Not Me, But They Know That I Miss You
Suara khas yang keluar dari sebuah keyboard yang terus menerus ditekan agaknya telah menjadi sahabat bagi telinga Shannon. Bau kopi yang menyeruak tiga jam setelah ibu dari dua anak ini mendaratkan diri dengan selamat juga telah menyapa hidungnya ratusan kali. Jemari kakinya yang tadi dibungkus oleh pump shoes berwarna coklat muda juga telah diganti oleh sepasang sandal rumah yang nyaman.
Walau meninggalkan bekas merah pada punggung kaki serta kaki bagian belakang, Shannon tidak pernah mengganti sepatu pemberian Jaehyun karena sudah teramat nyaman ia kenakan. Kemanapun, kapanpun, sepatu ini bahkan menjadi saksi bisu dari awal dibangun hingga runtuhnya rumah tangga mereka berdua.
Selain tempat tempat yang indah, sepatu dengan ukuran 39 centi ini juga Shannon gunakan untuk menginjakan kaki di pengadilan tat kala gugatan cerai ia layangkan pada sang mantan suami satu tahun silam. Jika ada sahabat dekat yang akrab dengan Shannon selain Lia, maka pump shoes coklat muda ini jawabannya.
Kepalanya pening seiring dengan matanya yang mulai mengering karena terlampau lama berpaku pada layar monitor di depannya. Dulu, jika sudah begini, ponsel Shannon akan dihujani ribuan pesan dari mantan suami untuk segera mengakhiri pekerjaannya karena anak anak mereka menunggunya di rumah, atau bahkan ancaman jika Jaehyun akan meruntuhkan gedung 27 lantai itu jika Shannon tidak segera pulang dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Namun malam ini berbeda. Sejak satu tahun yang lalu, mau berapa lamapun Shannon berada di kantor, atau bahkan ia tidak pulang sekalipun, tidak ada yang merecokinnya karena hubungannya dengan Jaehyun, si tokoh utama telah selesai.
Rumah yang dulu ia paku menjadi hal paling pertama yang ingin Shannon datangi ketika dunia memberinya setumpuk pekerjaan, kini berubah menjadi hal paling menakutkan yang pernah ada dalam hidupnya. Rumah yang dulu ingin ia tinggali sepanjang hari walau dirinya diseret secara paksa oleh panggilan panggilan dari Lia maupun rekan kerjanya yang lain sehingga mau tau mau si empu harus meninggalkannya, kini menjadi tempat yang tidak pernah ingin ia datangi. Jika rumah adalah tempat ternyaman untuk bersandar, maka wanita tiga puluh dua tahun ini akan menamai kantornya menjadi rumah. Selain mengalihkan atensi, bayangan sosok Jaehyun yang akan memeluknya erat ketika dunianya runtuh juga menjadi cambuk menakutkan bagi wanita ini.
Lamat lamat ia dengar suara seorang laki laki sedang bercakap cakap dengan lelaki lain dari balik pintu kaca ruangannya. Entah benar atau bukan, tapi tawa Jaehyun sangat nyaring di telinga sang puan, hingga detik selanjutnya Shannon mengangkat kepala. Memaku tatap pada jalur utama guna melihat siapa saja yang nanti akan membukanya, memastikan bahwa otaknya sekarang benar, bukan halusinasi karena Jaehyun yang sekarang sedang ia rindukan di dalam hati.
“Terus mau lanjut di mana, pak? Udah ada pandangan?” tanya seorang lelaki yang Shannon hafal benar siapa gerangan.
“Maunya ambil broadcasting pak, tapi saya masih bingung nanti prospek kerja kedepannya gimana” balas salah seorangnya lagi yang diyakini lebih tua dari yang sebelumnya.
“Suruh masuk dulu aja, pak, yang penting dia jalaninnya seneng, masalah kerja nanti belakangan, rejeki orang beda beda” balas yang lebih muda.
“Hehe iya pak, rejeki juga ngga ada yang tahu. Makasih Pak Jaehyun kopinya, tau banget saya jaga malem” final seorang yang lebih tua lalu dibalas tawa dan beberapa kata oleh Jaehyun hingga suara salah seorangnya lenyap di dengar telinga. Shannon masih tidak mengalihkan pandangnya dari pintu. Menunggu sang pria masuk dan mengutarakan apa maksud kedatangannya.
Benar saja, sejurus kemudian kaca tebal yang membatasi daerah teritorial Shannon terbuka, menampilkan Jaehyun dengan kedua tangan penuh kantong, membuka pintu kerja sang mantan istri tanpa mengetuknya terlebih dahulu, menginterupsi malam dan pekerjaan Shannon tanpa izin tetapi juga tida ada intervensi yang sang puan berikan.
