What A Good Start
Dengan selimut yang menutup seluruh badan bahkan hampir pula menutup sebagian mukanya, Deka menghembuskan nafas berat ketika runggunya menangkap suara bising dari sebrang kamar. Perasaanya kesal karena Deka ingat benar ia baru terlelap pukul enam pagi setelah pembicaraan panjangnya dengan Ali. Lalu, siapa yang berani mengacaukan sesi bertemunya dengan mimpi pagi ini? Jawabannya satu. Gloria Rudine Aulia. Bayi munggil berusia dua bulan lebih ini kini sedang menangis dengan kencang tatkala ibunya mencoba menghilangkan kesadaran setelah malam panjang penuh tangisan.
Deka menarik satu bantal secara sembarangan kemudian menggunakannya untuk menutup telinga hingga sepersekian detik selanjutnya bantal bersarung warna putih itu tergeletak di lantai karena Deka bangun dengan amat sangat tergesa dan segera berlari ke kamar Gloria ketika suara tangisnya tak lagi terdengar di telinga.
BRAKK
“Good morning“ “Liat, anak aku ni, dia diem, aku liat youtube tutorial gendong bayi, ternyata begini dia suka, langsung diem dia, Dek*” sapa Ali tidak terkejut sama sekali ketika Deka membanting pintu dengan kasar dan menampakkan diri dengan penampilan yang sangat berantakan. Hoodie kebesaran tanpa celana panjang, rambut acak acakan dan wajah yang tak karu karuan. Wajahnya kebingungan tat kala melihat raut bahagia Ali sedang mengendong Gloria menggunakan satu tangan, sementara satu tangannya lagi ia gunakan untuk menepuk nepuk dan mengusap halus punggung sang anak sehingga posisi Gloria saat ini seperti sedang telungkap memeluk tangan Ali. Tidak ada kata yang Deka jawab karena ia kelapang tidak percaya bahwa hari ini akhirnya datang juga. Hari dimana kebahagiaan mulai menampakkan diri dan menjemputnya untuk mengarungi sisa waktu yang Deka miliki. Hari hari pertama yang akan dimulai dengan Gloria bisa dengan bebas menikmati peluk hangat sang papa. Hari hari pertama yang akan dimulai kembali setelah badai besar Ali yang melupakan segala kenangan. Hari ini tiba, Hari yang Deka tunggu setelah penantian sabar yang ia lakukan.
“I'm not really surprised kalo dia punya wajah aku, soalnya dia emang anak aku, tapi ternyata mirip aku banget ya Dek?” lanjut Ali membanggakan anaknya di depan sang istri. Ah benar. Ini pertama kalinya. Deka sempat bertanya mengapa raut wajah sang pria sebegitu bahagia? Ternyata ini memang kali pertama. Kali pertama Ali benar benar menggendong Gloria setelah kelahirannya dua bulan yang lalu. Kali pertama Ali meneliti wajah sang anak dengan sungguh sungguh setelah hari hari menolong Deka menjaga Gloria. Kali pertama Ali melakukan sesuatu untuk anaknya. Ini Kali pertama Ali, juga untuk Gloria. Kali pertamanya benar benar secara nyata merasakan dekatnya degup jantung sang papa. Ini kali pertamanya. Kali pertama untuk mereka berdua.
“Ali?” panggil Deka ragu ragu sembari berjalan mendekat ke arah sang suami. Merasa terpanggil, sang lelaki pun akhirnya menolehkan pandangnya dari Gloria, ke sang ibunda. Mendapati raut takut dalam wajah Deka, Alipun meyakinkan dengan kembali membuka kata “It's me, Dek. Ini aku, Ali” ucapnya sembari membuka satu lenganya lagi, mempersilahkan Deka untuk memasuki ruang dekap yang Ali buat. Deka tidak menjawab. Ia hanya mempercepat langkahnya lalu menambrakan diri ke tubuh Ali. memeluknya erat sekan enggan meninggalkan hari ini.
“Aduh” ucap Ali ketika Deka mengeratkan pelukannya. Seolah tak mau kalah dengan sang anak, Deka juga ingin dipeluk lalu ditenangkan. Ali mengusap surai sang istri lembut dengan sesekali mencuri cumbu di pelipis serta dahi. Menyalurkan rasa nyaman yang semalam kurang, serta menyerahkan hidup dan matinya kepada kedua dunianya yang sempat tertunda.
