The Hidden Voice of Me
Shannon Adeline, duduk dengan meremas tautan tangannya di sebuah bangku di dalam rumah makan yang ia dan mantan suami sepakati dua jam yang lalu bahwa hari ini, mereka akan bertemu. Jantungnya berdegup dengan kencang serta keringat agaknya sudah menguap dari tubuh wanita berusia tiga puluh tahun lebih ini karena rasa gugup yang berlebihan. Kakinya terus bergerak dengan gusar guna mengurangi rasa khawatir yang menyelimuti diri, yang ternyata juga tidak membantu sama sekali. Dulu, jika ia sedang tidak bisa mengontrol dirinya seperti ini, ada sebuah tangan kekar lain yang menggenggam tangannya dan berkata bahwa semua akan baik baik saja. Tetapi sore ini, lelaki yang dulu selalu ia jadikan hari hari pertamnya itu, entah bagaimana bisa tidak ada disana dan hanya menyisakan ia dan sang ibunda yang juga sama sama was was karena lawan bicara mereka nanti, adalah penentu bagaimana hidup Shannon selanjutnya.
“Itu mereka” ucap Bunda ketika ia melihat mantan menantunya, berjalan dengan seidkit gontai dengan senyum yang terlihat dipaksakan, dengan kedua tangannya menggenggam tangan lain di sebelah kiri dan kanan.
“Mamaaaaa” ucap Samara riang kemudian ia melepaskan diri dan berlari sekencang kencangnya ke arah sang ibunda, yang entah bagaimana mulanya pula, Shannon sudah lebih dulu berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan tinggi sang anak agar Jodi dan Samara bisa langsung masuk ke dalam dekapannya.
“Hati hati, adek” ucap Jaehyun menapat tingkah anak perempuannya. Sementara satunya lagi, menatap Shannon aneh penuh benci dengan banyak pertanyaan yang tak sempat ia ucapkan karena kini matanya sudah penuh dengan air dan mungkin sebentar lagi, restoran lenggang tempat mereka bertemu sore ini akan dipenuhi dengan suara tangis Jodi.
“Kakak ngga mau peluk mama?” tanya Shannon kepada anak laki lakinya setelah cukup lama memeluk Samara. Dengan satu tangan yang masih mengusap punggung Samara, ia membuka tangannya yang lain untuk meminta Jodi juga masuk ke pelukannya.
“I hate you” jawab Jodi meremas tangan sang papa seolah mencari kekuatan dari sana. Mengetahui bahwa hati Jodi lebih sensitif dari biasanya, Jaehyun pun kemudian sedikit mengguncangkan genggaman tangan mereka yang otomatis membuat Jodi mendongakkan kepala “kakk?” ingat Jaehyun kepada anak sulungnya.
“Mama sorry, kak” balas Shannon putus asa. Seolah mengerti bahwa kakaknya mengalami pergulatan jiwa, Samarapun melepas pelukan ibunya dan beralih menatap yang lebih tua.
“Mama sorry, don't you hear it?” tanya Samara sedikit jengkel. Niatnya memberitahu Jodi bahwa ibu mereka sudah meminta maaf, maka segera peluklah karena ia tahu, si sulung amat sangat merindukan pelukk hangat ibundanya. Alih alih menurut, Jodi malah tetap memilih diam dan berdiri mencoba membereskan perasaannya sendiri. Ah benar, Jodi memang keturunan Jaehyun dan Shannon Adeline, mau bagaimanapun keadaannya, gengsi adalah yang utama.
“I miss you, come here kak, mama sorry” ulang Shannon dengan sedikit menarik tangan anak laki lakinya. Jodi tidak menolak. Ia berjalan mendekat dan langsung mendekap sang mama hangat. Tidak ada kata lagi setelahnya selain suara bunda yang dengan tiba tiba membalikkan diri, mengusap air matanya kasar dengan cepat sebelum kedua cucunya melihat. Juga suara rengek Samara yang ingin ikut berpelukan bersama mama dan kakaknya guna melepas rindu setelah tiga minggu mereka tidak bertemu.
