You Are Mine

“Dek, Deka!” “Deka, ini punya siapa?” tanya Ali sembari menuruni tangga dan membawa sebuah kota terduga sepatu, kepada Deka yang sedang bergelut dengan dapur guna mengisi perut mereka malam ini.

Merasa namanya dipanggil, Dekapun sesekali menoleh ke sumber panggilan dengan tidak sepenuhnya merubah atensi karena kegiatannya saat ini dapat berakhir dalam ketidak baikan apabila ia meninggalkannya begitu saja.

“Punya siapa?” tanya Ali lagi masih berapi api. Pasalnya sepatu dalam kotak tersebut adalah sepasang hightop shoe bermerk terkenal dengan ukuran yang pas di kaki Ali.

“Mandi dulu” “Mandi dulu terus coba” balas Deka masih sibuk dan tetap sesekali memberi atensi dengan senyum yang menghias bibir manisnya.

“Bentar dulu, punya sapa dulu?” cecar Ali masih penasaran.

“Mandi dulu Aliiiiiii. Mandi dulu, bajunya langsung taro keranjang kotor” balas Deka.

“Lo juga balik kerja ngga langsung mandi, ganti, malah masak. Punya siapaaa?” balas Ali sedikit memelas.

“Yakan sekalian kotornya, nanti juga mandi” bela Deka teguh pada pendiriannya bahwa Ali, harus berbilas diri.

“Janji gue mandi tapi ngomong dulu punya siapa. Janji” janji Ali di seberang sana. Ia lalu menaruh tubuhnya di atas meja agar lebih condong ke Deka yang tetap sibuk di depannya.

“Janji?” tanya Deka tanpa menoleh sedikitpun ke arah Ali.

“Iyaa” janji Ali lagi. Sang istripun kemudian mematikan kompornya dan berbalik badan menghadap sang suami. Menaruh kedua tangannya di atas meja makan sebagai tumpuan dan menatap mata Ali dalam dalam.

Walaupun belum Deka konfirmasi, namun dapat ia lihat semburat bahagia penuh harap yang Ali berikan kepadanya. Keduanya diam, Ali menunggu jawaban sang puan, sementara Deka sibuk merangkai kata dalam hatinya.

“Kan kata orang surga itu-” “Ah ngga jadi, ngga jadi” rengek Deka tiba tiba belum menyelesaikan kalimatnya.

“Loh loh kenapaa?” tanya Ali bangkit.

“Malu gue nanti lo ceng cengin” balas Deka.

“Engga Dek hahah, engga lanjutin, kata orang surga itu apa?” tanya Ali mulai menaruh atensinya kembali.

“Kata orang surga anak itu di kaki ibu, kalo surga istri di kaki suami. Gue ngga mau surga gue kegores gores jadi ini, pake ini, ga usah GR dulu, belinya juga pake duit lo kok” jelas Deka panjang lebar. Ia lalu mengulum bibirnya ke dalam. Wajahnya memerah tanpa sebab. Perutnya geli seperti digelitiki.

Ali tersenyum. Bukan. Bukan masalah uang siapa yang digunakan, karena milik Ali adalab milik Deka, sementara milik Deka ya hanya milik Deka saja, tetapi perhatian yang Deka berikan kali ini, berhasil mengusik jiwa tenangnya yang ia tahan selama beberapa hari ke belakang. Ia kemudian menatap Deka dengan bangga dan tidak menjawab apa apa. Hanya senyum dengan sempurna yang tidak meninggalkan bibirnya.

“Apa si lo jangan liatin gue kaya gitu” ucap Deka mulai salah tingkah dibuat Ali. Jika dipikirkan memang benar, siapa perempuan yang tidak kelabakan jika ditatap sebegitunya oleh seorang Sabima Ali Aulia?

“Bentar jangan gerak” ucap Ali akhirnya.

“Hah?”

“Jangan gerak, gue lagi mengangumi cantiknya ciptaan Tuhan. Jangan gerak, nanti ngeblurred” balas Ali. Deka semakin menjadi menjadi. Ia meremas tangannya sendiri mencoba mencari kekuatan untuk tetap bertahan. Sebenarnya perkataan Ali 'dangdut' sekali. Tetapi karena sudah lebih dulu dimabuk cinta, perandaian 'tai kucing rasa coklat'pun Deka jalani. Jika sudah begini, di chat sekalipun Deka akan berlari ke Twitter untuk mengadukan tingkah polah sang suami, tetapi kali ini, kemana ia bisa pergi?

“Diem jangan gerak” kata Ali lagi. Lalu ia mulai memperpendek jarak di antaranya dan Deka. Sejurus kemudian Ali berhasil berdiri tinggi menjulan di samping Deka. Ia memegang kedua pundak istrinya, lalu memutarnya menjadi menghadap ke arah Ali sepenuhnya.

“Makasih ya, Dek” kata Ali lembut. Lembut sekali. Setelahnya tidak ada jawaban dari Deka. Ia hanya terus mencoba menetralkan degup jantungnya yang mungkin sekarang sedang berdisko hanya karena Ali menatapnya begitu berarti.

“Harusnya udah ngga red days iyakan?” tanya Ali kemduian. Deka semakin dibuat lemas tidak bertenaga. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Sementara otaknya berlarian kesana kemari, menciba mencari beberapa alternativ jawaban.

“Oke, gue mandi duluan ya Dek?” tanya Ali lagi lalu berjalan menjauh sembari membawa sepatu yang di atas meja. Deka masih berdiam diri memikirkan apa maksud perkataan Ali, barusan.

“Ali?” panggil Deka ketika ia tersadar. Alipun berhenti di tengah tangga, menoleh ke sumber suara.

“Kok lo ngga nanya si?” lanjut sang wanita.

“Nanya apaan?” balas si pria.

“Ya nanya boleh gak gitu? Asal mandi mandi aja lo, kan gue belom ngeiyain”

You are mine, aren't you? Kenapa gue harus minta izin sama apa yang udah jelas jelas jadi hak milik gue?” balas Ali lagi dengan senyum jahil di wajahnya. Degup jantung Deka semakin tidak dapat dikendalikan. Entah apa yang ada dalam pikiran Ali dan Deka, finalnya malam ini akan menjadi malam panjang bagi mereka berdua.