raellee

Jaehyun sibuk menatap wajah cantik istrinya yang memejamkan mata. Rasa rindu membuncah disana. Jika diizinkan Jaehyun akan benar benar menyentuh setiap inchi tubuh sang istri. Tapi lagi lagi, perasaan tak mau menyakiti kembali. Maka untuk menyingkirkan rasa rindunya. Sore ini sepulang kerja dicumbu lah bibir manis sang wanita, sepuasnya.

Shannon benar benar membiarkan suaminya itu menyentuh setiap sudut wajahnya. Sejujurnya ia juga menginginkan sang suami. Tetapi lagi dan lagi. Maka sore itu ia menyerahkan apa yang masih bisa dijamah kepada sang pria.

Shannon menutup matanya. Lelah. Hanya menutup mata, tak sampai tidur. Sedangkah Jaehyun menyiblakkan rambut perempuannya kebelakang, secara terus menerus. Ia hanya ingin menyentuh istrinya. Pakaiannya pun belum diganti. Lagi lagi Shannon mentolerir sang suami.

“Mandi” Ucap Shannon. Masih dengan mata terpejam.

“Hmmm” Balas Jaehyun masih setia menempatkan tangannya di kepala sang istri.

“Bajunya diganti” Ucap Shannon.

“Hmmm” Balas Jaehyun. Setelahnya hening kembali. Mereka hanya menikmati sisa sisa waktu berdua saja sebelum datangnya seseorang yang akan menginterupsi setiap detik kehidupan mereka selamanya. Tenang sekali pikir keduanya, saat ini.

“Takut ngga?” Tanya Jaehyun.

“Haaa?” Tanya Shannon masih dengan mata terpejam.

“Takut ngga? Bulan depan ngelahirin” Tanya Jaehyun. Kali ini Shannon membuka matanya. Menatap dada sang suami lama sekali, hingga..

“Aku ngga takut ngelahirinnya mas. Semua udah ada takdirnya. Mau kaya gimana aku nanti aku udah pasrah. Seengakknya aku udah usahain. Sekarang banyak olahraga, jalan jalan, nanti pas waktunya juga aku bakal usaha lagi” Balas Shannon. Jaehyun diam menatap kepala istrinya.

“Kamu tapi harus janji ya. Semisal. Semisal banget, aku ngga minta ini. Tapi kita harus siap siap sama worse case kan hehe. Kamu janji ya mas, pilih queen duluan baru aku” Lanjutnya.

Kali ini Jaehyun bergerak. Ia dorong bahu istrinya sehingga Shannon menjadi telentang. Ia tatap netra coklat sang istri dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Shannon juga menengadah menatap mata sang suami. Tidak ada kata diantara mereka. Keduanya sama sama tahu. Urusan hidup dan mati bukan kuasa mereka. Tetapi tetap saja, mengapa Shannon memiliki pemikiran seperti itu? Padahal sebelumnya tidak ada kendala apapun selama kehamilan pertama ini. Jaehyun agaknya nampak takut.

“Promise” Ucap Shannon lalu mengambil jamari Jaehyun dengan maksud menautkannya dengan kelingking miliknya. Dengan sigap Jaehyun menarik tangannya dan menyembunyikannya di belakang punggung. Jaehyun masih menatap istrinya. Mencoba berfikir bagaimana cara otak Shannon berjalan.

“Don't you love me? Love us?” Kaliamat yang muncul dari mulut Jaehyun setelah cukup lama ia hanya berdiam.

“I mean. Kalimatmu kaya pesimis banget shan. Kaya ngga punya harapan. Kamu kaya ngga mau punya masa depan sama aku, queen, adeknya dia nanti dimana buatnya. Sounds you surrender” Lanjut Jaehyun. Shannon mengulum bibirnya.

“Jangan ngomong gitu lagi” Imbuhnya.

