Meet The Life
Deka meraup semua udara sekuat yang ia bisa seolah tak pernah bernafas selama 28 tahun hidup di dunia. Jendela lebar yang berada di ujung ruangan, memberikan akses wanita satu anak ini untuk mengisi setiap rongga paru parunya dengan bebas menggunakan angin bersih karena jatuh bersama air yang sudah mengandung sejak sore tadi. Tetesan tetsan hujan yang terbawa hilir ini, sedikit demi sedikit membasuh wajah Deka yang memang dengan sengaja membiarkan udara segar malam ini menyapu sebagaian wajah canyiknya.
Jika dipikirkan kembali, sudah sangat lama Deka tidak merasa setenang ini. Ketika dirinya mengiyakan ajakan Ali untuk tumbuh bersmaa seumur hidup, adalah waktu dimana Deka tau tidak akan ada hari tenang walau hanya sebentar. Ditambah lagi, ketika Gloria Rudine Aulia, si pembawa kabar bahagia lahir, Deka seolah diingatkan kembali, bahwa setiap nafas yang ia hirup, adalah waktu kacau karena akan selalu ada seorang lagi yang menganggu hidupnya selain Ali, dan Deka, tidak akan bisa menolaknya. Maka untuk menginagt kembali mimpi mimpi dan waktu waktu tentram sepulang bekerja pada hari dulu, hujan malam ini Deka gunakan untuk menyegarkan kembali jiwa jiwa teruskinya.
Tenang. Tenang sekali ia menikmati pelukan bising sendirian hingga sebuah suara membuyarkan lamunanya. Ali menarik kenop pintu ke bawah dengan perlahan agar ia memasuki ruangan, menjangkau tempat sang wanita.
“Tidur juga akhirnya” ucap Ali sangat lega.
“Kamu ngapain?” tanyanya kemudian menyadari Deka sedang menutup jendela.
“Enggak” balas Deka kemudian beralih mencari remot TV sementara Ali, berjalan mondar mandir di depan pintu.
“Kunci gak ya?” gumam sang lelaki nampak kebingungan.
“Ngapain?” tanya Deka seolah mengerti isi otak sang suami.
“Nanti dia masuk lagi?” jawab Ali menoleh ke arah wang wanita. Deka sontak tertawa dengan jawaban polos suaminya.
“You still on that mood?” tanyanya pada sang tuan.
“Kamu udah engga?” tanya Ali kembali polos sekali.
“Hahahahaha, Ali. Buka aja pintunya, kasian nanti dia kalo kebangun lagi. Aku udah gak mood sejak anak masuk tadi hahaha. Tenang sayang masih ada hari besok” jelas Deka sembari diselingi beberapa kali gelak tawa.
“Huh, untung anak aku” balas Ali kemudian menyusul Deka di atas ranjang.
“Sini. i want hug you” balas Deka merentangkan tangan manja. Kemudian jemari mungilnya sibuk menari di atas remot, memilih tontonan mana yang layak ia nikmati berdua dengan sang suami di malam hujan seperti ini, di dalam pelukan Ali.
“Hot chocolate or caffe?” tanya Ali bangkit berdiri, seolah memahami ada yang kirang dari malam mereka kali ini. Deka tersenyum. Ali masih saja Sabima Ali Aulia yang ia kenal sejak dulu, detail dan peka terhadap apapun yang ada di sekitarnya.
“Hot chocolate sounds good” jawab Deka. Ali kemudian berlalu pergi meninggalkan sang wanita untuk membuat pesanan aats penawarannya “you got it, ma'am.“
“Why do benjamin Walker looks so dmn fine in the screen?” rancau Deka ketika setengah film sudah terputar.
“What about me?” tanya Ali menaggapi rancauan sang istri.
“Kamu tu kenapa ya jadi cemburuan banget? It's benjamin Walker, Ali. Nicholas Sparks, dan kamu masih nekat bandingin diri kamu sama dia?” tanya Deka menoleh ke atas, ke arah suaminya melipat satu tangan ke belakang kepala dan satunya lagi, digunakan untuk merengkulnya mesra. Ali tidak menjawab,ia hanya melirik ke bawah, ke tempat dimana Deka berada. Dan di detik itu pula, Deka berani bersumpah dan memaki Ali dalam hati bahwa suaminya malam ini berbeda dari biasanya. Lirikan yang Ali berikan berhasil memporak porandakan keinginan Deka untuk tidak berbuat lebih dari sekedar menikmati coklat panas dan film bersmaa, karena ternyata, dari bawah sini, Ali terlihat begitu sempurna.