“It's ok, it's me aku disini” ucap Ali. Lalu ia semakin menarik Deka mendekat seraya mendekatkan pula Gloria ke dekapannya. Tidak ada kata lain yang dapat Ali ucapkan untuk menggambarkan keadaanya saat ini selain sempurna. Dunia Ali sempurna. Lengan kiri memeluk Gloria serta tangan kanannya mendekap Deka adalah sempurna. Hatinya yang was was karena takut bayi berusia dua bulan ini akan jatuh jika Ali tidak berhati dan perasaan bangga karena berhasil menggendong anaknya sendiri adalah sempurna. Tidak bisa memeluk sang istri dengan benar karena sekarang ia terbagi juga adalah sempurna. Ini sempurna pikir Ali. Ia, Deka dan Gloria adalah sempurna. Ali tidak meminta hal lain selain keluarga kecilnya bersama, utuh, dan saling menyayangi seperti sekarang ini. Hangat sekali.
“Ibu ngga kesini?” tanya Deka membuka pelukan, mendongak menatap netra sang lelaki.
“Keluar tadi sebentar beli bakso, katanya pengen. Kamu sarapan dulu, makan dulu, udah jam setengah sebelas. Makan dulu terus mandi, Dek. Liat kamu sekarang mirip gelandangan” balas Ali sembari mengusap rambut wanitanya yang lepek. Sempat ia tanyakan dalam hati, sesibuk apa Deka hingga tak sempat mencuci rambutnya sendiri? Tetapi niatnya ia urungkan karena nyatanya, Deka bahkan rela tidak tidur semalaman demi menjaganya dan sang buah hati.
“Jangan pegang pegang, rambut aku bau” elak Deka menangkis tangan sang suami.
“Emang” balas Ali singkat. Deka kemudian mengernyitkan dahi. Sedikit kesal dengan jawaban Ali tetapi hatinya lega karena jika jawabannya sudah begini, maka Sabima Ali Aulia memang sudah benar benar kembali.
“Dia udah makan belom? Makan apa tadi? ” tanya sang puan berpindah ke bayi dalam dekapan.
“Udah, sama sayur sawi” jawab Ali sembari menepuk nepuk punggung anaknya.
“Lo ngaco ya lo gue gebuk juga lo” balas Deka kesal karena jawaban ngawur dari sang suami.
“Ya dia emangnya bisa makan apa selain susu? Yang ngaco itu kamu” balas Ali tidak terima.
“Yaudah taro. Udah tidur juga, taro aja, temenin aku makan” ucap Deka.
“Aku mau gendong dulu”
“Nanti dia kebiasaan, taro aja orang udah tidur juga”
“Biarin kenapa si, kebiasaan juga biarin, aku mau kok gendong” balas Ali membela sang buah cinta.
“Taro Ali, aku ngga bisa jalan, mau digendong juga” rengek Deka kepada suaminya.
“Apa apaan? Kamu aja kesininya lari?” balas Ali.
“Ck” decak Deka tidak terima.
“Apa si bun, kok cemburu sama anak sendiri? Kamu udah aku gendong aku temenin 15 tahun, ini aku baru gendong dia 10 menit aja?” jelas Ali melihat raut wajah kesal yang Deka miliki.
“15 tahun kita kalah sama dia yang cuman 10 menit? Cihhhhh” balas Deka dengan ekspresi wajah yang dibuat buat. Ali terkekeh. Ia merindukan hal ini. Hal konyol yang selalu Deka lakukan kapanpun dan dimanapun. Hal konyol yang selalu sukses membuat Ali kesal.
“Gloria, sayang, maaf kamu ngga bisa jadi satu satunya perempuan yang papa cinta ya nak? Soalnya masih ada bunda” ucap Ali kepada anaknya?
“APA APAAN? KAMU DOAIN AKU MATI APA GIMANA?!” teriak Deka yang kemudian mendapat telapak tangan Ali di mulutnya, niat hati menghentikan perdramaan pagi ini.
“Iyaaa, iyaaa, aku temenin, sana ke dapur duluan aku taro dulu anaknya” balas Ali kesal. Deka lalu menyengirkan gigi kudanya.
“Kasian, kamu kalah sama bunda, maaf ya hahaha” ucap Gloria lalu mengambil satu kecupan di pipi gembil sang buah cinta. Sejurus kemudian Deka berjalan dengan tertatih meninggalkan Ali dan Gloria, menuruti kata sang suami.
Ini sempurna. Hari Ali pagi ini dimulai dengan kesempurnaan. Berbekal rasa syukur kepada Tuhan, serta sisa rasa bersalah yang ada, Ali mencoba menerima dirinya kembali karena benar kata Deka, 'lebih' yang dulu suka ia ucapkan itu, adalah lebih dari segala hal yang ada di dunia. Jika bersama Deka jalan akan sulit ke depannya, maka Ali tetap akan memilih jalan itu karena jika ia menapaki jalan lain yang tidak ada Dekanya, maka sulitnya tidak akan bisa ia hadapi. Pagi ini hari Ali, sempurna.