She Is A Victory
“I'll take this chance, so call me blind“ “I've been waiting, for my life“ “Please don't scare, this young heart“ “Just take my hand” bisik Ali dengan nada yang lebut di telinga sang istri.
“I was made for loving you” lanjut Deka setelahnya. Membuka pelukan lalu menatap mata Ali dalam dalam. Sedikit tersenyum walau wajahnya terlihat sangat jelas sedang meredam rasa sakit yang mencoba mencuat.
“Even though we maybe hopeless heart just passing through” “I don't know what we should do“ “All i know is darling” lanjut Ali dengan terus mengusap punggung sang istri.
“I was made for loving you” lanjut Deka setelahnya. Masih dengan tatapan yang sama dengan sebelumnya, bedanya kali ini keringat mulai nampak pada wajah cantik Deka, bahkan rambut wanita ini mulai basah seiring dengan denyutan cinta yang anak mereka berikan di bawah sana.
Ali menaikan satu tangannya untuk mengusap peluh yang menetes di dahi sang istri kemudian mengecup pucuk kepala sang wanita penuh cinta. “Duduk mau?” tanya Ali kepada Deka. Tidak ada jawaban, Deka hanya menggeleng kemudian kembali memeluk Ali dan membuka langkah ke kiri serta ke kanan sembari sesekali meringis kesakitan ketika nyeri yang ia rasakan tidak bisa ditanggung lagi.
“Ali, nyanyi lagi” minta Deka dengan suaranya yang terdengar lemah.
“Gue setelin Cardi B deh ni pake speaker manja banget jadi cewe, kaga pantes lo mah mbak” celetuk Ale yang sedari tadi duduk di bangku tamu di dalam ruangan menemani Deka dan abang iparnya menyambut persalinan. Agaknya kesal karena tingkah pasutri ini yang menormalisasi bermesra mesraan dan seakan tidak menganggap eksistensi Ale sebagai manusia yang berada di satu ruangan dengan mereka.
“Siapa si ni? Suruh pergi tambah mules perut aku liat dia” tanya Deka pada suaminya.
“Sok romantis lo anjing” balas Ale lagi. Deka kemudian menoleh ke sumber suara. Agaknya sakit di perut yang ia rasakan ditambah ucapan Ale yang seakan mengobarkan sinyal peperangan membuat Deka benar benar ingin melahap siapapun yang ada di sekitarnya saat itu juga. Kecuali Ali. Laki laki ini tidak bisa Deka apa apakan karena ia tidak akan bisa jika tidak bersamanya. Siaga yang Ali miliki, membuatnya siap sedia membawa Deka menuju rumah sakit pukul empat pagi dini hari karena istrinya, sejak malam tiba, merasakan gelombang gelombang cinta yang tak biasa dari dalam perut tempat anak mereka berada.
“Ali, sayang, kayanya sekarang deh” ucap Deka kepada suaminya yang sedang melipat kedua tangan di depan dada, bersandar pada sofa dengan dalih menemani Deka berjalan jalan mengitari ruang tamu mereka, serta sesekali melakukan gerakan yang Ali tidak tahu apa maksudnya. Sekedar informasi, bahwa ternyata Deka dan Ali, tidak tidur dari malam ketika denyutan sinyal melahirkan menyerang.
“Hmmm? Oke, aku nelvon bunda ibu bentar” balas Ali lalu bangkit dan mengusap matanya beberapa kali guna menghilangkan kantuk yang mungkin kembali mendera.
“Ali, makasih ya?” ucap Deka di dalam mobil ketika suaminya mengenggam erat satu tangannya. Berjalan tanpa halangan menuju rumah sakit tujuan.
“Yang harusnya makasih itu aku ke kamu. Sekali lagi ya Dek? Kamu bisa aku yakin kamu bisa ya? Ada aku” ucap Ali dengan terus memperhatikan jalanan di depan dengan sesekali menciumi tangan sang istri.
Tidak ada kata lain yang dapat Deka ucapkan selain terima kasih karena Sabima Ali Aulia memilihnya dari sekian banyak wanita yang mungkin lebih baik dari Deka. Tidak ada kata lain yang dapat Deka langitkan selain rasa syukur karena memiliki Ali di sebelahnya. Jika ia harus mengganti keberadaan Ali di dunia, mungkin Deka mungkin akan berhutang selama sisa umur hidupnya karena eksistensi Ali tidak dapat digantikan oleh apapun. Ali itu.......berharga.