“Aku cuman mau jaga jaga aja mas. In case kalo tiba tiba. Aku juga ngga minta” Balas Shannon. Jaehyun kemudian memeluk sang istri dengan erat walaupun tubuh mereka tidak sepenuhnya menempel.

“No, no worse case. You still here. I swear i never let you go. Aku marah kalo kamu pergi. Ngga. Ngga boleh” Kata Jaehyun. Shannon memeluk erat suaminya. Dapat Shannon rasakan jantung Jaehyun bekerja lebih cepat dari biasanya. Rasa takut dan khawatir mendominasi. Tidak seperti Shannon yang sudah menyerahkan semua kepada Sang Maha Kuasa.

“Jangan pergi shan ya? Aku ngga bisa nanti kalo ngga ada kamu. Aku serius” Kata Jaehyun sambil meciumi pucuk kepala istrinya. Namun Shannon tetaplah Shannon si keras kepala. Ia tidak menjawab peryataan Jaehyun dan hanya ikut berdoa semoga persalinannya kelak mendapat kelancaran.

“Apalagi?” Tanya Jaehyun setelah cukup lama.

“Hmmm?”

“Apalagi yang ganggu pikiran kamu? Sharing sini sama aku” Kata Jaehyun.

“Emmm apa ya. Yaudah kaya biasa aja si mas. Ilora masih gamau ketemu ayah. Itu aja si palingan yang ganggu pikiranku akhir2 ini. Kaya apa ya. Sedih aja. Kenapa gitu” Ucap Shannon. Pasalnya selama hampir dua bulan dirinya bertemu kembali dengan sang ayah, bukan sekali dua kali Shannon mengingatkan sang adik untuk ikut bersamanya. Tetapi dengan tegas Ilora menolak.

“Mau aku coba ngomong sama dia ngga?” Tanya Jaehyun mencoba membantu istrinya.

“Ngapain? Ini urusan keluarga aku biar aku aja”

“Im your hub tho” Balas Jaehyun. Shannon diam menatap sang suami. Shannon akhirnya setuju.

“Okey” katanya. Jaehyun tersenyum dan semakin mengeratkan pelukannya.

“Enggap mas. Mending kamu mandi. Kamu ya ini bajunya ngga ganti. Kotor” Ucap Shannon ketika sadar.

“Ngga usah mandi aja lah aku Shan”

“Ihh ngga mau. Mandi ih”

“Liat aku liat. Aku ganteng ngga?” Tanya Jaehyun.

“Ganteng” Jawab Shannon polos. Jaehyun mengulum bibirnya ke dalam. Wajahnya memerah. Salah tingkah. Perutnya diserang beribu ribu kupu kupu.

“Yakan? Masih ganteng, ngapain mandi” Ucapnya kemudian dengan senyum yang tertahan. Shannon ikut mengulum bibir ke dalam. How Cute

“Yahhh kamu ngga mandi sampe 50 tahun dong” Balas Shannon.

“Hah?”

“Ya kamu sampe 50 tahun ke depan juga tetep ganteng mas, berarti ngga mandi terus dong” Balas Shannon dengan suara paling lembut sedunia. Jaehyun tidak dapat berbohong. Senyumnya lebar kali ini. Pipirnya merah seperti tomat. Ia lalu bangkit dan berkata..

“Mas mandi bentar sayang ya. Tungguin ya. Nanti mas aja yang masak hehe” Lalu mengecup pucuk kepala Shannon. Shannon tertawa dalam hatinya.

Owalahh gini cara jinakinnya hahaha

Jaehyun sibuk dengan kertas dan laptop di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya sibuk mengusap punggung Shannon. Sejak sebulan yang lalu rutinitas mereka di malam hari seperti ini. Pekerjaan Jaehyun ikut ke kasur.

“J” Panggil Shannon memunggungi suaminya yang fokus dengan laptopnya.

“J” Panggilnya lagi, karena tidak mendapat jawaban sebelumnya.

