One Last Hug

Jodi mendapati seorang wanita dengan pakaian lengan panjangnya yang sudah digulung naik hingga ke siku, cepolan rambut berantakan yang asal seolah wanita ini tidak mempunyai cukup waktu hanya untuk menata rapi rambutnya sendiri atau entahlah, mungkin ia sudah merasa nyaman hingga tak perlu terlalu menyiapkan diri untuk berada di ruangan ini.

Sebuah tas jinjing dengan selempang panjang berwarna hitam menempati sisi lain pantri marmer berwarna hitam bergaris putih dengan sebuah setelan luar berwarna senada yang juga menumpang dari padanya karena wanita yang diduga duga menjadi pemilik dari dua barang tersebut tengah sibuk sendiri hingga tak menyadari bahwa Jodi sudah dua menit berdiri memperhatikannya.

“Maa?” sapa sang anak pertama akhirnya membuat Shannon tersentak tak sengaja. Sembari membalikan badan dan menolehkan kepala, sebuah kata balasan keluar begitu saja dari mulutnya “Kak? kaget” balas yang lebih tua.

“Maaf. Mama ngapain?” tanya Jodi kembali sembari mendekat seolah menutup mata ketika ibunya tengah memasakkan sebuah hidangan khusus seperti dahulu ketika, hari hari ayahnya sedang menjadi amat sangat menjengkelkan, atau ketika ayahnya tiba tiba pulang dalam keadaan lemas dan pucat karena beberapa hal jahat mencoba menyerang kekebalan tubuhnya, atau ketika ayahnya tengah merajuk dan ibunya harus sedikit membujuk, maka Bubur Manado dan sepotong ikan asin akan menjadi solusi untuk semua permasalahan ini.

“Biasalah. Mau kemana, Kak? Udah baikan? Kok bawa tas? Katanya hari ini nggak kelas? Mama yakin kamu masih pusing, di rumah aja” cecar Shannon kepada anak laki lakinya. Jodi sontak tersenyum dengan manis sembari mulai terbayang kata kata ayahnya pagi tadi “mamamu ngomel lagi, Kak, heheh lucu banget” sembari menarikan jari di atas ponselnya.

“Papa bener, mama yang ngomel gini emang lucu. Jodi kangen diomelin mama tiap hari” batinnya dalam hati.

“Satu satu, Ma. Ada kepanitiaan yang nggak bisa diskip jadi Kakak mau ke kampus bentar. Ngojol kok tenang aja. Nanti pulangnya nebeng Ara” jelas Jodi kepada ibundanya. Shannon hanya menatapnya putus asa sembari menghelakan nafasnya kasar. Sama saja, baik ia, mantan suaminya, Samara, dan Jodi sama saja, keras kepala dan penggila kerja. Jika sudah begini, ingin protespun Shannon telan sendiri karena mau bagaimana juga, sifat anak anaknya merupakan turunan dari ia dan mantan suaminya.

I'll take care of me, Ma. Aman. Minta tolong mama jaga papa sebentar aja, yaa” lanjut Jodi sembari merangkulnya sekejap kemudian membubuhkan cium di kening sang ibu. Shannon Adeline masih tidak berontak. Ia membalas pelukan si sulung dengan hangat seolah Jodi adalah balita munggil berusia lima tahun yang menangis meraung bersama saudara kembarnya karena akan ditinggalkan untuk ke kantor barang sebentar.

“Hati hati , Kak” ucap Shannon ketika Jodi membuka pelukan kemudian melangkah ke luar.

“Ma?” panggil Jodi kembali yang sebenarnya sudah cukup jauh dari tempat surganya berada, dengan tiba tiba memanggil sang mama hingga membuat aktifitas Shannon yang semula dilanjutkan menjadi terhenti kembali.

“Aku nggak mau punya adek lagi, ya” pesan Jodi kemudian. Shannon sontak melemparkan sebuah penggorengan yang sedang ia pegang. Agaknya guyonan yang selalu Jodi berikan ini belum juga membuat Shannon merasa harus memaklumi.

“Sembarangan” balas Shannon dengan geram yang kemudian terdengar suara tawa memenuhi telingga. Jodi meninggalkan ibunya dengan rasa puas dan bahagia.

