raellee

Aleeah tertawa ketika mendapati seorang perempuan dengan perut membuncit sedang memukul mukul punggungnya di depan pintu apartmentnya bersama Johnny.

“Lama bener buset, lift mana yang lo naikin?” tanya Alisya sewot tat kala Aleeah mendekat ke arahnya.

“Burj Khalifa. Lo lagian juga cepet banget datengnya astagaaa” balas Aleeah sembari mulai memasukkan kode ke sebuah tombol di pintu apartmentnya.

“Pegel anjir. Ngga kasian lo sama ponakan sendiri? Jahat banget tantemu nak” balas Alisya dengan sesekali mengusap perut buncitnya dan mulai mengekori Aleeh masuk ke dalam rumah.

“Ututututu sayangnya tanteee” balas Aleeah sembari menaruh tasnya dan berlalu ke segala arah menyalakan lampu ruangan.

“Ini sih bukan apartment. Penthouse jatohnya” ucap Alisya sembari duduk dan menengok kesana kemari mengamati setiap sisi hunian yang beberapa bulan ke belakang Aleeah tinggali.

“Ya gini hehe” balas Aleeah berdiri di depan sahabatnya dengan canggung.

“Ahhhh enak banget baunya ngga kaya rumah gue”

“Bukannya enakan di rumah ya? Bisa nginjek bumi” tanya Aleeah.

“Maksud lo kalo di penthouse tujuh lantai gini ga nginjek bumi?” balas Alisya sewot.

“Ya gak gitu ahahha” “Gimana sya perasaan lo? Bentar lagi punya bayi?” tanya Aleeah penasaran sembari duduk di samping Aleeah. Tidak ada minuman atau makanan ringan di antara keduanya. Mereka sama sama menunggu Camela dan Faraya datang membawa perbekalan.

“Takuttt” balas Alisya mulai gusar.

“Takut ngelahirin?”

“Takut gabisa didik anak dengan baik.” “Kalo urusan ngelahirin udah gue serahin sama Allah. Yang gue takutin nanti anak gue ngga bangga lahir dan punya ibu macam begini. Takut ah le pokoknya” balas Alisya tanpa melihat ke arah lawan bicaranya. Dapat Aleeah lihat mata sahabatnya menerawang jauh ke masa depan.

“Lo sendiri gimana?” tanya Alisya berikutnya.

“Gimana apaan?” jawab Aleeah.

“Ya gimana? Emang lo ngga pengen?” tanya Alisya sembari menunjuk perut buncitnya.

“Ehmmmm” gumaman adalah jawaban dari Aleeah. Dengan mulut yang dilipat ke dalam serta suara gumaman yang tak kunjung selesai, Alisya tau ada beberapa kata yang ingin sahabatnya sampaikan. Butuh waktu cukup lama bagi Aleeah menyuarakan isi hatinya, baik untuk merangkai kata bahkan mencari tau apa yang ia maksud melalui perkataannya nanti.

“Heheh” lanjut Aleeah terkekeh.

“Apaan ketawa? Le you ok?” tanya Alisya kembali. Yang lagi lagi juga dibalas kekehan oleh Aleeah sembari membuang muka dan mulai memainkan jari jari tangannya.

“Berat ya le?” tanya Alisya kembali. Tetap gigih mengorek isi hati teman dekatnya.

“Ehmmmm” “Lo tau ngga si rasanya, lo mau jatuh tapi lo ngga mau sendirian. Kayaa, lo mau berdua tapi lo juga ngga tau ini lo aja atau dia juga” “Ngerti ngga?” tanya Aleeah.

“Engga” jawab Alisya lugas.

“Anjir sya?!”

“Ya lo ngomong ga jelas anjing. Yang bener” balas Alisya.

“Gue tu kayanya suka sama Johnny. Gue tau harusnya gue ngga begini tapi gue kayanya suka. Engga deng. Gue suka sama Johnny. Dia baik banget sama gue sya, tapi gue ngga tau dia begitu karena dia orangnya emang baik begitu, atau ke gue aja, atau ke semua orang sama, atau emang karena rasa kemanusiaan, atau karena kontrak kita gue ngga tau” jelas Aleeah akhirnya. Alisya masih diam menatap lawan bicaranya, sementara Aleeah telah menaruh punggungnya di sandaran sofa. Mulutnya berbicara dengan mata yang menatap langit langit mencoba membantu mengeluarkan kata kata yang ada di hatinya.

“Kaya ya kenapa dia repot repot jagain gue pas gue sakit? Kenapa dia repot repot beliin ayam goreng, kenapa dia repot repot marah ada orang kirim makanan ke rumah, kenapa dia mau gue repotin gitu lo? Dia itu baik begitu ke semua orang apa ke gue aja si?” akhir Aleeah.

“Makan le” balas Alisya sembari ikut membaringkan punggungnya. Aleeah menoleh.

“Makan apaan?” tanya Aleeah keheranan.

“Makan tu we pro” balas Alisya sewot.

“Anjing”

“Gue bilang juga apa, dari awal udah gue bilang ini itu nikah ga main main. Pusing kan lo, mau ngehindar juga kemana orang serumah terus.”

“Gue harus gimana dong sya? Asli lo kalo liat dia pasti mikir dia suka sama gue, tapi gue juga gamau kaya yang kegran gitu ngerti ngga si?”

“Oalah bajingan. Lo berdua bajingan tau gak? Udah kaya anak abg aja masih gengsi gengsian. Inget umur anjing” balas Alisya.

“Lo juga inget lagi hamil ya nyet, ngomong seenak jidat aja ntar kalo anak lo lahir terus ngomong babi gimana?”

“Amit amit lee!” sewot Alisya. “Terus lo gimana? Rencana lo gimana? Masih mau begini begini aja? Lo udah 26 le”

“Ya gue mesti gimana?” balas Aleeah frustasi.

“Kalo gue jadi lo gue bilang si. Terserah nanti si Johnny jawab apa yang penting gue bilang dulu 'eh johnny gue suka sama lo' fuck contract yang penting perasaan gue dulu” balas Alisya.

“Ya ngga heran ini kan lo, lo nikah aja jeff yang lo lamar bukan lo yang nunggu dia ngelamar. Emang ngga sabaran” bela Aleeah.

“Bukan ngga sabaran anjir, gue udah ngga ada waktu. Kalo lo mau sama gue yaudah ayo, kalo gak biar gue sama yang lain.” “Waktu kita itu ngga banyak anjing le, jangan egois, orang tua lo, bokap lo gimana? Lo dua tahun pura pura ama Johnny lo pikir worth? Gak banget monyet. Belom lagi nanti lo cere gimana ngomongnya. Siap nyokap dia terima kenyataan? Kenapa ngga mikir dari awal Le?” ucap Alisya menyadarkan temannya.

“Emang kacau lo berdua, kacau.”

Ting tung

Suara bel ditekan. Alisya kemudian bangkit guna membuka pintu karena ia yakin kedua temannya telah sampai, meninggalkan Aleeah dengan segudang pikiran dan rencana masa depan yang belum ia susun semenjak Johnny memasuki hidupnya.

Bener juga, nanti kita pisahnya gimana ya pak?

Benar saja. Ketika Aleeah berjalan dengan bersusah payah ke arah pintu keluar utama Seo Medical Center, ia menemukan seorang lelaki yang harusnya baru akan di berada Jakarta esok hari, sedang bersandar ke kereta hitam miliknya dengan menyesap sebatang rokok setengah menyala. Ditopang dengan krek di sisi kiri dan kanan Aleeah terlihat amat sangat bersusah payah untuk menggapai daksa tegap suaminya di depan sana.

Di belakangnya, Daffa Wardhana. Seorang dokter berusia 28 tahun sedang berjaga jaga mengekori Aleeah takut takut si perempuan tiba tiba terjatuh karena tak kuasa menahan berat badannya sendiri. Mengingat kaki sang perempuan tidak dapat difungsikan sebagaimana biasanya karena kecerobohannya. Daffa tidak memegang kedua pundak Aleeah atau membopong, membantunya berjalan. Ia hanya mengikuti Aleeah dari belakang.