“Hmmm. Apa apa gimana?” Tanya Jaehyun menaikan kaca matanya tetapi pandangannya tidak beralih. Hening beberapa saat. Shannon ragu ragu.

“Kenapa sayang?” Tanya Jaehyun akhirnya menengok sang istri yang tetap memunggungi. Shannon menolehkan kepalanya ke belakang. Menatap sang suami.

“Kenapa?” Kata Jaehyun lalu mengecup singkat bibir sang puan. Shannon mengulum bibirnya sambil menggelengkan kepala.

“Kenapaaa?” Tanya Jaehyun lagi.

“I miss you” Kata Shannon. Tatapan matanya seolah meminta.

“I won't hurt you” Balas Jaehyun menatap manik mata istrinya dalam dalam.

“That's not hurt” Balas Shannon tetap meminta. Jaehyun menghela nafasnya. Kucing mana yang diberi ikan tapi menolak? Ya benar kucing Jaehyun. Perasaannya tak tega, ada anaknya di dalam sana. Sekuat tenaga Jaehyun menahannya selama hampir 5 bulan.

Jaehyun memejamkan matanya cukup lama. Mencoba berfikir jernih.

“Bulan depan ya sayang ya. Trust me i want you too but i won't hurt you” Balas Jaehyun.

“And this little too” Lanjutnya lalu mengecup perut Shannon yang sudah mengeras. Shannon tersenyum lalu memeluk suaminya. Badannya kini sudah sepenuhnya menghadap ke si pria.

“How could you being this gentle?” Tanya Shannon setelah pelukan mereka. Jaehyun hanya mengendikkan bahunya. Lalu tangannya mulai mengusap perut sang istri.

“Hello there. It's paps again. Kamu sehat ya, posisinya udah di bawah juga, ngga ini ngga itu pinter ya nak. Kita ketemu bulan depan ya, jangan nakal nanti jangan bikin mama sakit, kalo mau keluar keluar aja ok? Can't wait to see you beautiful” Kata Jaehyun lalu menciumi perut sang istri.

“Geli hahah” Balas Shannon. Jaehyun kemudian menghentikan kegiatannya. Pandangannya beralih menatap wajah manis si istri. Bibirnya berpindah ke bibir Shannon. Tangan Shannon mulai bermain di tengkuk sang suami dan sesekali mengusap rambut bagian belakang Jaehyun.

Setelah cukup lama keduanya melepas diri saling memandang dalam diam. Sekali lagi Jaehyun daratkan ciumannya di bibir istrinya. Lalu berpindah ke pucuk kepala, cukup lama.

“Sekali lagi ya Shan. Sekali lagi, tolong berjuang sekali lagi. Aku tau kamu bisa. Aku yakin kamu kuat. Tolong berjuang sekali lagi, ya?” Katanya menatap mata istrinya. Shannon tidak menjawab. Ia hanya tersenyum dan mengangguk sebagai tanda setuju bahwa bulan depan ia siap mempertaruhkan nyawanya untuk anak mereka.

Brakk

Keduanya diam. Kemudian saling memandang.

“Itu bukan laptop kamu kan?” Tanya Shannon dengan senyum di wajahnya. Jaehyun diam.

“Bukan kan ya, ngga mungkin kan?” Tanya Shannon sekali lagi seraya berdiri dari tidurnya dengan maksud mengintip apa yang jatuh. Dengan cepat Jaehyun menggapai kedua lengan Shannon lalu merebahkannya kembali.

“Lepas mas” Kata Shannon memegang tangan Jaehyun yang menyilang di depan dadanya.

“Tidur aja, ngantuk” Jawab Jaehyun. Mencoba mengalihkan perhatian Shannon.

“Ck” Decak Shannon lalu ia menangkis tangan sang suami dengan tenaga yang ia punya. Jaehyun lalu menungkarapkan badannya dan menenggelamkan wajahnya ke bantal. Mentalnya ia siapkan. Karena memang beberapa menit yang lalu kakinya menyambar sesuatu di bawah sana.