Kembali ke kegiatan mereka pagi ini, setelah satu umpatan Ale berikan kepada kakaknya, Deka kemudian membalasnya tetapi dengan tidak kasar seperti biasanya. “Tahan tahan, tahan Dek, jangan kesel jangan kesel nanti anaknya mirip Ale, tahan tahan tahan” ucapnya sembari terus mengelus sang anak di dalam perut.
“Anjir?” balas Ale tidak terima.
“Hahahha, Le lo mending ke parkiran, liat bunda ibu udah dateng belom, bantuin bawa sarapan” minta Ali kepada adik iparnya. Tanpa basa basi, Alepun segera mengiyakan diri menuruti perintah Ali. Bangkit dan berlalu pergi, memberikan ruang kepada dua manusia calon orang tua baru ini.
“Mau duduk” kata Deka kepada suaminya. Maka dengan sabar pula, Ali menuntun Deka ke sofa panjang tempat Ale duduk sebelumnya. Deka kemudian sedikit merebahkan badan pada sandaran, memejamkan mata mencoba menikmati setiap rasa sakit yang ada dan menselonjorkan kakinya. Nafasnya semakin memburu, raut raut wajah kesakitan terlihat dengan jelas tanpa bisa disembunyikan. Keringat semakin berjatuhan seiring dengan rasa mulas yang semakin sering datang.
Melihat paras cantik Deka dengan banyak kerutan sebagai bentuk dari penahanan, membuat Ali merasa bersalah. Jika dibolehkan, Ali ingin mengandung anaknya sendiri sehingga Deka tidak perlu bertemu dengan rasa sakit seperti ini. Ali kemudian duduk di sebelah bangku dan mengambil ke dua tangan sang puan. Mengenggamnya erat dan sesekali kembali menciuminya. Sadar bahwa tindakan Ali di luar kendali sang lelaki, Deka kemudian membuka mata. Memaku tatap pada sang pria kemudian memberikan beberapa kata penenang, karena nyatanya, dibandingkan dengan Deka, Ali bisa menjadi dua kali melebihinya jika mereka dihadapkan pada adu pola pikir. Terlihat tenang di luar tetapi sangat rumit dan memikirkan banyak hal di dalam. “Li, aku bisa kok it's ok kata dokter dia juga lagi berjuang nyari jalan keluarnya. Aku bisa kok, kan ada kamu? Jangan khawatir, ngga papa, aku bisa sayang” tenang Deka sembari memegang satu bagian rahang Ali, mengusapnya perlahan di pipi.
Tidak ada jawaban dari Ali. Seolah tau maksud perkataan Deka, Alipun kembali memeluknya lalu beralih mengecup anak mereka “anak, anak papa, cantik, pinter, jangan lama lama nyari jalannya ya? Papa, bunda, uti, om Ale, tante Ian, kakung, semuanya nungguin kamu. Jangan lama lama sayang ya, jangan bikin bunda sakit lama lama, kamu denger papa kan? Yuk keluar yuk sini yuk” ucap Ali sembari mengusap perut buncit sang istri.
Deka kemudian sedikit tersenyum. Hatinya menghangat melihat perlakuan Ali kepadanya dan sang anak. Sejurus kemudian Deka menjabat tangan sang suami. Menciumnya lama sembari memanjatkan doa. Ali terpaku. Apa yang wanita ini lakukan? Lima belas tahun Ali mengenal Deka, sejauh ingatannya merekam setiap moment yang mereka lalui bersama, baru kali ini Deka mencium telapak tangan Ali. Pertama ketika hari pernikahan mereka, kedua pagi ini, yang entah apa maksudnya Ali sendiri tidak memahami.
“Doain aku ya Li, aku tau kamu disini, tapi doain aku ya, surga aku ada di kamu” ucap Deka setelahnya, masih setia dengan wajahnya yang meringis menahan gelombang cinta. Ali menitikan air mata ketika istrinya meminta doa yang padahal, tanpa dimintapun, Ali akan senantiasa mendoakannya, melangitkan seribu satu macam ucapan yang hanya ia dan Tuhan yang tahu, tentang rasa aman tentang rasa senang, tentang bahagia bahkan tentang berbagai macam rasa luka yang Ali minta agar dihindarkan dari ia, Deka dan sanak keluarga. Setiap hari bersama, tetapi pagi ini berbeda. Apa ya? Penuh cinta. Pikir Ali.