Seketika Johnny melihat wanitanya mulai nampak di kejauhan, ia lantas membuang putung rokoknya ke jalan. Tak lupa menginjak sisa bara yang masih ada sebagai tanda bahwa api benar benar dimatikan di bawah alas kaki, sepatunya. Ia kemudian berjalan mendekat ke Aleeah. Wajahnya biasa saja, tidak Aleeah tangkap ada rasa rindu yang membuncah, rasa senang karena kembali atau hal hal uforia lain sebagai tanda bahwa Johnny merindukannya. Wajahna dingin datar, lebih seram dari biasanya.

Aleeah kemudian melemparkan senyum ke arah suaminya. Hangat. Tapi tatapan mata Johnny jatuh ke laki laki di belakang Aleeah. Sadar seseorang di belakangnya mengambil atensi sang pria, Aleeah pun baru teringat bahwa Daffa dengan sengaja mengantarkannya ke depan tat kala notifikasi dari Faraya berkata bahwa Johnny mungkin sedang menunggunya. Dengan masih bersusah payah, Aleeahpun berbalik badan.

“Thanks daff” ucap Aleeah.

“It's ok, it's ok, you don't have to” balas Daffa.

“Oke, gue balik sama suami gue ya, makasi banyak pak dokter” balas Aleeah. Ada perasaan tidak jelas yang tidak dapat Johnny gambarkan ketika Aleeah memperkenalkannya sebagai seorang suami di hadapan orang lain, yang notabennya, Daffa adalah orang asing yang tidak pernah mereka siapkan dalam Don and Don't mereka sebelumnya. Bagi Johnny dan Aleeah, Daffa sama seperti orang yang harus mereka sapa ketika mereka melewati jalanan kecil di pedesaan. Bagi Johnny dan Aleeah, Daffa adalah orang asing yang tak sengaja mereka temui ketika sedang menaiki kereta lalu tidak sengaja berbasa basi. Bagi Johnny dan Aleeah, Daffa adalah orang asing yang mungkin, mungkin, pertemuan mereka hanya akan bertahan sampai Aleeah pulih nanti dan tidak akan ada tegur sapa yang lainnya. Seaneh itulah perasaan Johnny, desiran lembut agaknya muncul dalam hatinya. Hal kecil yang entah merayap kedalam perutnya. Sepersekian detik hatinya mencari, tetapi tidak bertahan lama karena pikiran itu muncul kembali. Pikiran penuh perandai andaian bagaimana jika memang ia sungguhan suami Aleeah.

Sujurus kemudian Daffa melemparkan senyum dibarengi anggukan, tanda bahwa ia setuju kepada peryataan Aleeah mengenai kepulangannya ke rumah, yang disusul oleh ucapan terima kasih Johnny kepada si dokter laki laki lalu membantu sang puan untuk naik ke mobil dan menyimpan krek-nya di bangku belakang.


“Bapak bukannya harus pulang besok ya?” tanya Aleeah setelah mobil yang mereka naiki mulai meninggalakan rumah sakit.

“Udah selesai” balas Johnny singkat. Tangannya kirinya berada di kemudi, sedangkan yang kanan ia gunakan untuk mengusap kasar janggutnya.

“Pak Johnny you did well, cepet banget kerjanya, keren” balas Aleeah kikuk karena atmosfer yang Johnny ciptakan benar benar membuatnya harus segera memakai jaket hangat sekarang. Dingin sekali. Berbeda dengan Daffa yang membuat Aleeah ingin berjemur saking panas dan mencairnya suasana ketika dokter bedah umum itu mulai berbicara.

“Udah biasa” balas Johnny singkat sembari tetap menatap ke depan. Aleeah mulai didatangi rasa kesal. Mengapa sikap Johnny berubah padahal belum genap 24 jam mereka berpisah melalui sambungan telepon? Aneh. Aneh pula bagi Johnny, ini adalah adalah perasaan asing pertamanya setelah cukup lama hatinya tidak menjamah ciptaan Tuhan bernama wanita. Johnny sempat bingung mengapa juga hatinya menadak kesal tatkala Aleeah menyebut nama Daffa dalam room chat mereka, bahkan tangannya mengepal ketika ia melihat wanitanya berjalan diiringi laki laki lain di belakangnya. Aneh dan asing.

Setelahnya tidak ada percakapan lagi diantara keduanya. Johnny yang masih mencari arti perasaannya serta Aleeah yang tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengapa lelaki ini berubah secepat itu. Keadaan saling bungkam ini berlangsung cukup lama hingga nampaknya perasaan Johnny mulai terkendali, ia membuka obrolannya kembali dengan sang wanita.

“Kaki kamu gimana?” tanya Johnny. Masih tidak menoleh ke arah Aleeah. Berbeda dengan Aleeah yang begitu bertanya maupun menjawab, ia akan menenggok ke arah lawan bicaranya.

“Baik, kata dokter jangan keseringan naik turun tangga aja sih pak. Kayanya minggu depan udah bisa jalan normal” balas Aleeah jujur.

“Okkey” gumama Johnny lirih. Tetapi masih dapat Aleeah dengar kata itu keluar dari mulut suaminya.

“Bapak marah?” tanya Aleeah memberanikan diri.

“Engga. Ngapain?” balas Johnny dengan mencengkram erat kemudi mobil.

“Ya siapa tau bapak kesel saya dianter Daffa” balas Aleeah tetap dengan menatap lawan bicaranya yang atensinya tidak berpindah dari badan jalan.

“Ngapain? Kalo kamu suka Daffa yaudah itu hak kamu. Saya ngga ada urusan buat larang larang dan marah sama kamu. Saya cuma harus tau aja kamu pergi kemana sama siapa biar kalo ada yang nanya saya bisa jawab.” jawab Johnny masih tetap enggan menatap wanitanya. Jika diizinkan untuk membuka hatinya, maka akan kita temukan secuil perasaan kecewa dalam organ kecil milik Aleeah. Entah mengapa namun ada harapan bahwa Johnny akan mengatakan hal yang sebaliknya.

“Saya ngga suka kamu jalan sama Daffa”

Lagi lagi Aleeah merutuki dirinya sendiri. Sebenarnya harapan macam apa yang ia mimpikan dari diri seorang Johnny. Saat itu juga Aleeah tau, sebenarnya bukan Johnny, tapi dirinya kecewa sendiri dilahap ekspetasi.

“Pak, mampir depan situ dong saya pengen sushi” ucap Aleeah kembali ke mode kontrak.

“Ngga. Saya cape” balas Johnny acuh.

“Ok deh nanti minta gofood Daffa aja” balas si perempuan entang sembari mulai mengalihkan atensinya mencari cari sesuatu di dalam tas yang Johnny asumsikan sebagai ponsel. Maka seketika itu pula tatapan Johnny mulai beralih ke Aleeah. Nampak cukup kaget ditangkapnya namun giliran Aleeah sekarang yang acuh.

“Mall depan situ kan? Ok saya juga tiba tiba jadi pengen” balas Johnny.

“Pengen sushi?” tanya Aleeah.

“Pengen nampol si Daffa” balas Johnny dengan wajah kesal tapi tak sedingin sebelumnya yang selanjutnya terdengar suara tawa kencang dari mulut Aleeah.

Johnny menyisir rambutnya dengan frustasi. Sudah sejak dua jam yang lalu ia terjebak dalam rapat yang entah kapan selesainya. Biasanya hari hari seperti ini, ia akan sesekali mencuri curi pandang ke arah Aleeah sebagai bentuk pengisian kembali daya dan energinya. Namun, karena Aleeah masih harus istirahat di rumah karena insiden hujan hujanan, maka selama tiga hari kebelakang Johnny seperti kehilangan semangatnya di kantor. Letih lesu tak berdaya.

Ia menguap dalam diam agar setiap kolega disana tidak merasa tersinggung. Karena jika boleh jujur, memang Johnny sudah mulai bosan dengan materi yang dipermasalahkan. Moodnya mendadak hilang entah kemana. Hati dan pikirannya senantiasa ingin selalu berada di samping wanitanya walaupun Aleeah selalu mati matian berkata bahwa Johnny harus pergi bekerja karena ia bisa menjaga dirinya sendiri. Pandangannya mengedar ke segala arah, dan sepersekian detik ia menangkap mata Yudhistira. Sahabatnya yang terlibat project kerja dengannya dalam beberapa kesempatan terakhir ini.

Apa? nampak Johnny bertanya pada Yudhis melalui angkatan kepala dan tidak bersuara karena nampaknya Yudhis ingin mengucapkan beberapa kata kepada Johnny.