Sepuluh menit sejak masakan yang ia gelutkan siap dihidangkan, ibu dari dua anak ini menatap rak cuci piring dekat wastafle yang sudah rapi persis seperti kebiasaannya sehari hari. Setelah memasak, meninggalkan dapur dengan kerapian adalah sebuah keharusan. Wanita dengan pakaian berwarna hitam ini kemudian melangkahkan kaki ke atas untuk melihat mantan suaminya yang tak bersuara sejak ia tiba. Bahkan mungkin, Jaehyun tidak mengetahui bahwa Shannon saat ini berada dirumahnya.

Berbicara mengenai rumah, rumah yang saat ini Jaehyun dan kedua anaknya tinggali, merupakan rumah pertama yang ia dapatkan secara cuma cuma dari orang tuanya ketika ia secara resmi berganti status sebagai seorang suami. Rumah ini merupakan rumah dengan segala mimpi akan bahagianya masa depan yang Shannon susun pukul dua malam bersama Jaehyun dan buah cinta mereka. Rumah ini adalah rumah yang dulu selalu menjadi pelindung bagi dua manusia yang kehilangan arah, serta menjadi saksi bisu atas tawa dan tangis Jaehyun bersama mantan istrinya. Rumah ini, rumah yang Shannon tinggalkan karena jika ia yang harus tinggal setelah sebuah badai besar menerjang, mungkin ia tidak akan bisa bernafas saat ini karena jiwanya pergi disiksa langsung oleh kerasnya kenang dan pahitnya kerinduan. Maka pergi menjadi salah satu bentuk pertahanan diri yang Shannon miliki sementara sang mantan suami, memilih menetap dan merawat apa yang dulu mereka punya, sebagai salah satu bentuk penebusan dosa dengan tetap melangitkan doa bahwa suatu saat nanti, jika keajaiban memang benar adanya, Shannon akan berlapang dada membuka kembali hati dan pulang ke pelukannya.

Mari kita kembali ke seorang wanita yang tengah memutar kenop pintu dengan sunyi kemudian mengintipkan kepalanya dengan hati hati guna melihat keadaan lelaki yang sudah tak sadarkan diri sejak pagi ini. Seperti biasa, kamar utama rumah ini gelap dan terasa dingin seperti hati milik sang penghuni. Semenjak sepeninggalan Shannon, Jaehyun memang dikenal enggan membuka kembali halaman cintanya karena tidak ada ibu dari anak anaknya di dalam sana, atau mungkin, perasaan dingin yang Shannon rasakan ini hanya karena air conditioner yang dinyalan dalam suhu yang teramat sangat. Entah, hanya Jaehyun yang punya jawabannya.

Setelah memastikan bahwa matanya tidak bisa melihat apa apa, Shannon kemudian memberanikan diri untuk masuk ke dalam sana dan mulai meraba dinding, mencari dimana saklar lampu berada. Tidak ada perasaan bingung bagi Shannon. Tubuhnya bergerak secara otomatis seperti sudah terbiasa mengingat letak setiap benda walaupun sendirinya tak pernah lagi masuk ke ruangan ini semenjak ketuk palu di pengadilan beberapa tahun yang lalu.

“Adekk?” ucap Jaehyun dengan bariton beratnya. Ada desir asing yang Shannon rasakan ketika Jaehyun mengudarakan suara. Suara bangun tidur yang dulu selalu ia dengarkan setiap pagi dan entah bagaimana dan kapan mualinya, diktum ini menjadi salah satu kesukaannya.

“Adekk? Nak? Tolong bantuin papa sebentar buat bangun hari ini harus tanda tangan berkas” ulangnya dengan mata memicing dan tubuh terbaring sesaat setelah lampu ruangan dinyalakan.

“Udah sarapan belom sayang? Kakak?” lanjutnya ketika tidak ada balasan dari sekian banyak pertanyaan yang ia keluarkan.