“I counted the days and mama tiga minggu” ucap Samara setelah ia melepaskan pelukan sebagai yang pertama “why didn't you come?” lanjutnya. Shannon tersenyum dan mengusap halus pipi gembil anaknya sembari menjawab “didn't your papa tell you?“
Samara menggeleng yang kemudian dijawab dengan lantang oeh Jodi “papa bilang mama sibuk” ucapnya sembari membuka pelukan sang mama. Dapat Shannon dengar ada begitu banyak pertanyaan di kepala dua buah cinta di hadapannya yang tak sempat mereka suarakan. Hatinya tiba tiba remuk, menyadari fakta bahwa selama itu Shannon mencoba menata perasaanya sendiri, akibat dari bahtera rumah tangganya yang tak sampai di akhir cerita, sehingga ia melupakan perasaan lain yang masih sangat menbutuhkannya. Jika tidak dijanji oleh sang mantan suami sebelumnya, mungkin Shannon akan menangis dan meminta maaf serta kelapangan hati anak anaknya karena membiarkan mereka sendirian tanpa kabar selama hampir satu bulan.
“Iya mama si-”
“But why? Kenapa mama ngga nelvon?” belum sempat dijawab, Jodi melontarkan pertanyaan lain yang membuat Shannon kelabakan memutar otak kebingungan.
“Are you guys hungry?” tanya Jaehyun tiba tiba yang sedari tadi hanya diam menyaksikan mantan istrinya melepas rindu dengan kedua anaknya.
“Kakak tadi katanya mau makan burger, yaa?” lanjut Jaehyun mengalihkan perhatian mereka.
“Oh yaa? Ayoo, mama tau disini ada burger enak, ayokk? Adek mau apa sayang?” sahut Shannon seolah mendapat pertolongan. Ia kemudian menarik kedua tangan anaknya dan berjalan menjauh membawa mereka untuk bisa memesan makanan apapun yang ingin mereka makan.
Sementara Shannon mulai membalasa rasa rindu yang ia tahan sendirian, Jaehyun menaku tatap pada setiap gerakan yang ketiga orang itu lakukan. Matanya tidak lepas barang sedikitpun dari wanita yang kini menjaga anak mereka, badannya yang terlihat sangat kurus, kantong matanya yang menghitam serta matanya yang sangat bengkak, menandakan bahwa Shannon memang banyak menangis.
“Duduk dulu” ucap bunda mempersilahkan mantan menantunya.
“Udah lama ya, bun?” tanya Jaehyun basa basi.
“Lima belas menit?” tanya bunda seolah mengingat ingaat kedatangannya ke restoran ini sore tadi.
“Kamu nggak telat kok, emang bunda yang datang awal” lanjutnya menenangkan sang mantan menantu. Jika boleh digambarkan, atmosfer antara Jaehyun dan mantan mertuanya, tidak pernah setegang ini sebelumnya. Bunda selalu memperlakuaknnya seperti anak sendiri, bahkan di hari dimana pengadilan memutuskan bahwa statusnya dengan Shannon sudah bukan lagi suami istri. Ah, Jaehyun agaknya banyak berhutang budi.
“Maaf ya, kamu kayanya sibuk” kata bunda mencoba mencairkan suasana.
“Nggakpapa, bun” balas Jaehyun dengan seulas senyum.
“Makasih yaa, makasih udah bawa anak anak kesini, seenggaknya hari ini bunda liat Nona hidup, ngga kaya kemarin kemarin” ucap Bunda tiba tiba. Pandangannya bukan ke lawan bicara. Bunda juga memaku tatap pada anak dan cucunya yang terlihat amat bahagia bersama. Agaknya bunda merasa lega karena Shannon Adeline, sore ini, mencoba bangkit dan merawat diri.
“Makasih ya, J” ulang bunda sembari mengusap air mata. Jaehyun tidak menjawab. Ia hanya tersenyum getir dan terus menatap semestanya di kejauhan sana dengan pandangan yang perlahan memburam. Air mata di pelupuk matanya siap jatuh kapan saja berbarengan dengan perasaan menyesal dan bersalah yang tiba tiba muncul di lubuk hatinya. Berdosa sekali ia karena telah menjauhkan apa yang seharusnya bersama, Shannon dan kedua anaknya. Melihat tawa ketiganya muncul, dengan Shannon yang benar benar menepati ucapannya untuk tidak menangis, membuat Jaehyun merasa menjadi manusia paling kejam yang ada di dunia. Entah, bagaimana pola pikir lelaki ini, tetapi nampaknya kacau menjadi kata yang pantas untuk menggambarkannya.
“Tinggal aja, nanti pasti dipulangin ke kamu. Pasti, bunda janji” ucap bunda setelah mendengar beberapa kali ponsel mantan menantunya berbunyi. Entah siapa di seberang sana, tetapi ada sedikit perasaan jengkel dalam diri Jaehyun karena suara ini pasti membuatnya harus segera pergi.