Cek hp Jo. Hp lo liat kata Yudhis lagi yang tetap tidak ada suara. Mulut keduanya saling komat kamit mengucapkan mantra.

Hah? tanya Johnny.

Hp lu liat anjing. Hp lu balas Yudhis setengah emosi. Suasana ruang rapat masih kondusif dengan dua orang sedang berdiri menjelaskan sesuatu sementara yang lain tetap menaruh perhatian kepada papan proyektor di depan.

Paham akan hal yang Yudhis ucapkan, Johnny kemudian merogoh kantong celananya, mengeluarkan ponsel pintar lalu ia letakkan di bawah meja. Tangannya mulai mencari cari sesuatu. Dapat ia lihat ternyata bukan hanya notifikasi dari grub chat tidak jelasnya dan nomor tak dikenal di hpnya, tetapi ada pula nama Aleeah dengan beberapa kali panggilan tak Johnny jawab.

Seketika ia melihat hal janggal, tanpa menunggu aba aba Johnny bangkit dengan kasar hingga menyebabkan kursinya terdorong jauh ke belakang, berbarengan dengan berpindahnya atensi semua orang menatapnya keheranan. Tanpa satu katapun yang ditinggalkan Johnny berlari kencang ke luar ruangan dan dapat kalian tebak kemana kaki jenjangnya ia bawa pergi. Parking lot.


Setelah memacu Rubicon Hitam miliknya selama 20 menit dengan kecepatan di atas rata rata, disinilah Johnny sekarang. Di dalam UGD rumah sakit yang namanya sama dengan nama belakangnya, Seo Medical Center, sedang kebingungan mencari dan membuka setiap sketsel yang ada mencari wanita yang harusnya siang ini masih ada di rumah karena kondisinya yang belum membaik.

Satu persatu ia buka dengan tatapan khawatir memuncak di kepalanya, langkah kakinya terdengar gusar dan buru, pikirannya berlarian kesana kemari hingga ia menemukan seorang laki laki yang ia yakini ia mengenal baik daksa, watak dan kepribadiannya sedang berdiri bersama dua orang perempuan, satu berdiri dan satu duduk di kursi roda serta satu orang lagi yang juga ia kenal belum lama ini. Jeffrey dengan kemeja putih dan jas yang ia sampirkan di pundak sedang melipat tangan di depan dada berbicara kepada wanita yang duduk di brankar ditemani Lucas, Dissa, dan Alisya.

“Le?” panggil Johnny memastikan bahwa dirinya benar benar melihat Aleeah disana. Langkah kakinya mulai melambat. Bak mendengar kabar bahagia Aleeah lantas mencari cari sumber suara sembari menyuruh beberapa orang dihadapannya untuk menyingkir. Dapat. Aleeah dapatkan Johnny sedang berdiam diri menatap ke arahnya dengan wajah yang ia lihat beberapa hari lalu di kamar mandi ruangan Dokter Dissa. Khawatir.

Melihat Aleeah duduk di atas ranjang dengan kaki kanan terbungkus perban membuat Johnny semakin memacu langkahnya hingga daksa tegapnya menabrak daksa Aleeah. Ia dekap badan kecil wanitanya seerat mungkin. Dapat Aleeah rasakan detak jantung Johnny yang berdegup amat sangat kencang di dalam dalah dekapannya. What's make you that worried pak? Johnny menhembuskan nafasnya lega ketika Aleeah berada di dekapannya. Ia hanya terus memeluk daksa istrinya sambil bersyukur kepada yang maha kuasa, keadaan Aleeah tak seburuk apa yang dipikirkannya. Seolah mengerti kekhawatiran sang suami. Aleeahpun menepuk nepuk punggung Johnny mencoba menyalurkan ketenangan.

“It's ok” kata Aleeah setelah Johnny membuka pelukan mereka. Johnny tidak menjawab, ia justru mengamati Aleeah dari ujung kepala hingga ujung kakinya memastikan kembali tidak ada luka lain yang menggores kulit tipis wanitanya. Sejurus kemudian Johnny membalikkan badannya, mencari kambing hitam sebagai seseorang untuk disalahkan. Matanya menangkap sepupu sepersusuannya sedang duduk di kursi roda dengan wajah cemas dan ketakutan karena tatapan Johnny yang menghujamnya tajam. Lagi lagi bak dukun, Aleeah mengerti apa yang akan dilakukan Johnny kepada Dokter Dissa. Alhasil, sebelum kakinya Johnny bawa melangkah, tangannya lebih dulu ditahan oleh Aleeah hingga Johnny menoleh ke belakang. Aleeah menggeleng disana sebagai tanda Johnny agar tidak memarahi Dokter Dissa dan tanda bahwa ia baik baik saja.

Keringat dingin agaknya menyerang Dissa. Telapak tangannya penuh keringat. Walaupun dalam silsilah keluarga Dissa adalah kakak Johnny terlepas dari jarak kelahiran mereka yang hanya 2 hari, namun jika sudah salah begini Dissa akan merasa amat sangat takut kepada adik sepupunya. Dengan kode tatapan mata, Aleeah menyelamatkannya dari amukan Johnny si Only Child.

“Gue pamit” ucap Dissa selanjutnya sembari bersusah payah mengoperasikan kursi roda dengan kedua tangannya.

“Kemana?” tanya Johnny. Tangannya masih ada digenggaman Aleeah.

“Akhirat. Gye mending gantung diri dari pada lo mutilasi” katanya sembari meninggalkan bilik milik Aleeah.

“Jo lo-” kata Alisya terputus karena seseorang menggantikannya memarahi Johnny.

“Bro ngga gini caranya. Lo izinin dia pergi padahal masih sakit tu gimana maksudnya?” cecar Lucas sembari perlahan lahan mendekatkan badan ke arah Johnny.

“Udah tau sakit malah dibiarin keluar sendiri” timpuk Alisya ke Johnny pula, Jeffrey hanya mencoba menenangkan istrinya yang mana tangannya langsung ditangkis mentah mentah oleh si ibu hamil.

“Nah makanya, situ sehat? Ini dia sampe kesrempet mobil lo” tambah Lucas kembali.

“Lo kok ngga bertanggung jawab banget Jo?” tambah Alisya. Selanjutnya hanya cecaran pertanyaan yang Johnny terima tanpa kesempatan untuk sekali menjelaskan. Akhirnya ia menatap Aleeah dengan tatapan memohon bantuan untuk menghentikan kegiatan dua sahabatnya ini.

Kenapa jadi gua yang kena?

Baru saja Aleeah akan membuka mulutnya, seseorang dengan perawakan tinggi dan tampan memanggil namanya..

“Permisi, Aleeah.”

Johnny dan Aleeah sama sama mengunci kata. Tidak ada yang mau berbicara. Keduanya sama sama berbaring menatap langit langit kamar. Entah mengapa namun setelah keduanya sama sama paham bahwa mereka tidak nyata, rasa canggung mulai ada.

Johnny sibuk memejamkan mata dengan gusar. Pikirannya berkata bahwa ia harus segera tidur tetapi sebagian lagi mengajaknya untuk terjaga. Benarkah ia ada dijalan yang benar? Benarkah perkataannya pada Aleeah barusan tidak salah? Tidak ada yang tahu, Johnny dan Aleeah yang punya jawabannya.

Sementara sang puan sedang ikut menyumbang pikiran ke langit langit kamar. Bagaimana jika dirinya melanggar kontrak yang mereka buat? Bagaimana nanti ia dan Johnny akan berakhir? Bagaimana jika, bagaimana jika. Penuh perandai andaian sebagai jawaban.

“Pak” panggil Aleeah memecah keheningan.

“Hmm?” jawab Johnny dari bawah ranjang.

“Ngga dingin?” tanya Aleeah tanpa menoleh ke bawah.

“Dingin. Ngga tidur?” tanya Johnny kemudian. Jika keadaan Johnny saat ini dapat dilihat Jeffrey, Yudhis dan Tanaka maka Johnny akan mendapat banyak umpatan karena teman temannya tak segan membodoh bodohkannya karena menyia nyiakan keadaan.

