Long Time No See, Daddy
Shannon menatap ragu suaminya yang ada di dalam mobil. Ia sedang berdiri di pinggir jalan untuk menyebrang menuju yang diduga rumah ayahnya.
Jaehyun menganggukan kepalanya dengan menurunkan seluruh kaca mobilnya, seakan mengerti bahwa sang istri minta dikuatkan.
Shannon kemudian menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Lalu segera menyebrang ketika sudah tidak ada lagi kendaraan yang melintas. Berdirilah ia di depan rumah dengan halaman yang cukup luas. Ada seorang anak laki laki yang mengalihkan pandangan Shannon begitu ia tiba disana.
Seorang anak laki laki tidak terlalu tinggi sedang memainkan bola basket sambil sesekali menatap aneh ke arah Shannon. Shannon masih diam disana, ia mengamati rumah ini. Layak, tidak besar tidak pula kecil, benar benar rumah tipe ayahnya.
Tak lama seorang anak laki laki lain keluar dari dalam rumah membawa senampan air berwarna oranye.
“Anjrit, jasjus” Kata anak si pemain basket.
“Protes. Nutrisarinya abis belom beli” Jawab si pembawa nampan.
“Ji, ada ibu ibu aneh di-” Kata si pemain basket lagi. Tetapi ucapannya terhenti tatkala si pembawa nampan sudah tidak fokus pada minuman yang ia bawa tadi. Atensinya sepenuhnya berubah kepada seorang wanita hamil yang terus terusan menatap mereka dari luar halaman. Rumah ini tidak dipagar.
“Mbak nona?” Tanya si pembawa nampan seraya berjalan mendekati Shannon. Sadar dirinya sedang dinotice maka Shannon segera membalikkan badannya dan berjalan menjauh dari rumah ini. Pikirannya sekarang kembali ke tadi malam dimana sang suami menjelaskan bahwa dirinya memiliki seorang adik tiri laki laki yang berusia 17 tahun.
I bet it's you, boy
“Mbak nona” Panggilnya lagi. Kali ini lebih mantap dari pada yang sebelumnya. Shannon menghentikan langkahnya secara otomatis. Belum pernah namanya itu diucapkan oleh orang asing sebelumnya. Ilora, bunda, jeno, mama, papa, ayah, lia, bang uwu, noah, orang orang terdekat Shannon. Namun, suara ini berhasil menginterupsi telingganya, aneh luar biasa.
“Mbak nona” Panggilnya sekali lagi. Tubuh si pembawa nampan kini hanya berjarak beberapa meter dengan Shannon. Shannon membalikkan badanya menatap anak berusia 17 tahun itu. Sementara Jaehyun langsung keluar dari mobil, mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan. Mengingat kedatangan mereka ini hanya diketahui olehnya dan sang ayah.
“Ji” Panggil Jaehyun dari sebrang jalan. Shannon menoleh ke arah suaminya, lalu menatap kembali adik tirinya.
They know each other.
“Mbak nona mau minum apa mbak?” Tanya si anak laki laki.
“Lo ngga punya apa apa gini nawarin orang” Sahut Jaehyun yang keluar dari dalam rumah menghampiri Shannon dan adiknya yang canggung di ruang tamu.
SKSD banget si Jaehyun
“Teh” Jawab Shannon singkat.
“Ngga ada teh mbak, kata ayah ngga usah beli teh karena jarang ada tamu” Jawab si bocah.
“Air putih aja” Balas Shannon.
“Galonnya abis mbak” Jawab si pembawa nampan.
“Jasjus mbak, rasa jeruk. Bentar aku ambilin gelas”Katanya. Ia menyodorkan minuman sisa temannya tadi yang masih beradi di teko. Shannon gemas.
“JI” Ucap Shannon dengan suara tinggi. Yang dipanggil tidak jadi beranjak, yang berstatus suami kaget bukan main.
“Namamu siapa?” Tanya Shannon akhirnya. Ia hanya mendengar suaminya memanggil bocah ini dengan sebutan Ji, begitu pula temannya tadi.
“Jisung mbak. Jisung Lee” Jawabnya.
Lo bahkan punya marga ayah
“Ji, ngga usah, mbak ngga minum nggapapa”
Polos banget Ya Allah. Ini ayah kenapa tega tinggalin bocah sepolos ini sendirian di rumah
Tidak ada jawaban. Jisung mematung di tempatnya. Ia kemudia menatap Jaehyun. Begitu pula dengan Jaehyun. Ia juga menatap Jisung. Aneh. Semudah ini membuat Shannon menyebut dirinya 'mbak' untuk Jisung, padahal ini pertemuan pertama mereka.
Ada banyak hal yang ditakutkan Jisung pada kakak tirinya ini. Ia takut dicap sebagai seorang perebut ayah orang lain. Ia takut akan ditolak dan tidak diakui oleh kakaknya. Ia takut jika sang ayah akan diambil paksa dari dirinya. Ia takut pada Shannon. Ia takut pada hari ini. Hari yang diyakini Jisung sejak ayahnya selalu bercerita tentang dua anak perempuannya yang harus Jisung panggil sebagai kakak, pasti akan datang. And today is the day.