“Udah aku bilangin. Udah aku bilangin berapa kali. Kalo tidur ya tidur. Kerjaanya ditinggal. Kan” Kata Shannon seketika ia melihat MacBook suaminya telah terbelah menjadi dua.

“Mas!” Bentak Shannon karena tak mendapat jawaban.

“Astagfirullahaladzim, Jaehyun” Kata Shannon lalu menepuk pantat suaminya keras. Tapi tetap tidak mendapat jawaban.

“Sayang, suami aku, Jung Jaehyun, mas” Kata Shannon lagi dengan nada suara yang lebih rendah.

“Jaehyun tidur” Balas Jaehyun sembari membalikkan badanya. Matanya terpejam erat. Shannon tersenyum melihat tingkah suaminya. Gemas. Lalu ia mengecup sedikit lama bibir suaminya. Berhasil. Jaehyun membuka mata. Shannon tersenyum disana.

Jaehyun kebingungan. Matanya dikerjap kerjapkan mencoba memahami situasi. Mengapa istrinya tidak marah lagi.

“Beresin” Kata Shannon sedetik kemudian dengan tatapan yang berubah menjadi dingin lalu berlalu dan naik ke ranjang seberang. Jaehyun mengutuk dirinya sendiri. Banyak berkas kerja yang ada di laptopnya. Bahkan hampir seluruh pekerjaannya disana. Ia menjambak frustasi rambutnya.

“Shan” Panggil Jaehyun.

“Beresin” Kata Shannon menarik selimut.

Jaehyun membuka matanya, melihat sang istri sedang menutup mata dengan bekas air mata dan mata bengkak yang amat jelas. Jaehyun tau wanita ini banyak menangis, dan satu satunya alasan yang masuk akal adalah dirinya. Air matanya mencelos begitu saja, tidak terisak. Sekuat tenaga Jaehyun tahan agar tidak membangunkan sang puan. Hatinya sakit melihat istrinya seperti ini.

Ingin raganya mendekap erat si perempuan. Ingin tanganya mengelus lembut rambut si puan, tapi ia urungkan. Suami mana yang tidak bersalah karena telah tega menelentarkan istrinya sendiri bahkan dengan keadaan sedang mengandung? Lewat tangisnya, Jaehyun diam diam mengutuk dirinya.

Shannon kemudian membuka mata, tersadar bahwa dirinya sedang dalam keprihatinan. Ditatapnya netra coklat itu lagi setelah sekian lama. Tanpa menunggu aba aba Shannon mendekap erat sang suami. Jaehyun diam. Tidak membalas dekapan Shannon. Kali ini air matanya turun lebih deras dari sebelumnya. Bahunya juga ikut bergetar. Sama dengan sang puan yang juga ikut menumpahkan perasaanya melalui air mata.

“Jangan nangis” Buka Jaehyun akhirnya. Dengan bersusah payah mehanan suaranya agar tidak terdengar bergetar. Mencoba kuat dihadapan sang istri.

Shannon seperti tidak mendengarkan. Tangisnya malah semakin menjadi di daksa sang suami. Pelukannya belum juga dibalas.

“Jangan nangis shan, aku sakit denger kamu kaya gini” Ucap Jaehyun lagi. Dibukannya pelukan Shannon. Dilihatnya wajah cantik sang istri yang sudah amat sangat bengkak penuh air mata. Dibawanya bangun daksa lemah istrinya.

“J, aku minta maaf. Maafin aku. Maaf aku ngga dengerin kamu. Maaf aku ngga tau. Maaf aku-” Ucap Shannon terpotong karena mulutnya ditutup secara paksa oleh bibir Jaehyun.