Persetan dengan image, dan janji. Jika teman temannya adalah Johnny maka ia akan mencari cari alasan agar dapat seranjang dengan Aleeah dan memeluk tubuh hangat sang wanita hingga malam menjelma pagi. Tapi lelaki ini adalah Johnny. Johnny Seo yang memegang erat apa yang telah ia ucapkan. Johnny Seo yang tidak dapat mengingkari kata yang telah keluar dari mulutnya. Ini Johnny Seo yang berbohong di hadapan Tuhan dan menarik seorang gadis tidak berdosa ke neraka bersamanya. Ini Johnny Seo, dari pada memeluk tubuh Aleeah ia lebih memilih mengigil kedingan dipeluk dinginnya udara malam.

“Bentar lagi. Pak tidur sini aja” kata Aleeah kini sedikit bangun menengok Johnny.

“Ngapain?” tanya Johnny menatap mata Aleeah.

“Mau pegangan tangan” balas Aleeah. Johnny agaknya terpaku. Wajahnya memerah karena perkataan sang wanita barusan.

“Ya bapak ngapain pake acara tidur di lantai segala? Di sini aja nanti saya bikin garis pertahanan” lanjut Aleeah. Johnny kini mulai bisa mengontrol emosinya.

“Kamu emang beneran modus ya?” hardik Johnny.

“Yaudahh” balas Aleeah enteng sembari kembali berbaring di bantalnya. Johnny kemudian bangkit dan mengambil sisi kasur Aleeah.

“Garisnya mana?” tanya Johnny. Aleeah lalu menyusun guling di antara mereka seperti sebelumnya. Lalu ia menengadahkan tangannya di atas guling persis seperti yang Johnny lakukan dulu. Meminta tangan pasangannya. Johnny menatap aneh ke arah Aleeah.

“Saya takut. Bapak kan kalo tidur lampunya harus mati” ucap Aleeah. Johnny kemudian menepuk tangannya dengan maksud lampu kamar Aleeah menerima radar untuk mematikan daya darinya. Sejurus kemudian jemari Johnny mulai berada pada jamari lain yang lebih kecil dari padanya. Tangan Aleeah.

“Masih takut?” tanya Johnny. Aleeah menggeleng. Jika boleh berkata jujur, tidur dengan keadaan lampu dimatikan membuat Aleeah ketakutan. Ia takut berada di kegelapan namun suka dengan malam. Kontradiktif, namun berbeda saat ia bersama dengan Johnny. Rasanya genggaman tangan mereka memberi Aleeah kekuatan bahwa apapun hal menakutkan di depan sana dapat ia lalui asalkan ada Johnny di sampingnya.

“Engga” jawabnya singkat. Tidak ada jawaban lagi dari pria di sebelahnya. “Bapak” panggil Aleeah kembali.

“Hmmm” jawab Johnny sembari menutup mata. Rupanya kantuk mulai menguasai indera penglihatan sang pria.

“Maaf ya pak” balas Aleeah. Johnny kembali membuka mata.

“Saya tau tadi bapak khawatir makanya marah sama saya. Harusnya saya ngga ujan ujanan biar bapak ngga kepikiran. We have to mind our own business right?” lanjut Aleeah menyelesaikan kalimatnya. Johnny terperanjat. Ada perasaan bersalah karena telah memarahi Aleeah sebelumnya, ada perasaan kagum karena Aleeah memikirkan segala kemungkinan si tukang taxi, ada perasaan kecewa karena ia membiarkan wanita ini jatuh sakit seperti sekarang. Johnny bingung, apa yang harus ia lakukan disaat seperti ini menyerang?

“Iya, saya juga minta maaf tadi bentak bentak kamu” balas Johnny akhirnya. Senyum Aleeah merekah disana tanpa Johnny tahu wujudnya. Walaupun singkat namun Aleeah menangkap sesal datang bersama rentetan kata. Hangat.

“Ok okkk” balas Aleeah lalu menutup mata. Johnny kemudian menoleh ke arah perempuan di sebelahnya. Menatap setiap inci wajah sang istri. Menahan segala rasa yang kemungkinan akan ada selama dua tahun lamanya. Bagaimana nanti mereka akan berakhir?

Maaf le saya biarin kamu sendirian akhir akhir ini, maaf saya ngga jemput kamu, maaf saya ngga ada pas kamu butuh. Saya kacau, saya ngga tau mau saya apa le. Maaf. Adalah kalimat sang pria yang tidak akan pernah sampai ke telinga Aleeah.

Aleeah mulai membereskan barang barangnya untuk dimasukkan ke dalam tas. Selepas berkirim pesan dengan sang suami, Aleeah mulai menyusun rencana setelah bekerja. Pulang, scrub badan, keramas, ganti baju, pesen ayam, makan samyang, nonton moana, nyebat, tidur.* Inginnya malam ini. Biasanya, bahu Aleeah akan mulai kebas karena mengetik seharian, namun kali ini kaki, tangan, badan, pikiran bahkan hatinya ikut lelah habis habisan. Dihajar oleh tanggung jawab kantor dan kewajibannya menyanggupi permintaan Dissa untuk merawatnya selama beberapa hari membuat Aleeah mau tidak mau membagi waktu dengan Johnny, siapa di rumah sakit, siapa di kantor.

Baru saja dirinya dibuat senang oleh imajinasinya sendiri, lamunannya kemudian dibuyarkan dengan denting ponsel yang mengatakan bahwa ia harus segera menyusul ke rumah sakit karena suami dan sepupunya ini terlibat cek cok adu mulut. Dokter Dissa mengirim pesan sebelumnya. Pasalnya, Johnny benar benar melarang Dissa untuk makan makanan tidak sehat yang sebenarnya, jika Aleeah yang berjaga, makanan makanan ini adalah teman mereka mengobrol sepanjang hari selama hampir satu minggu kebelakang. Alhasil dengan segenap tenaga yang masih tersisa, mau tidak mau Aleeah membatalkan rencana selepas kerjanya, karena persepupuan ini bisa meninggal dunia salah satu jika mereka tetap dibiarkan adu mulut dan berada pada satu ruangan.

Dimulai dari keluar kantor, kakinya ia bawa untuk mendatangi sebuah toko pizza dan membeli lebih dari dua kotak disana. Selanjutnya kembali berjalan lagi menyusuri trotoar untuk membeli beberapa samyang pedas kesukaannya dan Dokter Dissa yang biasa mereka makan berdua apabila Aleeah dan Johnny sedang menginap di rumah mama. Terakhir, Aleeh berhenti di toko minuman yang menjual beberapa varian dengan toping kesukaan seluruh semesta dan orang orang telah sepakat menamainya boba.

Selesai dengan perbekalan, Aleeah kemudian mulai menepi di pinggir jalan untuk mendapatkan kendaraan menuju tempat dimana Dokter Dissa dan suaminya berada. Perjalanannya ditemani mendung yang mengungkung ini, akhirnya mengundang gerimis juga. Ada perasaan lega dalam diri Aleeah ketika punggungnya bertemu dengan sandaran jok belakang serta bau jalanan ketika hujan mulai berjatuhan, yang ia yakinin seluruh manusia di bumu ini candu dengan baunya. Petrichor. Maka Aleeah mulai membuka jendela. Membiarkan angin basah menerpa wajahnya sedikit demi sedikit.

Kedamaiannya tidak bertahan lama karena setelahnya suara si supir taxi membuyarkan sesi melankolis yang sedang Aleeah dalami.

“Mbak. Maaf banget maaf sekali saya harus puter balik. Mbaknya mau ngga turun di U turn depan sana? Istri saya melahirkan. Udah deket kok mbak rumah sakitnya” kata si bapak sembari sesekali mengecek hp dan memastikan kondisi Aleeah melalui kaca spion depan.

“Boleh pak” jawab Aleeah. Sebebarnya, sebelum kalimat ini terlontar, Aleeah sempat terperanjat beberapa saat. Mengapa tidak ada yang berjalan lancar untuknya hari ini? Ada apa dengan hari ini? Mengapa semesta bekerja amat ekstra untuknya? Alih alih mengeluh, Aleeah memilih tersenyun dan mengikuti kata takdir untuknya. Siapa yang tidak berbahagia ketika mendapat kabar bahwa buah cintanya akan segera hadir di dunia? Yang ia yakini dari sang ayah dan ibunda adalah, hari ketika ia dilahirkan adalah hari dimana ayah dan ibunya merasa menjadi manusia paling bahagia. Untuk itu, dari pada berkeluh kesah, Aleeah memilih untuk turut bersuka cita menyambut kedatangan sang jabang bayi.