Shannon sebenarnya menanam rasa cemburu. Menghabiskan waktu bersama sang ayah, memiliki marga ayah sebagai nama belakangnya. 24/7 bersama sang ayah membuat sebuah rasa cemburu muncul dalam diri Shannon. Namun Shannon terlalu malas untuk menurutinya. Shannon sudah tidak bertenaga untuk menangis. Untuk marah pada dunia bahwa dirinya juga mengingkan kasih seorang ayah. Dari pada memaki maki Jisung yang tidak memiliki salah apa apa, Shannon memilih menerima semuanya. Marahpun tidak akan mengembalikan masa kecilnya.
Semua keikhlasan Shannon ini tak lain dan tak bukan berkat dukungan sang suami. Selama perjalanan mereka, Jaehyun banyak bercerita tentang hidup ayahnya. Ini itu. Tangisan, penyesalan, amarah, kekecewaan, segalanya. Dari Jaehyun, Shannon sedikit banyak merasakan beban yang juga salam ini ditanggung oleh ayahnya seorang diri. Alasan mengapa ayahmya tidak kembali. Alasan mengapa ayahnya tidak meninggalkan Jisung. Alasan mengapa ayahnya datang pada hari pernikahannya.
Jaehyun ceritakan semuanya dengan maksd agar Shannon menyiapkan mentalnya. Menguatkannya lagi karena mau bagaimanapun hal ini harus dihadapi.
“Ayah pulang mbak” Ucap Jisung ketika mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Shannon menoleh ke arah Jaehyun. Jaehyun mengambil tangan sang istri untuk digenggam. Untuk menyalurkan kekuatan.
“Cucu ayah dateng ya?” Teriak ayahnya dari luar. Shannon kebingungan. Situasi macam apa ini. 16 years no hi, no hug, no kiss dan sekarang sambutannya berupa teriakan daru luar rumah?
Jisung kemudian bangkit disusul Jaehyun menuju ke luar menghampiri sang ayah.
“Mobilnya kok disana Jae, masukin sini belakang mobil ayah” Ucap ayah kepada menantunya.
“Biarin aja dulu yah, bentar lagi aja” Jawab Jaehyun santai. Sementara keduanya membantu ayah membawa tas dan peralatan kerja ayah. Shannon menatap aneh ketiganya dari depan pintu. Seolah mereka sudah lama saling mengenal. Aneh. Mengapa Shannon yang merasa terasingkan.
“Mbak” panggil sang ayah ketika melihat anak perempuannya berdiri menatap kearahnya. Shannon masih diam disana.
“Sehat mbak?” Tanya sang ayah. Shannon masih diam mematung. Menatap heran sang ayah, lagi, apakah tidak ada sapaan yang lebih proper selain yang barusan tadi?
“Ya Ayah liat aku ada kurangnya ngga?” Jawab Shannon. Sarkas. Jaehyun dan Jisung menahan nafasnya.
“Kurang. Hatinya masih sakit” Jawab sang ayah, tak kurang sarkas.
“Ayah yang bikin”
To The Point
Suasana menjadi hening seketika. Baik Ayah, Jisung, Jaehyun bahkan Shannon, keempatnya bungkam. Perasaan menyesal dan perasaan bersalah kembali menghantui diri ayah. Seperti dikorek kembali, luka luka lama yang telah kering tiba tiba menjadi perih kembali. Ingatan ingatan yang telah pudar tiba tiba menjadi kuat kembali. Ayah diam. Jaehyun diam. Jisung diam. Shannon tau dirinya bersalah karena mengucapkan kalimat tersebut, tetapi tidak ia rasakan perasaan tersebut barang sedikitpun.
Today, i just want to be selfish, please, just today.
Ayah lalu membuka setelah beberapa lama.
“Can i hug you, mbak?”
Shannon masih diam, ia menahan tangis sekuat tenaga. Rasanya jika diijinkan ia ingin meluapkan semuanya saat ini juga. Tapi lagi lagi itu bukan kebiasaanya. Hanya dengan Jaehyun Shannon dapat menjadi dirinya sendiri. Sadar akan hal itu, ayah mengikis jarak dan memeluk anak sulungnya. How to feel?
“Mbak” Panggil ayah. Suara ayah ikut serak diikuti air mata yang turun dari matanya.
“Ayah jangan minta maaf. Ayah jangan ngomong apa apa. Mbak nona ngga mau tau. Urusan itu urusan ayah sama bunda. Kalo ayah merasa bersalah sama mbak sama adek, ayah pulang. Ayah balik, udah cukup ayah aku ilora menderitanya. Udah cukup yah. Ayo disembuhin bareng bareng” Kata Shannon di sela sela pelukannya. Melepas seluruh rindu. Melepas seluruh amarah. Melepas seluruh rasa seperti apa kata suaminya.
“Ayah, maaf mbak nona baru kesini sekarang. Maaf butuh waktu yang lama banget buat ketemu ayah lagi” Ucapnya sambil terisak. Sang ayah tak mau kalah. Sejak mengucap kata 'mbak' hingga saat ini, ayah belum sekalipun membalas ucapan Shannon. Ayah hanya menumpahkan segala rasa bersalahnya melalui tangisan. Anaknya yang ingin ia lindungi 24 tahun lalu, kini tumbuh menjadi seorang yang bahkan tidak pernah ia bayangkan akan sebaik ini. Shannon berdiri di kakinya sendiri.
“Ayah minta maaf” kata ayah dengan susah payah sambil masih terus terisak.
“Iyaaa” balas Shannon.