka.
“Kalo kangen” ucap Ali. Deka tidak menjawab, ia hanya tersenyum menatap Ali setelah tau apa isi kantong kertas pemberian lelakinya. Lagi, Ali selalu punya cara untuk memikatnya.
Sebuah hoodie hitam yang baru Ali cuci dan ia kenakam beberapa kali sehingga wangi tubuh Ali melekat pada kain hangat tersebut.
“Kalo kangen, sebut nama gue tiga kali Dek” lanjut Ali.
“Nanti lo dateng?” tanya Deka polos.
“Engga, yaudah sebut aja si” balas Ali. Deka lalu melemparkan pukulan pukulan kecil ke dada sang lelaki. Ali hanya terbahak dibuatnya.
“Seminggu doang Dek, sabar yaaaa” ucap Ali lalu menarik kembali daksa Deka ke dekapannya. Deka lagi lagi tidak menjawab dan hanya membalas pelukan si pria.
“Bukan lo aja, gue juga takut kangen, tapi gue tahan” lanjut Ali. Kemudian ia membuka pelukan dan mendaratkan kecupan dengan durasi cukup lama di dahi Deka yang sudah lebih dahulu memejamkan mata.
“Sekarang pulang ya?” minta Ali selanjutnya. Deka lagi dan lagi merekam wajah tampan Ali dalam ingatannya, karena mau tak mau Ali akan tetap memulangkannya malam ini. Jadi, alih alih berdebat dan memberontak menyia nyiakan waktu, Deka mengangguk sebagai tanda bahwa ia setuju.
Dengan hati yang berat, Ali lebih dahulu turun dan membuka pintu, memulangkan Deka ke pelukan ayahnya sebelum satu minggu yang akan datang Ali lah yang sepenuhnya memegang kendali. Dengan hati yang berat, Deka ikut turun melangkahkan kaki dan pulang ke rumah dimana seharusnya ia saat ini.
Ayolah, kalian tidak akan berpisah untuk waktu yang lama, hanya sementara, lagi pula, bukankah jarak ada supaya rindu punya teman bicara?