“Disini aja nggapapa pak saya dulu atlet lari kok. Salam buat istrinya ya pak, semoga adeknya sehat dan pinter.” lanjut Aleeah sembari memberikan beberapa rupiah kepada si supir taxi yang kemudian senyum sumringah terbit dari bibir si bapak dan Aleeah memulai marathonnya berlari ke loby rumah sakit.

Bohong jika semua orang tidak menatap aneh ke arahnya ketika ia berdiri berjalan memasuki gedung dengan nafas terengah engah dan baju yang sudah menempel posesif ke seluruh badanya. Bahkan sepatunyapun ikut menyumbang tatapan tidak wajar karena bersuara amat dangat tidak manusiawi, yang akhirnya alih alih dipakai, Aleeah memilih untuk melepas dan menentengnya karena ternyata sudah penuh dengan air.


“Kamu renang dulu apa gimana?” tanya Johnny sewot ketika Aleeah mengeringkan rambutnya dengan handuk di depan cermin wastafel kamar mandi tempat Dokter Dissa di rawat. Pemilik kamar sedang sibuk membagi bagikan pizza ke rekan kerjanya dengan kursi roda di dorong oleh dokter lain yang juga temannya.

“Bapaknya istrinya mau melahirkan pak” jawab Aleeah mentap Johnny dari kaca di depannya. Intonasinya masih hangat disini. Demi Tuhan Aleeah kesal setengah mati. Sejak ia memasuki ruangan kamar Dokter Dissa, ia menemukan suaminya menatapnya dengan tatapan tidak suka karena dirinya yang basah kuyup. Entah apa maksudnya.

“Ya tapi ngga gini juga. Etikanya nganter kamu dulu baru ke rumah sakit.” balas Johnny. “Siapa? Kamu naik apa tadi?” katanya sembari mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Aleeah yang tau apa yang akan dilakukan sang suami kini mengehentikan aktivitas menggosok rambutnya lalu berbalik badan dan mulai Johnny dengan tajam dan kesal. Ia hanya basah kehujanan bukan kehilangan uang, mengapa Johnny menjadi begitu overact sampai akan menghubungi perusahaan taxi?

“Bapak mau ngapain?” tanya Aleeah sembari berkacak pinggang. Atensi Johnny yang semual diambil oleh ponsel pintarnya kini sudah sepenuhnya ke Aleeah. Menatap manik mata coklat yang selalu mengangumkannya.

“Siapa?” tanya Johnny dingin.

“Bapaknya buru buru istrinya mau melahirkan. Siapa tau emang ada apa apa makanya emang harus cepet cepet nyusul” jelas Aleeah sekali lagi. Suara Aleeah mulai meninggi.

“Ya tapi ngga biarin kamu basah kuyup begini, le.” balas sang lelaki tak kalah tinghi dari sang istri.

“Pak, kita ngga tau apa yang sebenernya terjadi sampe bapaknya berani bilang gitu ke saya? Saya yakin itu bapaknya udah mikir mikir seribu kali sampe akhirnya berani ngomong mau turunin saya.” jawab Aleeah. “Saya ngga papa pak. Pak Johnny liat saya, saya ngga papa. Kalo saya ngga mau saya bisa juga bilang ngga mau. Tapi saya ngga papa beneran saya ngga papa” lanjut Aleeah sembari mendongak agar bisa mendapat mata hitam sang suami.

Johnny hanya mengenduskan nafasnya kasar. Tetap dengan tatapan yang Aleeah tau kini apa maksudnya, Johnny khawatir. Johnny khawatir padanya.

“Saya nggapapa, ok? Bajunya basah nanti juga kering sendiri” yakin Aleeah pada lelakinya. Tatapan Johnny kini mulai melunak. Ia kemudian melepas kemeja putihnya dan memberikannya Ke Aleeah.

“Ganti, kalo sakit ngrepotin kaya si Dissa” katanya lalu meninggalkan Aleeah. Hidup serumah berdua nampaknya kurang bagi Aleeah untuk terbiasa dengan setiap pesona yang Johnny miliki. Berbalut kaos lengan pendek berwarna putih polos yang di keluarkan dari ikatan sabuk dan celana, bawahan kerja panjang berwarna hitam serta sendal rumahan membuat Aleeah sepersekian detik menahan nafasnya. Tidak pernah Aleeah pikirkan bahwa Johnny akan se-hot ini hanya berbekal kaos dalam (bukan kaos oblong).

Pintu ruang kerjanya diketuk. Walaupun telinganya mendengar suara gedoran dari luar ruangan, tak lantas membuat Johnny mengalihkan atensinya. Komputer dan setumpuk kertas nyatanya telah berhasil menyita waktu, tenaga, dan perhatiannya selama beberapa hari ke belakang.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut manusia. Hanya suara keyboard yang terus ditekan, yang mengudara, serta desisan AC yang sudah tidak terlalu dingin.

Aleeah membuka pintu ruang kerja atasannya dengan berhati hati. Amat sangat perlahan seakan ia enggan menggores porselen yang saat ini sebenarnya sedang ia injak.

“Pak?” sapa Aleeah dari seberang sana. Membuyarkan fokus Johnny sedari pagi.

“Bapak tidak mau pulang?” tanya Aleeah. Ia tidak mengizinkan seluruh badanya untuk masuk ke ruangan sang atasan. Hanya menampakkan kepala munggilnya dengan mata yang lebar agar dapat melihat serta memastikan bahwa Johnny masih bernafas di muka bumi.

“Kamu duluan aja” balas Johnny. Tidak menoleh sedikitpun.

“Hmmm, bapak sudah makan?” tanya Aleeah lagi. Mencoba mencairkan keadaan. Pasalnya beberapa hari ini sikap dingin Johnny kembali. Entah apa yang merasukimu salah, maksudnya entah apa yang merasukinya, Johnny sudah beberapa kali bersikap seperti ini. Membangun Tembok Raksasa Cina secara tiba tiba. Johnny juga dengan entah ide dari mana seakan mempertinggi pertahanannya yang entah siapa musuhnya. Tidak Aleeah lihat seseorang mencoba bergerilya menyerang Johnny. Namun pria ini sudah beberapa kali seperti ini. Menjauh dari hangatnya dirinya sendiri.

“Nanti aja” jawab Johnny singkat.

“Bapak belum makan sejak tadi siang pak, keluar juga tidak. Kalo masih ada yang bisa saya bantu, saya bantu pak biar cepet selesai” balas Aleeah. Kali ini ia membuka lebar pintu ruangan dan menampakkan seluruh badannya di hadapan Johnny.

“Saya ngga laper” balas Johnny tetap dengan suara datar. Penuh dengan perasaan tidak minat pada percakapan.

“Okey it's night mide ok? Im no longer your secretary pulang sekarang pak. Besok lagi saya bantu, bapak mau jadi mumi kerja lembur terus? Udah hari ke berapa?” ingat Aleeah disana. Johnny kemudian mengalihkan pendangannya. Matanya ia larikan pada sesosok perempuan yang menemaninya selama lima bulan terakhir, yang saat ini sedang berdiri dengan angkuh di depan pintunya.

So i use my 'your wife' section. Come home atau bapak bakal sakit.” lanjut Aleeah penuh penekanan. Johnny kemudian menurunkan tangannya dari atas meja, sejurus kemudian sang hasta ia gunakan untuk melonggarkan dasi sembari sekejap menutup mata.

”'Your what? Your wife section?*” tanya Johnny sembari bersandar dengan tetap memandang Aleeah. Jika boleh jujur, pandangan Johnny saat ini amat sangat menyebalkan. Tatapan yang belum pernah sekalipun Aleeah lihat selama lima bulan terakhir, adalah tatapan merendahkan yang ternyata dimilili oleh seorang Johnny Seo. Dengan nyali yang mulai menciut Aleeah meremas ujung kemejanya dan menjawab..

We made a deal with this right? Im your wife, no excuse” balas Aleeah.

Le, you got that. You got that position but never have it. Please know your limit. Remember we're just pretending.” balas Johnny. Bagai menjadi sasaran tembak, peluru yang Johnny tembakkan pas mengenai dada Aleeah. Bagai dihantam meteor yang sebenarnya Aleeah juga tidak tahu bagaimana rasanya, yang jelas ada lubang besae yang disebabkan Johnny di mungkin pojokan hati Aleeah. Dadanya mendadak sakit mendengar perkataan Johnny.

