Our First Home
Aleeah tengah menunggu seorang laki laki di depan sebuah kamar dengan pintu tertutup rapat sembari mencolokkan senter hp kesana kemari. Malam ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Tentu dengan perjanjian yang mereka buat sebelumnya, maka kamar mereka pun terpisah.
Setelah lelah seharian menikah, nampaknya takdir tak berpihak pada sepasang pengantin baru ini. Pasalnya ketika mereka baru saja mendaratkan punggung di kamar masing masing pada rumah pemberian sang mama, tiba tiba saja listrik rumah mereka padam.
Bukannya tak bisa. Aleeah telah mencoba menaikkan saklar tetapi hasilnya nihil. Lampu tetap tidak menyala. Jika sudah begini, dulu ia akan memanggil Lucas untuk membenarkan aliran listrik unitnya. Namun keadaan kini telah jauh berbeda , dan mau tidak mau ia harus meminta tolong pada satu satunya manusia yang serumah dengannya. Johnny Seo a.k.a sang suami.
Cklekk
“Astagfirullahhhhhh” ucap Johnny ketika ia membuka pintu kamarnya. Pasalnya ia temukan seorang perempuan benar benar sedang berdiri di depan pintu dengan bahasa tubuh ketakutan.
“Kamu ngapain le? Jantung saya, astagfirullah” lanjut Johnny.
“Kan saya udah bilang. Takut pak” balas Aleeah. Johnny tidak menjawab. Ia kemudian ikut menyalakan senter hpnya dan mulai berjalan ke tempat perlistrikan berada. Namun tiba tiba langkahnya berhenti. Ia menolehkan kepalanya ke belakang. Aleeah tersenyum canggung. Pasalnya kini Aleeah tengah menarik kaos bagian belakang sang suami. Alih alih berpegangan pada lengan, Aleeah memilih menarik kaos Johnny.
“Takut” ucapnya kepada si pria. Johnny hanya menggeleng gelengkan kepala lalu melanjutkan langkahnya.
Sekedar informasi. Rumah yang mereka dapatkan sebagai kado dari sang mama adalah rumah dengan dua lantai, serta ada beberapa pohon dan tembok tinggi sehingga rumah ini memiliki halaman sekeliling yang luas serta jauh dari hiruk pikik tetangga. Di belakangnya ada kolam renang dan dapur yang terpisah setelah dapur umum di dalam rumah.
“Tolong pegangin le” kata Johnny kepada Aleeah sembari menyerahkan ponselnya dengan maksud agar sang puan meneranginya selagi ia memeriksa masalah yang ada. Setelah penerangan cukup, Johnny mulai menarik lengan kaosnya ke atas dan melihat dimana letak kesalahan aliran listrik rumah ini. Mau tak mau Aleeah pun melihat bisep yang Johnny pelihara sedari ia remaja. Tersadar, Aleeahpun mengeleng gelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran tidak tidak yang ada.
10 menit berlalu.
“Pak” panggil si wanita.
“Hmmm?” jawab Johnny tidak menoleh ke Aleeah sedikit pun sambil sesekali menyeka matanya karena kini kepalanya mulai terasa pening akibat memaksa mata bekerja dua kali lipat di kegelapan.
“Kok kabelnya dua warna kenapa?” tanya Aleeah penasaran.
“Yang merah yang ada listriknya. Yang hitam netral” jawab Johnny sesingkatnya. Suhu badan si priapun mulai naik. Keringat mulai muncul.
“Ohhh” balas Aleeah.
20 menit berlalu.
“Le, ke atas dikit” kata Johnny. Tidak di jawab oleh Aleeah. Ia kini hanya membenarkan letak senter ke tempat sesuai perkataan sang suami.
23 menit berlalu.
“Le, ke kanan dikit”
26 menit berlalu.
“Le, beneran dikit bisa gak si?” tanya Johnny. Atensinya kali ini berubah ke Aleeah. Ternyata si puan sedari tadi sedang sekuat tenaga menahan rasa kantuk di matanya. Johnny kemudian menghembuskan nafas kasar memandang Aleeah. Sementara si empunya hanya memandang balik Johnny dengan kikuk.
“Yang bener dong le, saya ngga keliatan” ucap Johnny kemudian.
“Ya bapak lama banget juga” bela Aleeah.
“Ya emang ngga bisa bisa dari tadi. Ini kayanya udah lama kabel kabelnya” balas Johnny. Aleeah tidak menjawab. Kali ini muka masam ia pasang di wajahnya. Johnny kemudian melanjutkan pekerjaannya.
30 menit berlalu.
Cahaya senter sudah semakin tidak karuan kemana arahnya. Johnny sudah berkeringat tetapi sudah mulai malas menegur Aleeah. Baru saja ia rasakan nikmatnya pernikahan, sekarang sudah dibuat kesal oleh sang istri.
32 menit berlalu.
Bughh
Hp yang dipegang Aleeah jatuh ke lantai. Johnny membalikkan badan. Dengan terburu buru Aleeah segera memungut benda yang berserakan di bawah sana. Johnny menghembuskan nafas panjangnya lagi memandang Aleeah.
“Kalo ngantuk tidur aja le” kata Johnny akhirnya dengan keringat bercucuran bahkan sekarang bajunya ikut basah.
“Nanti bapak ngga bisa kalo sendiri” balas Aleeah dengan memaksa matanya agar terus terbuka.
“Kamu seengga mau itu ya jadi janda muda?” kata Johnny menghentikan aktifitasnya.
“KALO NGOMONG DIJAGA!” “Ngga pernah diajarin bismillah apa?” balas Aleeah.
“HAHAHHAHA”
“Pak. Pak Johnny jangan bercanda ya ini urusannya sama setrum. Nanti kalo bapak kesetrum gimana? Buruan ah” elak Aleeah.
“Ya ini ngga bisa bisa le” balas Johnny frustasi. Wajahnya penuh dengan keringat sekarang. Keringat hasil konsentrasi.
“Ya terus gimana?” tanya Aleeah memelas.
“Pake lilin masih takut? Kalo takut tidur sama saya aja” balas Johnny.
Plakkkkkk
“Beneran ngga diajarin bismillah. Mana lilinnya?” ucap Aleeah sembari membalikkan badan dan bermaksud keluar ruangan meninggalkan Johnny. Namun langkahnya terhenti, kemudian ia berbalik dan menatap si lelaki. Johnny hanya mengendikkan bahunya tanda ia sedang bertanya.
“Buruan pak. Takut.” ucap Aleeah sewot. Yang kemudian hanya dibalas suara Johnny tertawa, gemas.