Tidy Up!

Shannon menarik rambut cepolnya pelan. Ia menutup matanya sejenak mencari ketenangan. Pakaiannya kini lusuh. Kemeja putih miliknya sudah kusut, bekas setrika tadi pagi sudah tidak terlihat lagi.

“Tidy up!” Teriak Jodi kepada adiknya. Samara malah asik tidur tiduran di lantai ruang bermain mereka sambil menghisap mainan berbentuk es krim dan membolak balikkan buku rusak yang tidak boleh ia dibuang. Sebenarnya juga tidak bisa membaca namun ia hanya melakukannya seperti sang mama membolak balik halaman apapun yang tercatat tulisan.

“Tidy up!!” Teriak Jodi lagi. Kini Samara bangkit lalu melemparkan mainan es krimnya ke wajah sang Kakak. Kena. Tangis Jodi pecah disana. Kedua tangan kecilnya pun ia bawa untuk menutup wajah basahnya. Shannon memejamkan mata sembari menarik nafasnya dalam dalam, mencoba menetralkan pikiran agar tidak meledak di hadapan dua anak tiga tahunnya.

“Cerewet!” Balas Samara berteriak tak kalah kencangnya. Wajahnya takut dan menahan tangis, air matanya sudah menggantung, sekali kedip jatuh. Jodi masih menangis dengan suara tertahan. Terisak namun tidak teriak teriak seperti anak kecil pada umumnya.

“Gimana ibu? Kalau oke besok ke kantor sebentar saja?” Kata seseorang di kejauhan sana. Tepatnya datang dari komputer Shannon di ruang kerja miliknya. Benar, tak lain dan bukan ia sedang melalukan zoom meet dengan pegawai kantornya. Semenjak memiliki anak. Shannon telah berkomitmen akan membesarkan mereka sendiri tanpa bantuan siapapun tak terkecuali suster. Mengandalkan WFH dan bantuan suaminya di pagi serta sore hari, Shannon berjanji akan membesarkan kedua anaknya sepenuh hati. Serta tak lupa tanggung jawabnya sebagai anak pertama di keluarga.

Huhhhhh

Shannon kemudian membuka matanya. Pikirannya belum sejernih semula namun sudah bisa digunakan untuk bergikir normal lagi. Tadinya, sejak insiden baku teriak antara si Kakak dan Adeknya, isi pikiran Shannon hanya bagaimana cara menghentikan kedua kekacauan ini.

“Adek. Adek ayo minta maaf” Kata Shannon dengan tetap berdiri di tempatnya. Tidak berniat mendekat kepada Jodi maupun Samara. Si anak hanya menatap kesal mamanya.

“Kalo salah gimana? Minta maaf sayang. Ayo minta maaf sama Kakak” Ulangnya.

“Gimana nanti pulangnya ngopi dulu ngga?” Suara Mark terdengar di kejauhan sana.

“Kakak” Panggil Shannon kepada putra sulungnya. Yang lebih dewasa memperlihatkan wajahnya. Seketika itu pula Shannon membelalakkan matanya. Dilihatkan darah segar mengucur dari kedua lubang hidung sang Kakak. Tidak berpikir macam macam ia bawa daksa kecil si sulung lalu berlari keluar ruangan. Didudukannya Jodi pada wastafel kamar mandi lalu membasuh wajah anak pertamanya dengan air yang mengalir.

Hati Shannon remuk seketika. Sepersekian detik ia melupakan bagaimana keadaan si anak perempuan. Bodo amatlah pikirannya. Yang ini lebih urgent dari si pelaku.

“Sakit kak? Sakit? Yang mana?” Katanya setelah darah berhenti dari hidung si sulung. Yang ditanya hanya menggelengkan kepala sambil sesekali menarik ingus yang akan keluar dari hidung kecilnya.

Samara tidak menangis. Ia menahan tangisnya sekuat mungkin. Ia tahu dirinya bersalah. Jaehyun selalu mengajari kedua anaknya ini untuk selalu bertanggung jawab tentang apapun yang mereka lakukan, sedini mungkin. Dalam otak Samara, bocah berusia tiga tahun ini, bertanggung jawab termasuk tidak menangis ketika ia berbuat salah karena dirinya lah si pelaku kenakalan.

“Adek. Minta maaf sama kakak” Kata Shannon kemudian menyadari kehadiran Samara diambang pintu. Ia sedang menatap kegiatan Mama dan Kakaknya. Samara tetap diam disana tidak menunjukkan gelagat apa apa selain bibirnya yang melengkung ke bawah, bukti tertahannya air mata.

“Samaraa” Panggil Shannon lagi. Samara kemudian melangkah maju. Kepalanya mendongak ke atas. Minta maaf termasuk tanggung jawab kata papa. Ia lalu mengulurkan tangannya ke arah sang Kakak.