Mengapa sang lelaki harus menarik garis dengan amat sangat ketara bahwa mereka hanya berpura pura ketika Aleeah mencoba untuk peduli? Mengapa rasa kemanusiaan Aleeah harus ditangkis oleh raket dan dihempaskan ke net ketika dirinya hampir menjadi poin penyumbang kemenangan? Mengapa Johnny harus mengatakannya dengan mulutnya sendiri? Mengapa fakta ini menyakitkan untuk Aleeah? Mengapa dirinya sakit hati? Mengapa? Aneh.

Aleeah hanya memutar bola matanya tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Dengan sisa tenaga yang ada dan kemampuan mengontrol emosinya, Aleeah berikan senyuman manis untuk suami sekaligus atasannya ini.

“Baik pak. Saya duluan, bapak hati hati jangan pulang larut larut” balas Aleeah dengan mata panas memerah.

“Selamat malam pak” lanjutnya lalu berjalan mundur dan menutup pintu dengan lembut. Sedetik kemudian ia berjalan cepat ke arah mejanya, menyambar tas yang telah ia siapkan sebelumnya dan pergi melalui lorong kantor yang mulai sepi.

Suara hak tinggi sepatunya menyapu seluruh sudut ruangan yang ia lalui. Bibirnya tetap tersenyum semenjak ia meninggalkan ruangan Johnny. Tak kalah dengan matanya yang mulai secara tiba tiba meneteskan air mata. Dengan keadaan kacau balau seperti ini, Aleeah tetap berjalan keluar gedung tinggi milik sang suami dan menunggu taxi untuk dalat segera kembali ke rumah.

Sementara Johnny. Duduk dengan frustasi sembari melempar hamparan kertas di depannya, menyadari apa yang telah ia lakukan sebelumnya. Memepringatkan sang istri. Nafasnya memburu. Jantungnya beradu tetapi tidak jelas apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Rasanya sedak di dada.

Pintu ruang kerjanya diketuk. Walaupun telinganya mendengar suara gedoran dari luar ruangan, tak lantas membuat Johnny mengalihkan atensinya. Komputer dan setumpuk kertas nyatanya telah berhasil menyita waktu, tenaga, dan perhatiannya selama beberapa hari ke belakang.

Tidak ada suara yang keluar dari mulut manusia. Hanya suara keyboard yang terus ditekan, yang mengudara, serta desisan AC yang sudah tidak terlalu dingin.

Aleeah membuka pintu ruang kerja atasannya dengan berhati hati. Amat sangat perlahan seakan ia enggan menggores porselen yang saat ini sebenarnya sedang ia injak.

“Pak?” sapa Aleeah dari seberang sana. Membuyarkan fokus Johnny sedari pagi.

“Bapak tidak mau pulang?” tanya Aleeah. Ia tidak mengizinkan seluruh badanya untuk masuk ke ruangan sang atasan. Hanya menampakkan kepala munggilnya dengan mata yang lebar agar dapat melihat serta memastikan bahwa Johnny masih bernafas di muka bumi.

“Kamu duluan aja” balas Johnny. Tidak menoleh sedikitpun.

“Hmmm, bapak sudah makan?” tanya Aleeah lagi. Mencoba mencairkan keadaan. Pasalnya beberapa hari ini sikap dingin Johnny kembali. Entah apa yang merasukimu salah, maksudnya entah apa yang merasukinya, Johnny sudah beberapa kali bersikap seperti ini. Membangun Tembok Raksasa Cina secara tiba tiba. Johnny juga dengan entah ide dari mana seakan mempertinggi pertahanannya yang entah siapa musuhnya. Tidak Aleeah lihat seseorang mencoba bergerilya menyerang Johnny. Namun pria ini sudah beberapa kali seperti ini. Menjauh dari hangatnya dirinya sendiri.

“Nanti aja” jawab Johnny singkat.

“Bapak belum makan sejak tadi siang pak, keluar juga tidak. Kalo masih ada yang bisa saya bantu, saya bantu pak biar cepet selesai” balas Aleeah. Kali ini ia membuka lebar pintu ruangan dan menampakkan seluruh badannya di hadapan Johnny.

“Saya ngga laper” balas Johnny tetap dengan suara datar. Penuh dengan perasaan tidak minat pada percakapan.

“Okey it's night mide ok? Im no longer your secretary pulang sekarang pak. Besok lagi saya bantu, bapak mau jadi mumi kerja lembur terus? Udah hari ke berapa?” ingat Aleeah disana. Johnny kemudian mengalihkan pendangannya. Matanya ia larikan pada sesosok perempuan yang menemaninya selama lima bulan terakhir, yang saat ini sedang berdiri dengan angkuh di depan pintunya.

So i use my 'your wife' section. Come home atau bapak bakal sakit.” lanjut Aleeah penuh penekanan. Johnny kemudian menurunkan tangannya dari atas meja, sejurus kemudian sang hasta ia gunakan untuk melonggarkan dasi sembari sekejap menutup mata.

”'Your what? Your wife section?*” tanya Johnny sembari bersandar dengan tetap memandang Aleeah. Jika boleh jujur, pandangan Johnny saat ini amat sangat menyebalkan. Tatapan yang belum pernah sekalipun Aleeah lihat selama lima bulan terakhir, adalah tatapan merendahkan yang ternyata dimilili oleh seorang Johnny Seo. Dengan nyali yang mulai menciut Aleeah meremas ujung kemejanya dan menjawab..

We made a deal with this right? Im your wife, no excuse” balas Aleeah.

Le, you got that. You got that position but never have it. Please know your limit. Remember we're just pretending.” balas Johnny. Bagai menjadi sasaran tembak, peluru yang Johnny tembakkan pas mengenai dada Aleeah. Bagai dihantam meteor yang sebenarnya Aleeah juga tidak tahu bagaimana rasanya, yang jelas ada lubang besae yang disebabkan Johnny di mungkin pojokan hati Aleeah. Dadanya mendadak sakit mendengar perkataan Johnny.

Mengapa sang lelaki harus menarik garis dengan amat sangat ketara bahwa mereka hanya berpura pura ketika Aleeah mencoba untuk peduli? Mengapa rasa kemanusiaan Aleeah harus ditangkis oleh raket dan dihempaskan ke net ketika dirinya hampir menjadi poin penyumbang kemenangan? Mengapa Johnny harus mengatakannya dengan mulutnya sendiri? Mengapa fakta ini menyakitkan untuk Aleeah? Mengapa dirinya sakit hati? Mengapa? Aneh.

Aleeah hanya memutar bola matanya tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar. Dengan sisa tenaga yang ada dan kemampuan mengontrol emosinya, Aleeah berikan senyuman manis untuk suami sekaligus atasannya ini.

“Baik pak. Saya duluan, bapak hati hati jangan pulang larut larut” balas Aleeah dengan mata panas memerah.

“Selamat malam pak” lanjutnya lalu berjalan mundur dan menutup pintu dengan lembut. Sedetik kemudian ia berjalan cepat ke arah mejanya, menyambar tas yang telah ia siapkan sebelumnya dan pergi melalui lorong kantor yang mulai sepi.

Suara hak tinggi sepatunya menyapu seluruh sudut ruangan yang ia lalui. Bibirnya tetap tersenyum semenjak ia meninggalkan ruangan Johnny. Tak kalah dengan matanya yang mulai secara tiba tiba meneteskan air mata. Dengan keadaan kacau balau seperti ini, Aleeah tetap berjalan keluar gedung tinggi milik sang suami dan menunggu taxi untuk dalat segera kembali ke rumah.

Sementara Johnny. Duduk dengan frustasi sembari melempar hamparan kertas di depannya, menyadari apa yang telah ia lakukan sebelumnya. Memepringatkan sang istri. Nafasnya memburu. Jantungnya beradu tetapi tidak jelas apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Rasanya sedak di dada.

Aleeah datang dengan wajah kebingungan ketika ia melihat teman temannya sedang duduk berhadapan dengan sang suami tak lupa dengan teman teman sang pria pula dari luar kaca restoran sesuai dengan alamat yang dikirim Alisya.

