Remember That We Just, Pretending
Ceklekkk
Suara pintu kamar Johnny dibuka. Tidak lebar. Hanya separuh saja. Johnny juga tidak berniat memperlihatkan seluruh badanya. Hanya kepala sang pria muncul sebagai sambutan kepada perempuan yang kini tersenyum dengan dibuat buat menyapa pemilik kamar dengan rambut basah terbungkus handuk. Terlihat sekali bahwa Aleeah baru selesai mandi.
“Dressed up yang bener dong le” kata Johnny dengan wajah malas. Aleeah tidak menjawab. Ia mengendus sesuatu melalui dua lubang hidungnya.
“Bapak makan ayam saya ya?” tanyanya penuh hardik lalu dengan cepat menarik pintu kamar Johnny dan menerobos masuk ke kamar laki laki 28 tahun itu meninggalkan sang pemilik yang masih diam mematung terkejut dengan tenaga yang dimiliki Aleeah. Ini cewe makan apaan dah kayanya cuman makan ayam kenapa kuat banget?
“Ohh bapak beli dua ternyaata, hehe he” ucapnya sendirian tatkala melihat satu bungkus ayam goreng favorite nya selama dua minggu ini yang telah terbuka dan satu lagi yang diduga miliknya masih terbungkus rapi. Johnny yang berada di ambang pintupun sudah masuk menyusul Aleeah dan memperhatikan tingkah gadis berusia 2 tahun lebih muda dari padanya.
Aleeah pun kemudian duduk di atas karpet bulu dimana beberapa minggu yang lalu, tempat ini pernah menjadi saksi bisu tersedaknya Aleeah hingga sebuah cola dengan lancar keluar dari kedua lubang hidungnya. Kemudian sang puan mulai membuka ayam goreng kesukaannya. Johnny hanya berkacak pinggang sambil menggeleng gelengkan kepala. Heran.
“Mau pake nasi?” tanya Johnny. Tidak ada jawaban. Mulut Aleeah penuh dengan sumpalan ayam. Ia hanya mengangguk mengiyakan sebagai jawaban pertanyaan Johnny. Sang pria kemudian berdiri mengambil nasi.
“Pelan pelan makannya, le” ucap Johnny. Aleeah masih tidak menjawab. Kedua tangannya sibuk. Yang kanan sibuk memuluk nasi sedangkan yang kiri memegang ayam. Sibuk sekali. Sementara Johnny hanya menggunakan satu tangannya untuk memakan ayam sedangkan satu tangannya lagi ia gunakan untuk sekedar menscroll ponsel pintarnya.
“Pak?” “Pak Johnny, pak?” panggil Aleeah dari bangku samping.
“Hmmm?” jawab Johnny acuh tak acuh sambil sesekali menggigit ayam serta pandangannya yang tetap ke ponsel.
“Pak Johnny, tolong” ucap Aleeah kemudian. Johnny pun menoleh. Didapatinya wanita yang sedang sibuk makan ini ternyata sudah dalam keadaan berantakan. Bungkusan handuk di kepalanya melorot menutupi hampir separuh wajah cantiknya.
“Astaga le?!” “Kamu makan model apa sampe begini bentuknya?” tanya Johnny terkejut.
“Pak tolongin ini handuknya nanti masuk saos” jawab Aleeah. Johnny kemudian menarik handuk yang menutup rambut basah gadisnya sehingga Aleeah dengan reflek menyiblakkan rambutnya ke arah yang berlawanan, yang mana kegiatannya ini secara tidak sengaja membuat rambutnya menampar wajah Johnny.
Seketika itu pula Johnny menutup matanya sembari merasakan sesuatu yang perih nan basah di wajahnya. Sakit sekali. Akibat tamparan rambut panjang Aleeah pun, muncul bekas bekas merah di wajah rupawan pewaris SeoCompany ini.
“Hoh. Astaga” ucap Aleeah tersadar dengan menutup mulut menggunakan tangannya tapi tidak menempel. Sedikit terkejut.
“Pak? Sakit? Maaf pak ngga sengaja” lanjut Aleeah.
“Terusin aja. Terusin aja nyiksa sayanya” balas Johnny sembari membuka mata dengan wajah datarnya.
“Maaf ngga sengaja” balas Aleeah lagi sambil terkekeh.
“Ketawa?” tanya Johnny kesal.
“Maaf” balas Aleeah tetap dengan kekehan kecilnya. Johnny tidak menjawab ia hanya kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat teganggu. Aleeah merasa bersalah. Ia kemudian bangkit dan berjalan sendiri ke arah kulkas. Niatnya kali ini tidak meminta bantuan Johnny.
“Pak?” panggil Aleeah akhirnya.
“Apa lagii?” balas Johnny di seberang sana.
“Hehe maaf pak. Tolong ambilin ini karet dong pak” minta Aleeah. Johnny yang sedikit malas dan kesal kemudian tetap bangkit dan menuruti permintaan Aleeah.
“Pak tolong iketin juga ke rambut saya” minta Aleeah lagi. Johnny kini membuka matanya lebar lebar. Terkejut bukan main. Bagaimana bisa bawahannya ini dengan seenak jidat sendiri menyuruhnya ini itu?
“Le, saya bos kamu ya kalo kamu lupa” ingat Johnny.
“Iya tadi” jawab Aleeah enteng sembari membalikan badanya menunggungi Johnny agar segera melakukan permintaannya.
“Tadi?” tanya Johnny.
“Iya tadi siang bapak atasan saya. Sekarang kan udah malem, bapak calon suami saya. Buruan pak laper” minta Aleeah. Johnny terkejut lagi.
“I told you to stop using that word” katanya berkacak pinggang sambil menenggok wajah Aleeah dari samping.