Begitu melihat sosok sang mantan suami benar benar berdiri di hadapannya, Shannon kemudian kembali mengalihkan atensinya ke kertas dan komputer yang sudah menemaninya sedari tadi. Malas sekali pikir wanita ini. Sementara Jaehyun di seberang sana, dengan pakaian santai berupa bawahan training, hoodie serta jam tangan, dompet dan kuci mobil yang tampak keluar dari kantong celananya, tetap berdiri di seberang meja setelah meletakkan perbekalan dan mulai mengeluarkan ponselnya. Tidak ada percakapan bagi keduanya. Shannon yang entah masih fokus atau sedang mencoba memfokuskan diri ke mesin dan kertas kertas penuh isi, dan Jaehyun yang mulai mengubungi seseorang di malam dinginnya bersama sang mantan istri.
“Halloo, kok belom tidur?” tanya Jaehyun sembari menjauhkan ponselnya dari muka. Shannon sontak menoleh ke arah suara.
“Papa pulang jam berapa?” tanya seorang anak perempuan dari seberang sana.
“Nanti dong. Kan papa bilang nanti. Kakak mana?” tanya Jaehyun lagi kini berjalan mendekat ke arah sang wanita.
“Bilangin mama kalo udah ketemu, kakak marah” ucap Jodi tiba tiba terdengar di telinga kedua orang tuanya. Jaehyun sedikit melirik ibu dari anak anaknya sebelum kembali menjawab pertanyaan sang anak pertama. “Kan mama kerja, udah papa bilangin kan? Mama ngga sengaja sayang, ini papa lagi sama mama, mau ngomong ngga?” balas Jaehyun lalu memberikan ponselnya kepada Shannon.
“Hallo there? Guysss what's time now? Kok belum tidur?” sapa Shannon kepada anak anaknya. Ia menyandarkan punggung pada sandaran kursi sementara Jaehyun masih berdiri di belakangnya. Aroma kopi yang tadi begitu kuat dalam indera penciumannya kini berganti menjadi wangi tubuh Jaehyun yang selalu menjadi candu. Wangi ini. Wangi ini yang ia cari ketika pening dan rasa lelah menghajarnya habis habisan karena pekerjaan yang terus menerus berdatangan. Wangi ini. Wangi ini yang ia cari kita pukul dua malam ketika Shannon kehilangan daksa hangat yang selalu memeluknya. Wangi ini. Wangi ini yang ia cari bahkan ketika hakim dengan tegasnya menyebutkan status mereka berdua yang tak lagi menjadi sepasang suami istri. Wangi ini. Wangi ini masih menjadi juara pertamanya.
“Mamaaaaaaaa, i miss you” balas Samara dengan mata yang berkaca kaca.
“Mama miss you too, maaf ya kemaren mama harus pergi, tapi ini udah pulang lagi kok” balas sang mama. Jaehyun kemudian menepuk punggung sang wanita, memberikannya isyarat agar ia berpindah ke sofa dan mengistirahatkan tubuhnya dengan berbicara kepada anak mereka barang sebentar saja.
“Pulang kemana? Ke sini kan? Ke rumah sini kan?” tanya Jodi tiba tiba. Shannon sedikit tersenyum kecut mendengar pertanyaan si sulung.
“Mama pulang kesini aja, enak, nanti kita tidur lagi berempat, ya ya ya?” rengek Samara kepada ibundanya. Shannon dibuat bungkam dengan permintaan anak anaknya. Pasalnya, ini bukan kali pertama Jodi dan Samara meminta sang ibunda untuk datang ke rumah papa. Rumah dimana mimpi mimpi milik Shannon dan mantan suami dibangun lalu juga diruntuhkan begitu saja, ketika satu kata cerai keluar dari mulut si pria. Rumah tempat Jodi dan Samara tumbuh. Rumah yang dulu Shannon tau benar apa artinya.
Ada luka lama yang terkuak kembali ketika wanita dua anak ini membayangkan nyamannya rumah yang sekarang mantan suami dan anaknya tinggali. Benar. Nyaman. Rasa nyaman yang ia punya kini tak lagi ada. Maka untuk tetap melanjutkan hidupnya, Shannon yang memilih pergi karena rumah yang dulu ia imani baik, nyatanya malah menjadi hal yang terlampau menyakiti.
“Nanti sayang ya? Eh engga deng, besok mama jemput kita main, ya?” janji Shannon pada Jodi dan Samara yang dibalas dengan rengekan serta ucapan ucapan tidak terima karena, besok, agaknya terlalu lama untuk mereka berdua. Maka untuk menutup kekacauan yang ada, Shannon menyuruh kedua belahan jiwanya untuk segera menjemput mimpi mereka, dengan dalih bahwa besok pula mereka harus melanjutkan studinya.
“Ini apaan?” tanya Shannon meletakkan handphone Jaehyun di sisi meja sedikit lama setelah kedua anaknya menutup panggilan televon. Memperhatikan wallpaper handphone yang Jaehyun pasang sebagai latar utamanya. Lalu menaruhnya di ujung meja dan kemudian mulai membuka kresek kresek besar yang tadi datang bersama dengan sang pria.
“Makan aja” balas Jaehyun acuh. Semenjak ponselnya diambil alih oleh sang mantan istri, ternyata Jaehyun juga mengambil alih pekerjaan Shannon. Ia memasang kaca matanya yang entah dari mana ia dapatkah lalu mulai berkutik dengan kertas dan berbagai macam laporan.