Srekkkkk

Lagi. Bukannya jawaban, telinga Jaehyun malah mendengar seseorang melangkah masuk lebih jauh dan membuka tirai dengan gampangnya. Sontak ayah dari dua anak ini, duduk membangunkan diri dengan tergesa kemudian memaksakan membuka mata. Ingatannya pergi ke hari hari dulu dimana Shannon selalu menyalakan lampu sebelum membuka gorden gorden raksasa setiap pagi hari tiba. Walaupun pening masih enggan meninggalkan kepala, ketika netranya dibuka, ia menangkap seorang wanita dengan jeans melekat sempurna pada kaki jenjangnya, tengah menarik selambu selambu penghadang cahaya karena tidak menemukan remot yang dulu selalu ia gunakan.

“Shan?” sapa Jaehyun terkejut. Suaranya kali ini kembali normal seperti biasa karena sepertinya pula, kesadarannya telah memenuhi jiwa.

“Tanda tangan apaan jam segini? Ini udah jam 2 siang. Kalo aku jadi klien kamu, kayanya udah aku batalain aja kontraknya. Jengkel” balas Shannon masih memaku tatap pada selambu selambu besar kemudian membuka cendela dengan akses ke balkon ruangan mereka.

Shit” balas Jaehyun sontak mencari dimana ponsenya berada. Dan benar saja, berpuluh puluh panggilan dari sekretarisnya ia lewatkan karena sedang berada di ketidak sadaran.

See? Makan dulu, i got you meal” balas Shannon setelah urusannya membuka ventilasi selesai. Ia mendapati Jaehyun dengan wajah menyesal sembari menarikan jemarinya dengan lincah di atas ponsel pintarnya entah pesan kepada siapa. Saking sibuk sendiri Jaheyun dibuatnya, ia tidak memperhatikan bahwa Shannon telah berlalu meninggalakn ruangan.

Lima belas menit berlalu sejak Shannon kembali ke dapur dan duduk dalam diam menuggu mantan suaminya untuk bergabung, tidak ada tandap tanda kehidupan yang Jaehyun berikan. Maka untuk mengurangi rasa kesal, Shannon kembali naik untuk sekali lagi memastikan hal apakah yang mengganggu gerangan. Bukan sebuah kesegaran atau Jaehyun yang terlihat kembali segar setelah mandi atau hal lain yang Shannon pikir sedang sang lelaki kerjakan, melainkan suasana kamar yang kembali sunyi serta seorang manusia yang kembali tertidur dengan selimut tinggi.

“Astagaa, kirain mandi atau ganti, malah balik tidur” keluh Shannon sembari berjalan mendekat.

“Masss?” panggilnya pelan.

“Mass?” ulang Shannon dengan sedikit gerakan menguncangkan tubuh mantan suaminya. Tidak ada jawaban yang Shannon dengar hingga kemudian ia berinisiatif untuk memeriksa suhu badan sang pria berjaga jaga jika hal buruk mungkin terjadi malam ini.

Telapak tangannya seketika terasa panas ketika bersentuhan dengan dahi Jaehyun yang sempit dan proporsional jika bersanding dengan wajahnya yang tampan. Seolah mendapat lampu merah untuk meninggalkan, wanita 30 tahun lebih ini akhirnya memilih untuk mengompres dan merawat mantan suaminya hingga setidaknya anaknya kembali dan merawat sang papa.

I know you want the best tapi jangan nyiksa diri sendiri begini, Mas” ucap Shannon sendirian ketika Jaehyun hanya memberikan hembusan nafas teratur tanda bahwa dirinya sudah jauh dalam alam tidur. Matanya memaki tatap pada damainya dunia sang pria yang memejamkan mata. Otaknya kembali mengulang kejadian kejadian menyenangkan hingga raungan tangisan yang ia lalui sendirian ataupun berdua di hari lalu. Bagaimana bisa sedekat itu kemudian menjadi sejauh ini sekarang?

“Baringan aja kalo cape, Shan. Aku nggak akan ngapa ngapain. Tapi tolong pulangnya nunggu anak anak di rumah” balas Jaehyun dengan matanya yang masih terpejam. Meleset, dugaan Shannon tidak seakurat itu. Jaehyun tidak tidur senyenyak itu hingga ia masih sempat membalas gumaman Shannon seorang diri. Seolah mendapat izin, ibu dari dua anak ini kemudian membaringkan diri dengan hati hati seolah tak ingin membangunkan sang lelaki walaupun ia tahu Jaehyun tidak tidur sedamai itu.