Setelah mendapat izin Johnny, maka waktu makan siangnya, ia gunakan untuk bertemu dengan ketiga sahabat dalam 26 tahun hidupnya. Ternyata usut punya usut, Johnny juga berada disana dengan janji yang sama, makan siang, dengan ketiga temannya pula. Suasana canggung menyelimuti keduanya. Baik Johnny maupun Aleeah sama sama sadar, berpura pura di depan teman mereka amat sangat susah dari pada di depan keluarga.

“Lagi marahan?” tanya Camela ketika keempatnya sudah sama sama duduk di satu meja besar. Entah siapa yang memulai, tetapi mereka berakhir dengan melebur menjadi satu padahal datang dengan membawa janji sendiri sendiri.

“Hah? Engga” balas Aleeah singkat.

“Kok ngga barengan? Kan sama sama kesini?” selidik Camela lagi. Aleeah hanya menatap Johnny sembari berdoa semoga laki laki ini bisa mengambil alih situasi.

“Tadi Aleeah saya anter dulu ke toko baju, terus saya udah janjian sama yang lain jadi dia nyusul naik taxi” balas Johnny tenang sekali. Ada tatapan lega dalam manik mata Aleeah.

“Kamu ngapain si?” tanya Jeffrey kepada istrinya.

“Hehe, yah ketahuan yaudah deh gapapa hehe” balas Alisya ke suaminya. Lalu pandangannya ia alihkan ke semua orang yang duduk disana.

“Maaf yang tapi. Aduh pokoknya maaf” lanjut Alisya. Ia kemudian berdiri dan memantapkan hati.

“Mau cere ya?” celetuk Yudhis tiba tiba di tengah heningnya suasana.

“Mulut lo gue rasengan beneran ya yudh” bantah Jeffrey dari seberang. Semua lalu tertawa.

“Ok, first of all i want to thanks to my besties yang selalu dengerin sambatan gue. Kalian pasti bosen denger gua ngeluhin ini. Second, my hubbbbbb” kata Alisya tiba tiba merubah gaya bicaranya menjadi manja. Alhasil semua orang disana langsung membelalakan mata dan menarik sedikit kepala mereka. Apa apaan? Cringe.

“Hub, you are going to be daddy” lanjut Alisya dengan nada dibuat buat. Jeffrey masih kebingungan.

“Guy, celebrate it for me, you guys are going tobe auntie and uncle” lanjut Alisya. Jeffrey kemudian berdiri. Mendekat ke sang istri.

“Kamu hamil?” tanyanya. Alisya tidak menjawab. Matanya berkaca kaca sambil menganggukan kepala. Sontak Camela, Faraya, Yudhis dan Tanaka pun berdiri. Ikut berantusias dengan pengumuman Alisya. Jeffrey kemudian memeluk sang istri disusul dengan para perempuan yang mulai menangis bahagia menyambut akan datangnya manusia baru di hidup mereka. Ke enamnya bersuka cita. Berbeda dengan Johnny dan Aleeah. Aleeah hanya tersenyum memandang baku peluk keenam orang di depannya dengan tatap mata yang tidak bisa diartikan. Sedikit iri?

Tak jauh berbeda dengan Johnny. Senyumnya mendadak palsu ketika ucapan ucapan selamat digelorakan. Entah mengapa ia juga ingin merasakan uforia akan menjadi seorang ayah. Sesekali ia mencuri pandang ke Aleeah. Mencoba mengartikan maksud raut wajah sang istri. Tak berbeda dengan Aleeah yang juga sama sama memandang Johnny dengan tatapan how if?

How if it's not a pretending? How if everything is real? How if we really meant to be? How if we really falling for each other? How if, how if, how if?

Lamunannya kemudian buyar ketika namanya dipanggil oleh Alisya dan bertanya mengapa dirinya tak memberikan pelukan kepada si calon ibu? Aleeah kemudian bangkit dan ikut mengucapkan syukur kepada sepasang calon orang tua di depannya. Disuusl Johnny di belakangnya. Setelahnya yang mereka lakukan adalah makan bersama dengan keadaan yang semakin tidak jelas antara Johnny dan Aleeah.

TW//Horor, Ghost

“Jadi gimana pak?” tanya Johnny kepada seorang lelaki yang dianggap memiliki kemampuan untuk melihat mahkluk dari dunia lain.

“Ya begitu tadi pak, wanita ini gantung diri di pohon belakang kamar bapak ibu yang tadi saya tunjukan. Jelas kan ya tadi keliatan rantingnya yang paling gede sampe keluar pagar ke rumah sebelah?” jelas bapak bapak sebut saja penakluk hantu.

Malam sebelum Jo, Aleeah, Lucas serta Papa memutuskan untuk memanggil si penakluk hantu ini, adalah malam dimana Johnny datang ke rumah papa dengan wajah pucat serta mulut terkunci tidak dapat ditanyai. Jantungnya berdegup kencang bukan main seakan akan segera lepas jika tidak dipegangi.

Banyak pertanyaan yang Johnny terima baik dari papa maupun Lucas mengenai keadaanya malam tadi. Tapi Johnny tetap tidak bersuara. Bahkan tanpa mengetuk pintu ia menerobos masuk ke rumah papa, menunggu dan duduk dalam gusar hingga akhirnya sang puan tiba. Ingin rasanya Johnny memeluk erat tubuh Aleeah ketika wanitanya menampakkan batang hidung di hunian megah milik sang mertua, serta mengadukan perempuan berambut panjang yang basah kuyup berjalan kesana kemari di rumahnya ketika Aleeah keluar tadi. Tapi Johnny menahannya.

Janjinya kepada sang mertua mengingatkannya bahwa menjaga Aleeah adalah menjaga dari semua tindakan dan perkataan buruk serta menjaganya tetap aman tak terkecuali dari sentuhnya sendiri yang sebenarnya Aleeahpun pasti tidak apa apa jika Johnny memeluknya.

Dengan raut panik, Aleeah kemudian mengusap punggung Johnny dengan lembut dan mencoba menyalurkan ketenangan hingga akhirnya sang pria membuka mulut dan mulai menceritakan kejadian yang ia alami, barusan.


Malam dimana Johnny melihat perempuan berambut panjang, berwajah pucat, serta basah kuyup.

“Siapa?” panggil Johnny dengan suara yang menggema ke seluruh sudut rumah. Jelas sekali tidak ada siapa siapa disana. Tidak ada jawaban. Ia kemudian menaruh ponselnya di ranjang dan tetap mencoba berpositif pikiran. Halusinasi. Halusinasi. Halusinasi.

“Siapaa?” panggil Johnny lagi sembari dengan pelan ia turun dari ranjang. Langkahnya kecil serta kakinya mulai gemetar. Hawa dingin yang ia rasakan adalah udara tidak enak yang entah dari mana datangnya. Kulitnya kedinginan namun ia berkeringat. Jantungnya berdegup tidak karuan.

Langkah kecil itu ia bawa sampai ke depan pintu kamarnya. Menolah ke kanan ke kiri tidak ada siapapun disana. Lorong rumahnya terasa amat sangat gelap tanpa alasan. Hanya tiba tiba terasa redup. Ia kemudian menunduk. Merasakan kakinya basah. Ia lihat air tercecer bekas perempuan berbaju putih tadi di lantai. Namun, anehnya lama kelamaan air ini seperti terus menerus bertambah. Tidak berkurang dan malah semakin menggenang.

Setelahnya atensi Johnny dialihkan dengan mengikuti kemana air ini pergi. Kamar Johnny ada di lantai dua, logikanya berkata bahwa harusnya, harusnya air ini mengalir melalui tangga menuju ke bawah. Pandangan Johnny mulai menegang, degup jantungnya semakin tak karuan. Air yang seharusnya mengalir ke bawah ini malah meninggalkan jejak naik ke tembok. Naik terus menerus hingga jejak kaki dengan jelas terlihat ada di plafon rumah. Johnny masih diam memikirkan segala kemungkinan padahal ia tahu benar, ini bukan perbuatan manusia.

Setelahnya secara tiba tiba ada cairan menetes dari langit langit rumah. Jatuh tepat mengenai kepala Johnny. Dengan perasaan penuh ketakutan serta detak jantung yang tak karuan, tak lupa keringat yang sedari tadi tetap menetes, Johnny mencengkran erat tangannya sendiri, mengumpulkan seribu keberanian untuk hanya sekedar mendongakkan kepala. Seorang wanita dengan tubuh basah kuyup serta baju putih yang ternyata penuh noda dan ternyata sedang menatap Johnny dengan memiringkan kepalanya.