“Iyaa, aku selalu doain kamu Dek, kamu bisa, aku ngga khawatir soalnya kamu bisa. Semangat Deka, semangat bunda kamu bisa” balas Ali kembali memeluk dan menciumi sang istri.
Tak lama, keduanya mendengar deru langkah beberapa orang menuju ke dalam ruangan. Setelah pintu terbuka, terlihatlah bunda, ibu, Ian, serta para ayah, juga Ale membawa beberapa perbekalan. Tidak butuh waktu lama bagi Deka untuk meneteskan air mata ketika Bundanya berjalan mendekat dan memberikan pelukan hangat. Seakan tak ingin menyia nyiakan kesempatan, Deka meminta maaf serta memohon doa agar perjuangannya hari ini tak sia sia. Bunda dengan air mata yang juga berlinang, mengiyakan semua permintaan Deka agar anaknya memenangkan pertarungan dan berhasil memberikan hidup sang cucu di dunia. Agaknya Deka sekarang mengerti, bagaimana perjuangan yang dulu bunda lalui ketika melahirkannya dengan tidak ada jaminan bahwa bunda akan terus hidup dan membesarkannya. Tetapi inilah bunda, tetap berperang walaupun nyawa sekalipun taruhannya.
Setelah kepada bunda, Deka berpindah kepada ibu. Dengan permintaan dan ucapan yang sama, bedanya kali ini Deka menambah satu kalimat terima kasih karena telah melahirkan Ali dan mendidiknya dengan baik sehingga saat ini Ali menjabat sebagai kepala keluarga memimpin Deka. Setelah dengan ibu selesai, Deka berpindah ke ayah, sang mertua, Ian dan terakhir adik bungsunya yang diam diam juga meneteskan air mata. Dari semua orang yang berada di ruangan ini, selain doa Ali, milik Ale juga terdengar sangat nyaring di telinga, karena ia benar benar tidak ingin kehilangan kakak serta keponakannya. Ale menghapus air matanya secara cepat ketika Deka merintih meminta daksa sang adik untuk didekap. Selamat berjuang mbak! Ucap Ale dalam diam.
“Ibu Deka, permisi, dicek lagi udah bukaan berapa ya” ucap seorang perawat yang menemani Deka sedari awal ia dan Ali sampai di rumah tempat orang orang disembuhkan, bahkan ada yang berpulang.
“Silahkan silahkan silahkan” balas Ibu lalu mengusir beberapa orang pergi ke luar hingga hanya tersisa bunda, ibu, Ali serta Deka.
“Udah delapan ya bu? Mau pindah sekarang?” tawar sang perawat kepada Deka. Merasa bahwa sakit yang ia rasa semakin menjadi, Deka kemudian mengangguk mengiyakan tawaran sebelumnya. Lalu tidak ada kata kata lagi yang Ali dan Deka ucapkan selain doa dalam diri sendiri sendiri, dibantu dengan suka cita yang keluarga mereka panjatkan, semoga persalinan ini berjalan dengan lancar.
Erangan erangan mengejan yang memenuhi runggu Ali tidak sebanding dengan semua keegoisan yang ia lakukan pada Deka di hari lalu. Satu seribu macam keringat sudah ia lihat dengan mata kepalanya sendiri, ternyata belum ada apa apanya jika dibandingkan dengan tetesan eluh yang mengenai kulit Ali di dalan ruangan penuh dengan orang berbaju hijau sama dengan ia dan istrinya kenakan. Jika ada orang lain yang berani menyakiti ibu mereka, maka tak heran jika neraka jaminannya. Pikir Ali ketika cengkraman tangan Deka di tangannya semakin menguat, tanpa rasa sakit yang istrinya derita semakin tak dapat diobat.
Segala macam bentuk permintaan maaf ingin Ali ungkapkan kepada Deka yang sedang berjuang di garis pembatas antara mati dan hidupnya untuk anak mereka. Jika tau akan seperti ini kejadiannya, maka Ali akan benar benar duduk di lantai dan memohon ampun karena mengabaikan istri dan anaknya di awal awal kehamilan. Sakit. Sakit sekali melihat Deka seperti ini. Dengan tekad yang menguat, Ali diam diam berjanji kepada dirinya sendiri bahwa mulai detik ini, ia akan menuliakan Deka bagaimanpun caranya. Dengan tekad yang menguat, Ali diam diam berjanji kepada dirinya sendiru bahwa mulai detik ini, tidak ada yang boleh menyakiti Deka bahkan jika itu anak mereka.
