The Selfishness
Yuan yakin dengan benar, siapapun yang sekarang berada di loteng kantor bersamanya dengan Ali pasti akan bergidik ngeri karena terpaaan angin yang menyapa kulit mereka amat sangat menyakitkan. Kencang arus angin teramat sangat yang sudah bukan dingin lagi, tetapi seakan akan dapat menyayat epidermis siapapun yang berani berdiri menantangnya malam ini.
Lelaki itu adalah Ali. Sabima Ali Aulia dengan balutan kaos panjang berwarna hitam, celana pendek berwarna merah santai, sandal jepit serta kaca mata seadanya, sedang berdiri melipat kedua tangan di depan dada dan matanya menyapu cahaya malam yang keluar dari bagungan bangunan kota di bawah sana.
“Kopi susu tapi susunya dikit” ucap Yuan merapat kepada juniornya yang terpaut usia tiga tahun lebih muda darinya.
“Thanks mas” balas Ali menerima.
“Kok belum balik, mas?” tanya Ali menyadari Yuan yang masih berselimutkan pakaian kerjanya sedari pagi yang sudah tidak terlalu rapi, hanya saja jas serta dasi sudah tidak berada pada tempatnya.
“Nanggung Li, kurang dikit kerjaan gue” balas Yuan jujur. “Kenapa? Berantem?” tanya Yuan pada Ali. Tidak ada jawaban. Ali hanya menunduk dan sesekali menyesap kopi seperempat hitamnya. Tidak ada jawaban Yuan asumsikan sebagai kebenaran. Jika sudah sampai salah satu harus pergi, maka masalah bukanlah hal kecil lagi.
“Kenapa, Li?” tanya Yuan kembali.
“Biasa, mas” jawab Ali masih enggan menatap Yuan. Hening cukup lama tercipta karena Ali dan Yuan hanya sama sama saling sesekali memandang dan menyesap kopi.
“Gue kalo jadi Deka.......... nyesel si Li nikah sama cowo kaya lo” buka Yuan setelahnya. Ali sontak menatap ke arah sang kakak, apa maksud perkataan Yuan barusan? Bukankah itu sudah kelewat keterlaluan?
“Bikinnya bareng bareng, susahnya gue doang” lanjutnya. Ali tidak terima.
“Terus gue harus gimana mas?” jawab Ali terpalang emosi.
“Ya hamil juga, berdua” balas Yuan kembali. Ali diam. Ia kini merubah atensi menjadi kembali ke cahaya cahaya malam.
“Deka itu ngga butuh siapa siapa, Li. Dia cuman butuh lo. Lo doang udah cukup” buka Yuan. “Hamil itu berat tau. Kalo cuman nyari duit aja Deka juga bisa, apalagi emang mimpi dia gak punya anak dulu, masih mau achieve ini itu, gue paham kok. Umur umur lo sama Deka ini emang lagi ambis ambisnya” lanjut Yuan. Ali mulai mendengarkan.
“Masalah ini itu selesai kalo lo minta maaf, dari awal. Kuncinya cuman lo sadar lo salah, minta maaf, beres. Cuman masalahnya lo ngga sadar sadar, jadi begini, panjang”
“Gue gak salah mas. Bukan salah gue doang. Deka juga gak pernah ada kemarin kemarin ini pas gue butuh dia” bela Ali untuk dirinya sendiri.
“Deka ngga adanya kemarin kemarin ini kan? Lah emang lo ada buat dia dari awal?” tanya Yuan. Ali kalah telak.
“Jangan jauh jauh dari awal hamil deh. Lo ngerasa bentak dia ngga kemaren? Lo cerita sama gue, itu lo ngerasa bentak dia ngga?” tanya Yuan kembali. Ali masih terdiam.
“Bukan ada dukungan engganya. Minta maaf dulu soalnya lo bentak dia Li. Karena urusan itu ngga selesai jadi merembet kemana mana, lo kaya ngga paham cewek aja ah elah kesel gue” lanjut Yuan.
“Coba lo sadar terus minta maaf dari awal. Gak akan begini. Lo butuh Deka dia ada, dia butuh lo, lo juga bisa”
“Hari hari ini itu berat buat Deka, Li. Dia yang paling ngerasain perubahannya. Dari yang kerja delapan jam jadi cuman empat, lima, itupun udah perjuangan banget. Belom lagi kalo tepar banget harus ambil cuti, gak bisa ambil project gede. Belum lagi gak bisa makan, pusing, apalah apalah itu bawaan bayi. Deka yang paling ngerti, dia ngga minta, anak lo yang bawa” jelas Yuan mencoba mengertikan Ali.
“Terus gue harus gimana mas? Deka aja gue deketin ngga mau” tanya Ali nampaknya mulai mengerti.
“Coba lo lebih tulus lagi. Coba lo lebih ngerti lo sekarang bukan Sabima Ali Aulia bujangan, lo sekarang calon bapak. Gue tau lo kerja keras side hustle-an siang malem buat Deka sama anak lo juga, tapi kalo mereka gak bahagia terus buat apa?”
“Coba jadi lebih tulus lagi, ajakin ngobrol anaknya lo sayang sayang. Jangan lo pikir bayi dalam perut Deka itu bakalan diem aja ya? Lo ngerti namanya ikatan batin gak? Ia nempel terus sama Deka, dia tau gimana perasaan maknya, kalo Deka aja gedek sama lo gimana dia engga” lanjut Yuan panjang lebar.
“Bayi itu, apa ya Li. Bikin kualat. Kaya ngga masuk akal tapi emang beneran bikin kualat. Coba sendiri kalo gak percaya” jelas Yuan. Ali hanya menundukkan kepala merenungi kesalahannya.
“Deka mungkin juga keterlaluan ke lo, tapi kalo lo ngga mulai Deka juga ngga akan begini kan?” tambahnya. Ali kemudian mendongakan kepala menatap Yuan di sebalahnya.
“Pulang, minta maaf, peluk istrinya, dia butuh lo, lo juga butuh dia” final Yuan malam ini. Selanjutkan adalah ucapan terima kasih dari Ali dan kata kata pamit keduanya untuk segera meninggalkan loteng kantor karena Ali sudah kepalang rindu ingin memeluk sang istri begitu pula Yuan. Malam ini Ali sadar, ia dan Deka sama sama membutuhkan.