“Takut ya?” tanyanya dengan wajah tidak terlalu nampak. Dengan segenap kesadaran yang masih tersisa Johnny melarikan diri ke garasi dan buru buru membuka pagar rumah. Tidak ada siapa siapa disana. Bahkan tukang kebun yang ia tunggu tunggu kedatangannya tetap belum ditempatnya. Berbekal doa ia lajukan Rubicon hitam miliknya ke rumah papa. Entah mengapa ia memilih ke sana. Tidak ada alasan yang jelas. Ia hanya ingin seseorang segera berkata bahwa semua akan baik baik saja.

Untuk pertama kalinya, Johnny melihat dengan nyata bentuk mahkluk lain yang hidup berdampingan dengannya di muka bumi ini.


” Tapi kenapa basah kuyup pak?” tanya Aleeah penasaran.

“Pas ditemuin lagi hujan deres bu. Mungkin itu yang bikin dia jadi basah kuyup.”

“Tapi kenapa ganggu ya, maksudnya ya kenapa gitu kan gantung dirinya di sebelah?” kali ini Lucas.

“Pohon ini kan milik rumah ini pak. Jadi ya mungkin dia mau aja kesini, lagian rumah sebelah juga udah dirobohin, kayanya dia butuh rumah” balas di penakluk hantu. Tenang sekali, seakan sudah biasa menangani hal hal seperti ini.

“Kasian banget kenapa harus gantung diri” ucap papa menambahi.

Aleeah tengah menunggu seorang laki laki di depan sebuah kamar dengan pintu tertutup rapat sembari mencolokkan senter hp kesana kemari. Malam ini adalah malam pertama mereka sebagai suami istri. Tentu dengan perjanjian yang mereka buat sebelumnya, maka kamar mereka pun terpisah.

Setelah lelah seharian menikah, nampaknya takdir tak berpihak pada sepasang pengantin baru ini. Pasalnya ketika mereka baru saja mendaratkan punggung di kamar masing masing pada rumah pemberian sang mama, tiba tiba saja listrik rumah mereka padam.

Bukannya tak bisa. Aleeah telah mencoba menaikkan saklar tetapi hasilnya nihil. Lampu tetap tidak menyala. Jika sudah begini, dulu ia akan memanggil Lucas untuk membenarkan aliran listrik unitnya. Namun keadaan kini telah jauh berbeda , dan mau tidak mau ia harus meminta tolong pada satu satunya manusia yang serumah dengannya. Johnny Seo a.k.a sang suami.

Cklekk

“Astagfirullahhhhhh” ucap Johnny ketika ia membuka pintu kamarnya. Pasalnya ia temukan seorang perempuan benar benar sedang berdiri di depan pintu dengan bahasa tubuh ketakutan.

“Kamu ngapain le? Jantung saya, astagfirullah” lanjut Johnny.

“Kan saya udah bilang. Takut pak” balas Aleeah. Johnny tidak menjawab. Ia kemudian ikut menyalakan senter hpnya dan mulai berjalan ke tempat perlistrikan berada. Namun tiba tiba langkahnya berhenti. Ia menolehkan kepalanya ke belakang. Aleeah tersenyum canggung. Pasalnya kini Aleeah tengah menarik kaos bagian belakang sang suami. Alih alih berpegangan pada lengan, Aleeah memilih menarik kaos Johnny.

“Takut” ucapnya kepada si pria. Johnny hanya menggeleng gelengkan kepala lalu melanjutkan langkahnya.

Sekedar informasi. Rumah yang mereka dapatkan sebagai kado dari sang mama adalah rumah dengan dua lantai, serta ada beberapa pohon dan tembok tinggi sehingga rumah ini memiliki halaman sekeliling yang luas serta jauh dari hiruk pikik tetangga. Di belakangnya ada kolam renang dan dapur yang terpisah setelah dapur umum di dalam rumah.

“Tolong pegangin le” kata Johnny kepada Aleeah sembari menyerahkan ponselnya dengan maksud agar sang puan meneranginya selagi ia memeriksa masalah yang ada. Setelah penerangan cukup, Johnny mulai menarik lengan kaosnya ke atas dan melihat dimana letak kesalahan aliran listrik rumah ini. Mau tak mau Aleeah pun melihat bisep yang Johnny pelihara sedari ia remaja. Tersadar, Aleeahpun mengeleng gelengkan kepalanya mencoba mengusir pikiran tidak tidak yang ada.

10 menit berlalu.

“Pak” panggil si wanita.

“Hmmm?” jawab Johnny tidak menoleh ke Aleeah sedikit pun sambil sesekali menyeka matanya karena kini kepalanya mulai terasa pening akibat memaksa mata bekerja dua kali lipat di kegelapan.

“Kok kabelnya dua warna kenapa?” tanya Aleeah penasaran.

“Yang merah yang ada listriknya. Yang hitam netral” jawab Johnny sesingkatnya. Suhu badan si priapun mulai naik. Keringat mulai muncul.

“Ohhh” balas Aleeah.

20 menit berlalu.

“Le, ke atas dikit” kata Johnny. Tidak di jawab oleh Aleeah. Ia kini hanya membenarkan letak senter ke tempat sesuai perkataan sang suami.

23 menit berlalu.

“Le, ke kanan dikit”

26 menit berlalu.

“Le, beneran dikit bisa gak si?” tanya Johnny. Atensinya kali ini berubah ke Aleeah. Ternyata si puan sedari tadi sedang sekuat tenaga menahan rasa kantuk di matanya. Johnny kemudian menghembuskan nafas kasar memandang Aleeah. Sementara si empunya hanya memandang balik Johnny dengan kikuk.

“Yang bener dong le, saya ngga keliatan” ucap Johnny kemudian.

“Ya bapak lama banget juga” bela Aleeah.

“Ya emang ngga bisa bisa dari tadi. Ini kayanya udah lama kabel kabelnya” balas Johnny. Aleeah tidak menjawab. Kali ini muka masam ia pasang di wajahnya. Johnny kemudian melanjutkan pekerjaannya.

30 menit berlalu.

Cahaya senter sudah semakin tidak karuan kemana arahnya. Johnny sudah berkeringat tetapi sudah mulai malas menegur Aleeah. Baru saja ia rasakan nikmatnya pernikahan, sekarang sudah dibuat kesal oleh sang istri.

32 menit berlalu.

Bughh

Hp yang dipegang Aleeah jatuh ke lantai. Johnny membalikkan badan. Dengan terburu buru Aleeah segera memungut benda yang berserakan di bawah sana. Johnny menghembuskan nafas panjangnya lagi memandang Aleeah.

“Kalo ngantuk tidur aja le” kata Johnny akhirnya dengan keringat bercucuran bahkan sekarang bajunya ikut basah.

“Nanti bapak ngga bisa kalo sendiri” balas Aleeah dengan memaksa matanya agar terus terbuka.

“Kamu seengga mau itu ya jadi janda muda?” kata Johnny menghentikan aktifitasnya.

“KALO NGOMONG DIJAGA!” “Ngga pernah diajarin bismillah apa?” balas Aleeah.

“HAHAHHAHA”

“Pak. Pak Johnny jangan bercanda ya ini urusannya sama setrum. Nanti kalo bapak kesetrum gimana? Buruan ah” elak Aleeah.

“Ya ini ngga bisa bisa le” balas Johnny frustasi. Wajahnya penuh dengan keringat sekarang. Keringat hasil konsentrasi.

“Ya terus gimana?” tanya Aleeah memelas.

“Pake lilin masih takut? Kalo takut tidur sama saya aja” balas Johnny.

Plakkkkkk

“Beneran ngga diajarin bismillah. Mana lilinnya?” ucap Aleeah sembari membalikkan badan dan bermaksud keluar ruangan meninggalkan Johnny. Namun langkahnya terhenti, kemudian ia berbalik dan menatap si lelaki. Johnny hanya mengendikkan bahunya tanda ia sedang bertanya.

“Buruan pak. Takut.” ucap Aleeah sewot. Yang kemudian hanya dibalas suara Johnny tertawa, gemas.