“Salim” Katanya kemudian menyadari Jodi hanya menatap kesal dirinya.

“Ngga mau!” Teriak Jodi. Lalu ia meloncat ke bawah dan berlari ke luar kamar mandi meninggalkan Samara dan sang mama berdua saja. Sekali lagi, Samara hanya anak berusia tiga tahun. Sekuat apapun ia menahan air matanya tetap akan jatuh juga. Ia menangis dengan mulut terbuka lebar dan mata terpejam bahkan hampir tidak bersuara. Hati Shannon sakit lagi seketika. Ia meraih daksa kecil putrinya lalu memluknya erat sambil mengusap usap punggung mungil Samara.

“Adekkk” Panggil suara yang amat sangat ia cintai. Laki laki penolong yang selalu Samara puja puja. Papa. Jaehyun berdiri disana dengan mengandeng tangan anak laki lakinya. Di ambang pintu tempat Samara tadi berdiri.

Shannon sontak menolehkan kepalanya karena ia memunggungi pintu dan Samara menghadapnya. Keduanya menatap tepat ke sumber suara. Penyelamat datang. Tidak ada jawaban. Samara berlari ke arah sang Papa dan memeluk Jaehyun yang masih lengkap dengan setelan kerjanya. Si Papa juga kemudian berjongkok untuk menyamakan diri dengan tinggi kedua anaknya. Satu tangannya memeluk Samara sedangkan satu lagi mengandeng tangan Jodi. Ia kemudian menoleh ke sang mama. Shannon bardiri dan menaruh kedua tanggannya ke pinggang. Jaehyun tersenyum dibuatnya.


“Berarti siapa yang salah?” Tanya Jaehyun kepada kedua anaknya sambil berjalan di trotoar taman dekat rumah, dengan masing masing menyedot es krim di tangan mereka. Jodi si merasa sudah besar memilih untuk berjalan di depan. Sementara Samara si anak Papa tidak melepaskan genggaman ayahnya barang sedikitpun.

“Adek ngga mau tidy up” Kata Jodi berjalan mundur dengan menghadap ke si Papa. Jaehyun kemudian menghentikan langkahnya. Ia berjongkok untuk menangkap netra coklat Samara yang sama dengan miliknya. Jodi ikut mendekat.

“Adek ngga mau tidy up?” Tanya Jaehyun dengan lembut ke si anak perempuan.

“Ngantuk” Balasnya menatap sang Papa.

“Ini hmmmm ini” Jodi kemudian mendekat ke sang ayah. Mengadukan noda merah bekas darah akibat perbuatan Samara. Jaehyun mengusap hidung anak sulungnya.

“Adekkk, ayo mint maaf” Kata Jaehyun selanjutnya.

“Kan udah salim” Bela Samara seorang diri. Jaehyun sontak tertawa mendengar balasan anak perempuannya.

“Kakak. Tidy up! Tidy up!” Ucap Samara menirukan teriakan kakakknya beberapa waktu yang lalu. Jaehyun kemudian mengalihkan pandangannya ke arah sang kakak.

“Kakak ayo minta maaf dulu” Katanya kepada Jodi. Jodi menggelengkan kepalanya tegas. Ia merasa tidak melakukan kesalahan apa apa.

“Minta maaf sama adek. Ngga baik teriak teriak ya. Mama sama papa ngga pernah ngajarin teriak teriak kan? Hayoo” Balas Jaehyun lembut kepada anak laki lakinya. Jodi kemudian menatap Samara lekat lekat. Ada perasaan gengsi disana. Jodi merasa perkataan ayahnya benar. Orang tuanya tidak pernah sedikitpun berteriak di depan mereka. Namun lagi lagi, Jodi hanya anak berusia tiga tahun.

“Adek juga minta maaf sama kakak” Bujuk Jaehyun kepada Samara. Namun keduanya tetap diam saling memandang.

“Tadi udah salim” Bela Samara lagi.

“Tadi kan adek aja yang salim. Kakak belum saliman kan?” Tanya Jaehyun. Kemudian Jodi memindahkan pegangan es krin ke tangan kirinya. Tangan mungil kanannya ia gunakan untuk menjemput tangan kecil adiknya. Samara tersenyun lalu menyambar tangan kanan kakaknya. Baikan.

“Anak papa ini kalo begini. Kalo marah marah anak mama. Ngga boleh teriak teriak lagi ya, papa mama ngga pernah ngajarin begitu. Adek juga kalo ngantuk bilang, nap nap jangan diem aja Kakak ngga tau, ya?” Tanyanya kepada dua anaknya. Si anak mengangguk bersamaan. Lalu berbalik badan dan pulang dengan saling bergandeng tanga. Jaehyun tersenyum.

Gini aja mesti pake okol, shan shan.