“Bapak juga masih sering pake calon istri calon istri udah ah buruan” balas Aleeah. Johnny hanya menghembuskan nafasnya kasar. Walaupun sudah sering diperdebatkan namun kata kata calon istri dan calon suami ini masih amat sangat asing di telinga keduanya.
Entah bagaimana mulanya, Johnny dan Aleeah menjadi sedekat ini. Embel embel bos dan sekretaris yang seharusnya menjadi penyekat hubungan keduanya mendadak melebur menjadi satu garis samar dimana baik Aleeah maupun Johnny dapat dengan bebas melewati batas.
Johnny yang menjadi sering berbicara mengenai bagaimana harinya berlalu serta Aleeah yang sudah tidak terlalu canggung meminta bantuan Johnny seperti tadi. Bagaimana tidak? Kehidupan kerja yang Aleeah pikirkan sebelumnya adalah stereotype kaku di kantor dengan atasan kolot yang selalu suka menyuruhnya. Namun keadaan berbanding terbalik 180 derajat, dimana ia dan atasannya harus bahu membahu saling membantu karena terjebak dalam perjanjian pernikahan yang palsu.
“Kamu ngga mau balik?” tanya Johnny pada wanita di seberang meja yang menatap teduh ke luar jendela lebar di kamarnya, dengan air hujan yang terus mengalir tidak terlalu deras ditemani kopi hangat buatan Johnny tentu dengan usul Aleeah sebelumnya.
“Disini bagus pemandangannya. Di kamar saya jelek. Tukeran kamar aja lah pak?” balas Aleeah.
“Ngaco” balas Johnny singkat. Acara makan ayam sudah selesai 10 menit yang lalu.
“Le, can i ask you something?” tanya Johnny membuka topik. Aleeah tidak menjawab. Ia mengalihkan atensinya ke lelali berusia dua tahun lebih tua darinya.
“What the real reason you want to marry me? Kecuali alasan mama kamu waktu itu” lanjut Johnny. Aleeah masih menatapnya diam. Hujan masih terus jatuh di luar sana. Tapi suaranya tidak terdengar, sehingga hanya suara kesunyian yang menyapa telinga keduanya jika berdua sama sama diam seperti ini.
“Saya ngga bilang bapak boleh nanya” balas Aleeah. Kali ini Johnny yang diam. Mode serius. Aleeah kemudian membuang wajahnya. Memfokuskan pandangannya ke arah jendela lebar kembali.
“I think we're on the same boat, pak.” “Bapak sama harapan mama. Saya sama pembuktian saya.” lanjut Aleeah. Tidak ada intonasi khusus yang Johnny dengar. Hanya saja kalimatnya nampak sangat sedih dan penuh dengan luka. Johnny masih setia memasang telinga.
“I told you that i am an orphan right? My mom passed when i was at my 3rd semestr.” “Saya sama papa bingung nyari alasan buat hidup. Papa cuman punya saya, saya juga cuman punya papa.” lanjut Aleeah. “Papa nyibukin diri di kantor, saya juga sibuk sama organisasi kuliah saya pak. Pulang ke rumah itu nyiksa banget. Kita berdua sama sama butuh mama.” jelas Aleeah. Johnny masih setia mendengarkan.
“Papa jadi kurus kering, saya juga jadi seadanya aja, sampai suatu hari saya liat papa senyum lagi. Gara gara temen perempuan papa. Saya kira saya bakalan marah tapi ternyata engga pak. Saya seneng liat papa saya ketawa. Long story short papa sama temennya mulai deket. Kita mulai jalan bertiga, posisi mama mulai diisi sama si tante ini” jelas Aleeah kembali. “Semakin kesini saya semakin sadar, papa needs someone who can cope with all his tears, someone who can cope with his joke, someone who stays with him all day long, terus saya coba berdoa saya bilang ke mama mah, posisi mamah mutlak. Mamah cuman satu di dunia, cuman mamah aja. Tapi istri papa boleh ya mah diganti? supaya saya punya alasan buat tetep di dunia pak, senyum papa.” lanjut Aleeah
“Saya udah deal tapi malah papa yang ngga mau. Alasannya klise banget. Papa ngga mau nikah lagi karena saya. Papa ngga mau nyakitin saya. Papa mau hidup buat saya aja. Mau jagain saya aja. Maksud saya kenapa gitu, kalo bisa bahagia kenapa mesti nolak?” akhir Aleeah. Johnny kini menyesap kopi hitamnya.
“Udah ngomong sama papa?” tanya Johnny.
“Pak si ngga pernah ngobrol sama saya lagi sejak mama ngga ada. Saya sama papa selalu sibuk pura pura baik baik aja pak. Jadi yaudah saya buktiin aja pake tindakan. Pa ini aku bisa. Just live your life, i can deal with myself” balas Aleeah.
“Inj juga alasan kamu moved aboard for last 5 years?” tanya Johnny.
“Yessss, saya pengen papa bahagia” jawab Aleeah mantap.
“Le, kamu tau ngga kamu egois?” tanya Johnny menatap dalam manik coklat di depannya.
“Selfish?” tanya Aleeah heran.
“Kamu pengen papamu bahagia tapi kamu ngga tau kebahagiaan papa apa. Bukan mama, bukan temennya. Bukan le. His true happiness is you. Kamu.” jawab Johnny.
“Papa kamu ngga butuh orang lain karena udah ada kamu. Tapi kamunya malah pergi ninggalin papamu sendiri.” lanjut Johnny. Aleeah kini diam. Memikirkan segala kemungkinan yang ada. Mengapa ia tidak pernah berfikir sejauh ini sebelumnya?
“Pulang le. Peluk papa, minta maaf, kamu harus bersyukur papamu masih ada.” ucap seorang anak yang kehilanggan ayahnya.