The Third Meet, Actually
Aleeah tengah duduk dengan atasan putih dan bawahan calana hitam serta sepatu yang tidak terlalu tinggi. Dibandingkan dengan pelamar yang lainnya, gaya berpakaian Aleeah memang lebih sedikit santai tetapi tetap menunjukan kesopanan.
Tangannya ia mainkan di atas pahanya untuk menutup rasa gugup yang dialaminya saat ini. Ini memang bukan pertama kalinya Aleeah melamar pekerjaan dan ikut sesi wawancara, tapi tetap saja dirinya gugup. Sejak 5 tahun yang lalu, ketika ia mencoba melamar pekerjaan pada perusahaan perusahaan besar, Aleeh selalu berakhir pada tahap wawancara. Semua berkas pendukung miliknya memenuhi, hanya saja entah mengapa ia selalu gagal dalam tahap interview yang akhirnya ia memutuskan untuk menjadi freelancer dengan menggarap novel, membranding barang, mengedit video, hingga menjadi konsultan keuangan tang ternyata gajinya juga tidak main main.
Sejak lima tahun yang lalu pula dirinya memutuskan untuk pindah ke jerman dengan alasan ingin melanjutlan S2 tetapi sampai sekarang kuliahnya ia tunda. Entah apa maksudnya. Agaknya ia hanya ingin hidup jauh dari orang orang terdekatnya dan memulai kehidupan yang baru sebagai dirinya dengan versi yang lebih segar.
Kembali ke Aleeah yang sedang menunggu panggilan, tiba tiba entah dari mana seorang lelaki yang pernah ia jumpai berdiri dihadapannya. Lelaki ini memandanginya dengan raut wajah sumringah seperti lahh ini ni yang gua cari. Aleeh kemudian tetap dengan wajah datarnya mencoba mengingat ingat siapa gerangan dihadapannya kali ini.
“Ngapain disini?” tanya Johnny. Benar, Aleeah sedang mendaftarkan dirinya ke perusahaan Johnny sebagai sekretaris mengisi kekosongan pendahulunya.
“Nyari kerja?” jawab Aleeah ragu ragu. Masih belum ingat siapa lelaki ini. Berbeda dengan Johnny yang seakan menemukan hiden gem Aleeah masih terus mengingat dimana, kapan, siapa lelaki asing ini baginya.
“Lupa?” tanya Johnny lagi. Aleeah hanya menarik bibirnya ke atas sembari mengkedip kedipkan matanya bingung harus menjawab apa. Ingatannya memang sedang tak bekerja, tapi Aleeah takut jika ia menyinggung perasaan orang dihadapannya jika ia menjawab hehe iya lupa. Jadi ia memilih untuk tersenyum awkward.
Johnny kemudian memainkan tangannya seolah memegang rokok guna mengembalikan ingatan si wanita. Aleeah malah memasang muka kebingungan. Merasa usahanya kurang, Johnny kemudian bertanya...
“German to Indonesia remember?” “Business class?” “The wat-” Ingat Johnny belum selesai lalu tiba tiba Aleeah berdiri.
“Oh my god, the talkless guy?” tanya Aleeah seketika ia mengingat Johnny. Johnny kemudian sedikit memundurkan kepalanya, terkejut dengan pertanyaan Aleeah.
“Oh my god, sorry sorry, serius ngga sengaja” kata Aleeah sambil menyisir rambutnya ke belakang.
“That's ok gapapa” balas Johnny sambil terkekeh karena Aleeah mengingatnya sebagai seorang pendiam yang tidak berbicara. Lucu menurutnya.
“Ngapain mas disini? Ngelamar juga?” tanya Aleeah pada Johnny.
“Hah engga, say-”
“Mau minta ganti rugi? Aduh” potong Aleeah. Ia memang sudah menduga hari ini akan datang kepadanya. Mengingat celana yang ia tumpahi air tempo hari bukan barang murah. Jadi aneh saja menurut Aleeag ketika Johnny tidak marah kepadanya.
“Mas, saya ngga bawa cash catet nomor saya aja nanti mas kirim no reknya” lanjut Aleeah. Johnny seketika bingung, namun wajahnya tetap ia buat setenang mungkin. Dengan sebuah senyuman akhirnya ia menyerahkan hpnya ke Aleeah dengan maksud si perempuan untuk menuliskan nomor ponselnya.
Seketika seluruh atensi terarah kepada mereka. Bahkan karyawan Johnny yang hendak memamggil Aleeh terdiam di ambang pintu mendengar pelamar ini menamai calon bosnya dengan sebutan 'mas'.
“Anw kantor saya disini” jawab Johnny santai sembari menulis sesuatu di layar ponselnya.
“Oh kerja disini? Bagian apa?” tanya Aleeah polos.
“Bagian merintah”
“Hah?”
“Hahah, kamu mau interview kan? Udah sana masuk, break a leg. A lee ah” kata Johnny dengan senyum manis di wajahnya. Aleeah semakin tidak mengerti arti raut wajah Johnny. Sedetik kemudian ia pamit untuk masuk ke ruang wawancara.
What a life, Jo.