Jaehyun akhirnya mengangguk dan memilih untuk berpamitan kepada yang lebuh tua tanpa mengangguu waktu mantan istri dan anak mereka, pergi meninggalkan restoran begitu saja.
Langkahnya masih gontai, tetapi hatinya merasa sangat lega ketika ia masuk ke sebuah mobil hitam yang tadi ia gunakan untuk menepati janji setelah memasrahkan anaknya ke tangan sang mama. Jaehyun kemudian menatap ke arah depan dengan nanar, air mata nampaknya sudah memenuhi pelupuk matanya dan siap jatuh kapan saja. Lagi dan lagi. Kiranya, ayah dua anak itu, sore ini banyak menyimpan emosi.
Jaehyun menyugar rambutnya kebelakang dengan frustasi sebelum setelahnya menjatuhkan kepala ke setir di hapadanya dan mulai terisak dengan suara yang tertahan. Entah bagaimana awalnya, ia dan Shannonn bisa menjadi seasing ini, tapi satu hal yang Jaehyun imani, bahwa hatinya sore ini terluka, melihat keadaan Shannon dan acara melapsa rindu dengan kedua anak mereka. Bagaiman bisa wanita yang masih amat sangat ia cintai ini menjadi begitu kacau dengan mata serta diri yang sangat menahan hanya karena Jaehyun berucap bahwa bagaimanapun nanti keadaanya, Shannon dilarang keras untuk menangis di depan Jodi juga Samara. Dan seperti uacapan di pesan singkat mereka siang tadi, wanita ini benar benar sekuat tenaga menahan tangisnya hanya agar kembali diijinkan bertemu dengan anak yang ia lahirkan ke dunia suatu saat nanti.
“Jangan jadi sekuat itu Shan, kamu bikin aku jadi manusia paling jahat di dunia”
Jaehyun kemudian memukul mukul dadanya yang sesak sementar air mata masih sangat deras mengalir di kedua pipinya mengingat kembali bagaimana raut wajah Jodi yang juga menahan tangis karena rindu yang ia tahan sendirian kepada sang Ibu. Jodi masih berusia tujuh tahun ketika ia harus menghadapi fakta akan perpisahan kedua orang taunya. Jodi masih berusia tujuh tahun ketika ia dengan sendirian menangis di tengah malam dan enggan memberi tahu sang papa bahwa ia merindukan sang ibunda. Berbeda dengan Samara yang terang terangan meminta untuk segera bersua, Jodi lebih memilih untuk menahan dan bersikap seolah ia sedang baik baik saja.
Tangisnya semakin kencang ketika Jaehyun menyadari bahwa beberapa menit tadi, Shannon tidak berbicara atau bahkan menatapnya. Wanita yang masih amat sangat ia cintai itu, sedang sibuk meyakinkan diri sendiri bahwa semuanya akan baik baik saja bahkan jika Jaehyun tak lagi dapat menorehkan tinta di halaman buku yang sama dengannya. Bahwa hidup terpisah dengan kedua anaknya, anak menjadi hal yang biasa seiring dengan waktu yang terus melaju. Bahkan, di keadaan paling hancur seperti inipun, Jaehyun masih tau kata hati terdalam sang mantan istri. Sebenarnya, Jaehyun juga masih ingin, memeluk Shannon erat dan memperbaiki semua yang telah berantakan, jika saja janji suci lain belum kinjung ia ikrarkan.
Tetapi apa boleh jadi, nasi telah menjadi bubur. Satu satunya hal yang dapat Jaehyun lakukan adalah dengan tidak meminta Shannon kembali, dan memulai hidup baru sebagai seorang mantan suami, yang dulu pernah menjanjikan bahagia selama lamanya tetapi juga sebagai seorang pengingkar yang tidak menepati kata katanya. Sore ini, di dalam mobil di halaman parkir yang begitu luas, ditemani dengan rintik hujan yang turun secara beriringan, Jaehyun meraung kesakitan, seolah mengeluarkan seluruh perasaan yang ia tahan sejak awal ia menyalahi pernikahannya dengan Shannon. Ia membiarkan anaknya kembali ke tampat paling nyaman di dunia yang juga masih menjadi candu untuknya, peluk Shannon. Ia membiarkan, dirinya kalah dihajar hidup yang ia hancurkan sendiri bahkan ketika Jaehyun sudah mendapat permaafan dari sang mantan istri. Sore itu, Jaehyun kembali menapaki dunia penuh kehancuran atas suatu hal yang ia lakukan. Pada akhirnya, memang hanya resiko yang menemani kita hingga tua.