“Sekali lagi, sekali lagi, Bu Deka sekali lagi ini kepalanya udah keliatan ini” ucap seorang wanita yang membantu Deka memberikan hidup kepada anak mereka. Setelah kalimat tersebut dilontarkan, maka dengan satu tarikan nafas lagi, Deka mengejan dengan tenaga yang masih ia simpan, hingga detik selanjutnya tersengar suara tangis bayi memenuhi setiap sudut ruangan. Kencang sekali seolah bayi ini sedang berteriak kepada dunia bahwa pada pukul sembilan lebih dua puluh tujuh pagi, Tuhan menginzinkannya menetap sebagai anak Ali untuk entah berapa lama nantinya.
Ali mengecup pucuk kepala sang istri. Dengan air mata yang menetes lagi dan lagi serta rasa syukur yang entah sudah kali keberapa untuk Deka dan anaknya kepada Tuhan di atas sana, “makasih kamu hebat, kamu bisa, aku bangga sama kamu makasih Deka yaaa, makasih bunda” ucap Ali kemudian berlalu untuk melihat bagimana wajah Gloria Rudine Aulia yang ia tunggu setelah sembilan bulan lamanya. Ada perasaan lega ketika suara bayi perempuan yang Deka nanti nanti menyapa telinga untuk pertama kalinya. Ah begini ya rasanya?
“Jangan tidur ya, jangan tidur, jangan merem ya Bu Deka yaa” ucap sang komandan persalinan mengingatkan Deka agar tidak menutup matanya.
“Deka, makasih sayang ya, cewe beneran si anak, makasih Deka ya” ucap Ali setelah melihat anak mereka untuk pertama kali. Ia kembali menghujani wajah Deka dengan ciuman ciuman kecilnya.
“Mau liat” ucap Deka setelah nafasnya cukup teratur dengan tali pusar serta plasenta yang telah diselesaikan. Mendengar ucapan sang ibu, satu orang berbaju hijau datang membawa bungkusan cinta milik Ali dan istrinya. Perawat ini tidak kemudian memberikannya kepada Deka, ia sedikit memiringkan gendongannya sehingga Deka dapat melihat wajah anak yang ia lahirkan beberapa waktu yang lalu dengan jelas.
“Hah? Ini anak siapa? Ini mah anak Ali” ucap sang ibu dengan sedikit memundurkan kepalanya karena terkejut, ternyata wajah Gloria adalah wajah Ali versi mini.
“Ini mah anak Ali? Ali anak lo ni ambil. Suster, mau anak aku bukan anak Ali” lanjut Deka dengan suara yang bergetar.
“Iya ini anak kamu juga kan bikinnya bareng” balas Ali menenangkan sang istri. Sontak seluruh ruangan tempat Deka melahirkan diisi dengan gelak tawa mendengar percakapan aneh ayah dan ibu muda.
“Akunya dimana? Ini punya kamu semua” balas Deka mulai menangis karena merasa tidak terima. Ia membuka tangan dengan maksud ingin meminta anaknya. Dengan perlahan lahan, suster memberikan buah hati mereka dan Deka mendekapnya erat dengan air mata yang masih menetes.
“Bener bener beneran mirip ka kamu, Ali kesel gue pergi lo jauh jauh” ucap Deka ketika kulit dadanya bersentuhan dengan seorang bayi yang rambutnya masih basah dengan bau darah.
“Maaf ya hahah, nanti cetak lagi yang mirip kamu satu” balas Ali yang lagi lagi membuat tawa seisi ruangan berada.
“Hallo, anak aku, bandel ya? Udah dibilangin mirip bunda aja, kenapa dengerinnya si papa?” sapa Deka kepada anaknya. Lalu ia menciumi bayi kecil dalam dekapannya, tak lupa dengan Ali yang juga ikut merangkul keluarga kecil buatannya.
Tidak ada kata lagi yang bisa diucapkan selain terima kasih, terima kasih dan terima kasih kepada Tuhan, Deka, Gloria, dan para dokter yang membantu mereka pagi ini. Ali hanya terus bersyukur dan bertanya kepada diri sendiri, dengan apa ia akan membalas semua kebaikan semsesta kepadanya nanti?
Selamat menyambut tanggung jawab baru Deka dan Ali, bagaimana rasanya dipanggi papa dan bunda untuk pertama kalinya?