“Kamu udah makan?” tanya Shannon sembari membuka beberapa kotak makanan yang Jaehyun bawa.
“Mas, kamu udah makan?” tanya sang wanita kembali karena tak mendapatkan jawaban. Suara ketikan yang semula mengudara kini lenyap seiring dengan tatapan Jaehyun yang berpindah menjadi memaku pandang ke arah sang wanita.
“Udah” balas Jaehyun singkat lalu kembali menarikan jamarinya di atas mesin ketik.
“Mbak masak apa?” tanya Shannon kembali.
“Dikirimin bunda” balas Jaehyun kembali. Shannon lalu menghentikan aktivitasnya. Terkekeh kecil karena mendengar jawaban sang suami yang terlampau menggelikan.
“You are still her favorite” balas Shannon menatap kosong ke arah kotak makanan.
“I am, and yours also” balas Jaehyun lagi lagi tanpa menoleh ke arah Shannon. Sementara yang wanita terkekeh. Tidak menerima ataupun menolak, karena benar, hingga sekarang, masih Jaehyunlah yang berdiri di urutan pertama.
“Makan aja, nanti aku beresin. Atau kamu kalo cape pulang aja. Aku juga mau pulang, ditunggu anak anak” final sang lelaki sebelum tidak ada lagi jawaban yang mengudara dari bibir sang mantan istri. Damai. Jaehyun melihat Shannon memejamkan matanya dengan damai walau make up masih betengger dengan rapi dan makanan masih terbuka lebar di pangkuan. Beginikah wajah Shannon ketika terlelap? Ah enam tahun bersama, ingatan ingatan terakhir yang otaknya rekam adalah penampakan murka karena adu mulut yang selalu mereka lakoni di malam hari. Beginikah wajah Shannon ketika terlelap di hari hari mereka tidak bersama? Cantik. Walaupin memorynya buruk, tetapi Jaehyun ingat benar, bahwa wanita yang menjabat sebagai posisi ibu dari anak anaknya ini selalu cantik.
Terdengar suara helaan nafas panjang yang Jaehyun berikan ketika mantan istri sekaligus wanita yang masih ia cintai ini terlihat begutu berantakan terlelap di hadapannya. Kantong matanya tidak menghitam, bahunya masih kokoh, kakinya masih tegak, tapi rambut Shannon tidak pernah lebat, kulitnya pucat, bahkan hidungnya merah karena lebih sering terserang flu dari pada membau wewanggian yang dulu suka ia kumpulkan. Kemana perginya nyawa sang puan? Sebelum tubuhnya ia pindahkan merapat ke daksa sang wanita, Jaehyun sedikit berbenah dan tak lupa mematikan komputer tempatnya tadi bekerja.
Tak butuh waktu lama bagi Jaehyun untuk ikut merebahkan kepala dan merekam paras cantik yang dulu selalu penjadi pemandangan terakhir sebelum ia memejamkan mata, sekaligus hal pertama yang ia temukan ketika matanya terbuka. Shannon masih sama. Wajahnya masih cantik walaupun banyak luka dan air mata yang pasti melalui setiap lekuk indah di atas wajahnya. Seerti keyakinan yang ia pegang teguh sebelumnya. Persis. Cantik. Masih sama. Shannon masih sama. Hidung tinggi serta bulu mata lentik itu masih saja Jaehyun kagumi walaupun sudah setahun kebelakang tak menyapanya dengan cium mesra di dahi.
“Kita kenapa ya Shan, bisa sampe begini?” “Salahnya dimana ya? Aku kurang apa? Kamu kenapa susah bangeg dibilangin? Maaf ya, kamu jadi harus tanggung semuanya sendirian”
Ucapan ucapan penyesalan yang tak pernah keluar dari mulut sang tuan. Ia hanya terus memandang Shannon yanh terlihat begitu damai dan nyaman dengan keadaanya sekarang. Entah seberapa lelah ia tahan sendirian hingga untuk makan malampun rasanya sudah tak bertenaga. Tidak ada gerakan yang Jaehyun ciptakan. Ruangan ini hanya diisi dengan dentingan jarum jam yang terus berputar memperpendek waktu kebersamaan memulangkan rindu bagi kedua mantan.
Alih alih mengecup. Jaehyun hanya ingin mendekap. Memeluk Shannon erat dan berkata bahwa semua akan baik baik saja, memulangkan maaf yang sedalam dalamnya karena kata terlarang dalam pernikahan ia ucapkan dengan emosi yang teramat sangat kepada sang puan, merengkuh kembali sang mantan istri dan membisikan kalimat kalimat manis menenangkan bahwa tak apa jika Shanmon ingin bergantung kepadanya. Namun lagi dan lagi. Ini hanya keinginan Jaehyun. Karena semua hal yang ingin ia ucapkan, tertanam dalam hatinya dalam dalam.
“It's you, it's always been you”
Lalu, mau bagaimana kalian ke depannya?