Sorry, J
Shannon duduk di sebelah ranjang dimana suaminya terbaring di atasnya. Badanya kurus kering, rambutnya sedikit panjang, kantong matanya menghitam, bibirnya pucat. Dokter sedang memasangkan sesuatu di tangan sang suami.
“Jangan sampe dilepas ini ya infusnya, biarin abis satu ini terus nanti kalo mau dilepas nggapapa. Ini kayanya ngga makan berapa hari ini lemes begini” Kata dokter. Dokter pribadi keluarga Jung.
Degggg
Perasaan bersalah kembali menghantam dada Shannon. Namun ia masih diam memperhatikan suaminya. Shannon takut. Daksa yang biasa ia peluk kini terkulai tak berdaya. Tangan yang biasa ia genggam kini tidak menganggamnya kembali. Ketakutannya bukan lagi jika ia akan ditinggalkan dan suaminya memulai kehidupan baru sebagai mantan pasangan tapi ditinggalkan selama lamanya dari dunia.
Selama satu minggu perpisahan mereka banyak pikiran Shannon yang terbuka. Ia tahu, suaminya seperti ini semata mata tidak hanya karena anak mereka. Pasti ada alasan lain yang entah apa Shannon tidak sampai memikirkannya. Egonya kali ini benar benar tidak dapat dikalahkan. Menguasainya lebih dalam dari biasanya.
Pun sang pria. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan ke sang istri, ada banyak ketakutan yang akan ingin ia bagi, ada banyak canda tawa yang ingin ia bersamakan. Tapi lagi lagi tak tersampaikan. Bagi Jaehyun, selama bisa diselesaikan sendiri mengapa harus dibagi dengan orang lain? Toh orang lain juga memiliki masalahnya sendiri, karena tidak bisa membantu meringankan lebih baik jika ia tidak menambahnya. Sombong sekali bukan?
Kepergian Jaehyun dari rumahnya tak lain dan tak bukan memang karena sebuah alasan. Ghea. Abigail Ghea Cantika yang ia 'bunuh' belasan tahun yang lalu 'menghampirinya lagi'. Perasaan bersalah yang Jaehyun kubur dalam dalam tiba tiba muncul kembali tatkala ia menghadapi fakta bahwa anaknya juga akan serumpun dengan sang adik.
Bukan karena takut hal sama akan terulang, bukan. Jaehyun takut akan anaknya. Membayangkan hidup dan menua dengan seorang anak perempuan, tertawa dan menangis bersama, membuat Jaehyun teringat masa dimana adiknya dan ia saling berbagi moment, saling menenangkan, saling bertengkar, layaknya anak anak.
Jaehyun takut anaknya ini akan selalu mengingatkannya kepada mendiang Ghea. Perasaan takut dan rasa bersalah ini tidak dapat Jaehyun atasi. Jaehyun juga ingin marah tapi tidak tau kepada siapa. Mungkin kepada takdir? Jaehyun sepenuhnya sadar, anaknya bukanlah kuasanya, perubahan, tumbuh kembang, semuanya bukanlah kuasa manusia, Jaehyun paham akan hal itu. Namun kembali lagi, ia hanya bisa marah kepada dirinya sendiri karena telah menghilangkan satu nyawa dari dunia. Ia hanya bisa marah kepada dirinya sendiri karena tidak kuat menghadapi fakta. Ia hanya marah sendirian.
9 tahun dan telah kehilangan 2 orang kesayangan memang hal yang berat untuk Jaehyun. Lagi pula ia masih harus bertahan lagi untuk satu adiknya yang baru lahir dan tidak tau apa apa. Jeno, hanya tau fakta bahwa ia pernah memiliki kakak perempuan, tapi tidak tahu bagaimana perjuangan papa, mama, serta kakak pertamanya ini bertahan hidup.
Maka siang itu setelah dokter pamit undur diri, ditariklah tangan Shannon untuk keluar ruangan oleh sang mama. Didudukanlah menantunya ini untuk berbicara mengenai masa depannya.
“Na, mama ngga tau kamu udah dikasi tau Jaehyun apa belum masalah ini. Tapi kalau kalian sudah sampai ditahap ini pastinya kamu udah tau” Buka sang mama. Shannon diam. Ia hanya duduk diam di meja makan. Kepalanya menatap pantulan dirinya sendiri di kaca meja.