Milik mereka bertaut untuk sementara waktu. Mulanya Shannon terkejut lalu lama lama ia juga menikmatinya. Tidak dapat dihindari rasa rindu memang menyelimuti keduanya. Dengan bibir yang saling menempel, mata yang tertutup dengan air mata tetap menetes keduanya tau, mereka sama sama terluka. Keduanya tau, mereka harus sama sama saling menerima.

Pertemuan ini tidak menuntut sama sekali. Tidak kasar, sangat halus. Tanpa berbicara mereka kedua seolah mendengar kata hati masing masing. Maaf, aku menyesal, egonya ketinggian, harusnya ngga gitu, maaf, bukan salahmu, aku nggapapa, maaf, aku kangen, aku marah, maaf, aku takut.


“So, you in my room?” Tanya Shannon. Keduanya telah kembali berbaring di ranjang kamar Jaehyun. Shannon memunggunginya dan Jaehyun memeluknya dari belakang dengan terus mengusap perut buncit sang istri.

“Hmm” Balas Jaehyun singkat.

“Pinter banget”

“Ya gimana aku harus tetep ngantor, tapi gamungkin ngantor di kantor sendiri kan? Aku denger Lia ke kantor aku marah marah ya? Serem banget. Takut” Balas Jaehyun sambil mengeratkan pelukannya.

“Ya kamu ngga ada dimana mana, temen temenmu juga ngga tau. Tapi kalo diliat liat Lia emang savage banget” Balas Shannon.

“Makanya.”

“Tapi mas tetep aja, bisa bisanya sembunyi di kandang musuh sendiri”

“Hehehe buktinya aman”

“Mark kenapa ngga bilang juga ya?” Tanya Shannon keheranan.

“Ya dia ngga tau shan. Dia ngiranya aku ngantor biasa karena ya emng aku udah sering bolak balik? Ngga curiga dia”

“Dihhhh” Balas Shannon saraya menengokan kepalanya ke arah belakang, menatap sang suami.

“Maaf ya, maaf aku bikin kamu nangis terus. Maaf aku bikin kamu pikiran. Maaf aku bebanin kamu. Aku cuman takut aja shan, aku ngga tau gimana caranya, aku bukannya ngga mau, aku-”

Cuppp

Ucap Jaehyun terhenti karena dihentikan paksa oleh Shannon dengan cara yang sama. Mengecup bibir lembut sang suami. Jaehyun membelalakkan matanya. Pipinya memerah tapi sikapnya ia jaga agar tidak terlihat salah tingkah.

“Bayangan Ghe-”

Cuppp

Satu kecupan mendarat lagi di bibirnya. Jaehyun bangkit lalu menatap aneh istrinya.

“Stop. Diem. Aku ngga mau kamu minta maaf terus. Aku juga salah. Harusnya aku tau kamu punya ketakutan itu mas. Harusnya kita ngga sama sama egoisnya. Udah cukup kita kaya gininya mas. Aku tau kamu juga nyesel kamu juga marah. Aku juga sama. Udah ya mas. Besok kita ke Ghea. Udah cukup kamu kaya gitunya. Coba terima diri sendiri ya. Cukup minta maafnya sama aku, coba sekarang maafin dirimu sendiri” Ucap Shannon menatap netra sang suami. Kedua tangannya telah memegang rahang Jaehyun dan mengusapnya pelan.

Jaehyun kali ini meneteskan air matanya lagi. Sambil tersenyum. Menatap istrinya tidak percaya. Ia hampir kehilangan dunianya, ia hampir kehilangan wanitanya.

“Iyaaa” Kata Jaehyun dengan suara parau.

“Udah nangisnya ih nangis terus” Balas Shannon seraya mengelap air mata sang suami.

“Kacanya mana? Liat wajahmu bengeb banget”

“Iya makanya udah ih”

Cupp

Satu ciuman mendarat di dahi Shannon. Jaehyun bersyukur. Untuk kedua kalinya ia tidak perlu repot repot menjelaskan masalahnya. Untuk kedua kalinya istrinya mengerti dirinya, yaa walaupun harus sama sama terluka.