“Kiss me then” ucap Ali seolah mengerti hal apa yang ada dalam pikiran Deka.
“Why?” tanya Deka mencoba terdengar setenang mungkin.
“What?” balas Ali dengan suara berat dan lirihnya yang seketika itu pula, membuat sang wanita meremas sisi seprei yang sudah ia tata. Diam diam Deka berdoa dalam hati bahwa suara ini adalah suara Ali yang tidak pernah ia beri dengarkan ke oranglain, baik Maureen ataupun keluarganya karena bariton rendah itu terlampau membuai di telinga.
“Still on that mood, bunda” lanjut Ali di telinga Deka. Hancur. Benteng yang Deka bangun dengan sangat tinggi dan ia harapkan akan sekuat baja ini, hancur dengan satu kalimat dari Ali yang terdengar sangat menngiurkan. Deka sontak memejamkan mata, ketika tangan kekar sang lelaki dengan bebas meraba bagian lehermya. Nafasnya sedikit terburu karena Ali dengan lihai menembakan peluru di titik titik sensual milik Deka.
“BUNDAAAAAAAA” teriak sebuah suara diiringi dengan pintu kamar yang terbanting terbuka, menampakkan seorang gadis kecil berbaju tidur sama dengan beberapa waktu lalu, tengah menangis dengan lagi lagi mengusap matanya.
“Undaaaaaaaaaa” ulang Gloria naik ke ranjang menyusul sang induk berada.
“Hah? Hai hallo, anak aku” balas Deka kelabakan karena tidak mengira bahwa Gloria Rudine Aulia akan kembali datang menganggu kegiatannya untuk yang kedua kalinya.
“Anak bunda sini sini” lanjut Deka merangkul anaknya dengan posisi yang sudah berubah, ia telah duduk dengan canggung sementara Ali, lelaki dengan perawakan cukup tinggi ini sedang bersujud di lantai kamar sembari memukul mukul ubin yang ada karena terlampau kesal aktifitasnya tidak terjadi untuk waktu yang berulang. Bagaimana cara menjelaskan perasaan Ali? kesal, tetapi ai tidak bisa marah karena Glorialah pelaku utamanya.
“Bobo disini” ucap Gloria memeluk Deka.
“Iyaaaa, boleh bobo disini” balas Deka sembari mengusapusap halus punggung sang anak. Mendengar jawaban sang wanita, Ali sontak berdiri dan menatap ke arah dunianya. Bagaimana bisa Deka menjadi segampang ini dengan anak mereka? Lalu bagaimana dengan dirinya? Bagaimana nasib permainan yang telah dimulai tetapi tidak bisa diselesaikan? Ah tidak, bahkan belum dimainkan.
“Apaaa?” tanya Ali tanpa suara ke arah Deka. Ibu dari satu anak itu menatap suaminya dengan kekehan kecil karena menurutnya ini lucu. Gloria Rudine Aulia nampaknya tau maksud jahat sang papa hingga ia datang menyelamatkan sang ibunda, dua kali.
“Papa?” tanya Gloria setengah menutup mata, merasa nyaman dalam dekapan Deka.
“Iya sayang, bobo sini ya” balas Ali ikut ikutan mengiyakan permintaan Gloria. Masih berdiri di samping ranjang, Ali kemudian menatap teduh kedua wanita di hadapannya. Deka yang dulu selalu kekanak kanakan, kini dengan dewasa menenangkan buah hati mereka yang tertidur dengan resah dalam dekapnya. Deka yang dulu menolak setengah mati kehadiran Gloria, kini menjadi gerda terdepan yang akan selalu mengiyakan permintaan sang buah cinta. Percaya atau tidak, tapi Ali benat benar sudah tumbuh dan banyak berubah bersama Deka.
“Ali? Kecilin TVnya” ucap Deka. Sadar sang wanita meminta sesuatu padanya, Ali kemudian menuruti permintaan Deka.
“Aduh, anak aku anak aku” ucap Ali bergabung bersama anak dan istrinya di atas ranjang, sesaat setelah tontonan di hentikan.
“Ganggu banget, ahh” lanjutnya sedikit kesal sebelum ia melemparkan tatapan penuh harap ke arah sang wanita. Deka kemudian membalasnya dengan kekehan kecil, membayangkan betapa bercandanya malam ini kepada ia dan sang suami. Seolah terkoneksi ke dalam orak sang istri, Ali juga turut mengudarakan tawa m=menginagt kembali bagaimana aktivitas malam mereka harus berehnti karena gangguan yang tak akan bisa tolak bagaimanapun bentuknya.