What Should She Do?

Shannon menghembuskan nafasnya. Berat sekali. Dirinya berada di dalam mobil sudah sekitar 30 menit hanya diam dan nampak cemas.

Setelah cukup lama meyakinkan diri sendiri akhirnya ia putuskan untuk turun dan menghadapi kenyataan.


“Yang itu yang itu bu”

“Kasian banget ck”

“Saya kalo jadi dia ngga bisa kayanya. Salah milih mati aja. Biar saya aja”

“Jangan gitu bu. Itu pasti juga pilihan yang berat buat mereka”

Terdengar di telingga Shannon percakapan dua perempuan yang kira kira berusia 30 tahunan. Sama sepertinya, ke tempat ini tanpa dampingan suami.

Sebuah brankar ternyata telah lewat melalui mereka membawa seorang wanita yang tidak sadarkan diri. Usut punya usut, wanita itu harus mengaborsi anaknya sendiri demi kesehatan dan keselamatnnya. Brankar itu di dorong oleh beberapa orang bersergam dan seorang laki laki biasa diduga suaminya.

Tak lama nama Shannon dipanggil. Ia lalu berdiri dan menuju ke asal suara. Lalu tak lama badannya lenyap dilahap oleh sebuah ruangan.


“Sudah 3 bulan ya ibu?” Ucap sang dokter

“Maaf dok, tapi aku baru telat 2 bulan ini” Balas Shannon.

“Iya ibu. Jadi menghitungnya bukan dari kapan telatnya. Tapi dari tanggal terakhir ibu dapat” Jelas sang dokter.

“Oooh” Jawab Shannon hanya memgangguk angguk.

“Jadi saya positif hamil?” Tanya Shannon untuk kesekian kalinya kepada sang dokter. Memastikan.

“Positif ibu.” Jawab dokter tanpa menyertakan embel embel selamat karena ini bukan pertanyaan Shannon yang pertama. Shannon masih diam. Sedikit melamun.

“Ibu mohon maaf, adakah keinginan untuk tidak memiliki anak?” Tanya dokter melihat reaksi Shannon yang tidak normal seperti calon ibu pada umunya. Mereka akan menangis, berteriak, bahkan reflek memeluk sang dokter ketika tahu bahwa dirinya sedang mengandung.

Tapi hal itu tidak terlibat dalam diri Shannon. Ia hanya diam, diam dan diam. Melamun. Seolah masih terus terusan mencerna peristiwa yang ada. Ditambah lagi Shannon pergi tidak bersama sang suami. Ini membuat siapapun yang melihatnya sekarang akan berfikir hal yang sama dengan sang dokter.

“Dok, aborsi sakit ya?” Tanya Shannon.