Lima, sepuluh, lima belas menit Shannon berdiam diri menatap wajah Jaehyun yang terpejam yang kebetulan juga sedari tadi menghadap kearahnya. Seoalah enggan membuang buang waktu yang ada, Shannon merekam wajah tampan mantan suaminya sepuas matanya menatap hingga ia merasa bahwa ia tak akan lupa bagaimana paras rupawan sang mantan ketika nantin dirinya harus kembali ke peraduan. Yang kenyataannya, walau tidak diberikan waktu untuk diam dan mengingat wajah Jaehyunpun, Shannon masih akan selalu terbayang setiap bentuk benda yang Tuhan ciptakan untuk lelaki ini.

Ada yang berbeda ketika matanya menelisik lebih jauh tentang mata hidung, pipi dan segala macam hal yang ada di muka sang suami. Garis garis halus yang mulai nampak di area mata dan jidatnya ini, dulu tidak ada. Jika boleh dianalogikan, mungkin garis garis halus ini sama seperti lingkaran cincin di sepanjang batang pohon kepala yang digunakan untuk membaca seberapa tua usia mereka. Dengan ini Shannon kemudian menyadari, bahwa ia dan mantan suaminya mungkin sudah terlalu lambat untuk kembali.

“Kamu bisa nyari pengganti aku, Mas. Biar kalo sakit begini ada yang rawat” monolog Shannon dengan suara yang lirih dengan mata yang memaku tatap pada ciptaan Tuhan di hadapannya. Miris.

I dont mean it. Aku gak bermaksud nyiksa kamu. Kamu boleh pergi, kamu boleh keluar dari rumah ini. Sorry, J” lanjutnya.

Open your heart, if i dont, i swear that another will

I love you too, but it's hurt” akhir Shannon pelan sembari mencium kening sang tuan setelah perhitungannya mengenai tidur atau belumkah lelaki di hadapannya kali ini.

Stay a while. Please” balas Jaehyun yang ternyata lagi dan lagi belum sepenuhnya menutup mata. Tangannya kini bergerak dengan tidak ragu memeluk pinggang wanita di sebelahnya seperti dahulu. Kepala dan badannya bergerak sedikit maju sembari membenam di ceruk leher sang puan.

“Mas, lepas” elak Shannon sedikit tersentak, tak menduga bahwa sang pria masih saja terjaga, sembari mencoba menyingkirkan tangan kekar yang mengalung dengan kuat di pinggangnya. Jaehyun kemudian membuka mata, membuat jarak sehingga ia bisa menikmati wjaah canti sang mantan istri.

One last hug. Kasih aku satu lagi kesempatan Shan. Kalo kali ini belum bisa tebus kesalahan aku dulu, i swear ill leave you” balas Jaehyun masih enggan merelakan dekapan.

“Mas?” balas Shannon dengan suara bergetar.

“Biarin aku peluk kamu sekali ini aja. Kalo ini yang terakhir aku gak papa, sekali ini aja Shan” balas Jaehyun putus asa dengan mata yang tampak berkaca kaca. Sepertinya ia melihat bahwa tidak ada lagi masa depan bersama Shannon di dalamnya.

Drttttttt drttttttt

Suara lain membuyarkan sesi melepas rindu pasangan ini. Jaehyun kemudian bangkit dengan sedikit kesal dan membalas sebuah pesan dari entah siapa lagi yang mengganggunya.

“Aku pulang, yaa. Nanti anak anak balik, gak enak kalo liat kita begini” pamit Shannon mencoba keluar dari lingkaran api.

“Anak anak pulang malem itu udah izin. Aku kalo sakit harus dipeluk, Shan, biar cepet sembuh. Stay a while” balas Jaehyun sembari melempar ponselnya asal dan kembali memeluk guling tidur kesayangannya yang hilang sejak ia menyalahi janji sehidup semati.

Okayy” balas sang puan pasrah. Lagi dan lagi ada desir aneh yang Shannon rasakan. Namun alih alih menolak, ia malah mengusap halus rambut bagian belakang sang lelaki berharap Jaehyun agar segera tenang dan kembali ke alam mimpi, kemudian ia akan terbangun dengan gembira esok hari.