“Dulu kami punya anggota keluarga lain na selain berempat ini. Namanya Ghea” Lanjut mama. Shannon kali ini mendongakan kepala menatap sang mama. Sepertinya ia tau kemana arah pembicaraan ini akan dibawa, tapi mengapa tiba tiba, Ghea?
“Adik satu satunya Jaehyun na harusnya. Meninggal pas masih kecil umurnya berapa ya, 4 atau 5 mama lupa” Basa basi sang mama. Shannon masih diam. Meminta penjelasan lebih panjang.
“Dulu Jaehyun main sama adiknya, sayang banget sama adiknya yaudah kaya kakak adik biasa, normal. Sampe suatu hari Ghea harus sering ke Singapore buat pengobatan. Kelenjar getah bening, sama kaya neneknya” Lanjut mama.
“Dulu ni ya, Ghea kerjaanya ikut ikutan si Jaehyun hahaha. Jaehyun suka banget dinosaurus, Ghea ikutan suka, bahkan dia koleksi dino lebih banyak dari Jaehyun. Tiap abis pulang pengobatan selalu bawa satu dua buat kakak katanya.”
“Si Jaehyun juga gitu, kalo mama sama papa berangkat dia kaya kesel gitu kan karena emang ngga diajak, orang bukan liburan, tapi dia diem aja, diem aja. Nanti kalo adiknya pulang masih kesel, terus lama lama main lagi main lagi gitu. Sampe suatu waktu, mungkin si Ghea udah cape bolak balik terus dia ngomong 'ma, kakak diajak aja boleh ngga? Ghea pengen main sama kakak, kasian kakak juga di rumah ngga ada temennya'” Ucap Mama menirukan mimik dan nada suara Ghea.
“Tapi mama ngga kasih. Mama ngga bisa liat anak mama dua duanya sakit. Mama yakin banget, saking sayangnya Jaehyun ke adeknya kayanya dia bakalan nangis liat Ghea tiap bulan tiap minggu kesakitan. Akhirnya mama ngga ajak na” Suara mama sudah mulai terdengar parau disini.
“Sampai suatu waktu mama papa udah lama ngga pulang ke Indonesia kan karena Ghea emang waktu itu drop banget. Terus mama telvon ke rumah bilang Ghea udah ngga ada, Kak adekmu meninggal. Kamu tau Jaehyun gimana? Dia ngga nangis na. Jaehyun ngga nangis depan mama, mama ngga tau dia kenapa tapi dia diem aja. Diem aja” Lanjut mama.
“Terus tiba tiba umurnya 10 dia dateng ke mama, janji, katanya bakalan jadi anak baik jadi anak nururt ngga akan nakal, asalkan mama papa jaga jeno biar ngga sakit, katanya. Bingung banget mama waktu itu. Kenapa dia janji kaya gitu padahal ngga kenapa napa. Tanpa dia bilangpun mama bakalan jaga Jeno na” Lanjut mama sambil terisak.
“Sejak saat itu mama udah mikir ada yang salah sama anak ini, dia ngga nangis dia ngga nunjukin ekspresi apapun. Mama ngga tau dia emang ngga nangis atau nangis diem diem atau gimana mama ngga tau. Bahkan 25 tahun hidup dia belum pernah mama liat dia akrab sama anak kecil perempuan. Belum pernah na. Keponakan dia, sepupunya yang cewe cewe ngga pernah. Sampe hari ini mata mama dibuka” Akhir mama.
“Kehilangan yang dirasain sama Jaehyun besar banget na, dia ngga bisa ngatasin itu. Mama papa ngga ada disana buat sekedar peluk dan bilang adek nggapapa” Air mata mama tumpah.
“Punya anak perempuan yang nanti juga bakalan ada diusia adiknya berat duat dia na. Maafin mama” Kata mama tidak dapat dilanjutkan. Selanjutnya yang terdengar hanya suara isakan dan penampakan saling memeluk ibu dan menantu.
Siang itu Shannon tau, bukan dirinya, bukan anaknya, bukan siapa siapa. Jaehyun hanya perlu memaafkan dirinya sendiri.