Sejak saat itu, keduanya menjadi telingga. Sejak saat itu yang mereka butuhkan adalah saling mendengarkan. Sejak saat itu bahasa cinta mereka adalah saling mendengar.

Shannon duduk di sebelah ranjang dimana suaminya terbaring di atasnya. Badanya kurus kering, rambutnya sedikit panjang, kantong matanya menghitam, bibirnya pucat. Dokter sedang memasangkan sesuatu di tangan sang suami.

“Jangan sampe dilepas ini ya infusnya, biarin abis satu ini terus nanti kalo mau dilepas nggapapa. Ini kayanya ngga makan berapa hari ini lemes begini” Kata dokter. Dokter pribadi keluarga Jung.

Degggg

Perasaan bersalah kembali menghantam dada Shannon. Namun ia masih diam memperhatikan suaminya. Shannon takut. Daksa yang biasa ia peluk kini terkulai tak berdaya. Tangan yang biasa ia genggam kini tidak menganggamnya kembali. Ketakutannya bukan lagi jika ia akan ditinggalkan dan suaminya memulai kehidupan baru sebagai mantan pasangan tapi ditinggalkan selama lamanya dari dunia.

Selama satu minggu perpisahan mereka banyak pikiran Shannon yang terbuka. Ia tahu, suaminya seperti ini semata mata tidak hanya karena anak mereka. Pasti ada alasan lain yang entah apa Shannon tidak sampai memikirkannya. Egonya kali ini benar benar tidak dapat dikalahkan. Menguasainya lebih dalam dari biasanya.

Pun sang pria. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan ke sang istri, ada banyak ketakutan yang akan ingin ia bagi, ada banyak canda tawa yang ingin ia bersamakan. Tapi lagi lagi tak tersampaikan. Bagi Jaehyun, selama bisa diselesaikan sendiri mengapa harus dibagi dengan orang lain? Toh orang lain juga memiliki masalahnya sendiri, karena tidak bisa membantu meringankan lebih baik jika ia tidak menambahnya. Sombong sekali bukan?

Kepergian Jaehyun dari rumahnya tak lain dan tak bukan memang karena sebuah alasan. Ghea. Abigail Ghea Cantika yang ia 'bunuh' belasan tahun yang lalu 'menghampirinya lagi'. Perasaan bersalah yang Jaehyun kubur dalam dalam tiba tiba muncul kembali tatkala ia menghadapi fakta bahwa anaknya juga akan serumpun dengan sang adik.

Bukan karena takut hal sama akan terulang, bukan. Jaehyun takut akan anaknya. Membayangkan hidup dan menua dengan seorang anak perempuan, tertawa dan menangis bersama, membuat Jaehyun teringat masa dimana adiknya dan ia saling berbagi moment, saling menenangkan, saling bertengkar, layaknya anak anak.

Jaehyun takut anaknya ini akan selalu mengingatkannya kepada mendiang Ghea. Perasaan takut dan rasa bersalah ini tidak dapat Jaehyun atasi. Jaehyun juga ingin marah tapi tidak tau kepada siapa. Mungkin kepada takdir? Jaehyun sepenuhnya sadar, anaknya bukanlah kuasanya, perubahan, tumbuh kembang, semuanya bukanlah kuasa manusia, Jaehyun paham akan hal itu. Namun kembali lagi, ia hanya bisa marah kepada dirinya sendiri karena telah menghilangkan satu nyawa dari dunia. Ia hanya bisa marah kepada dirinya sendiri karena tidak kuat menghadapi fakta. Ia hanya marah sendirian.

9 tahun dan telah kehilangan 2 orang kesayangan memang hal yang berat untuk Jaehyun. Lagi pula ia masih harus bertahan lagi untuk satu adiknya yang baru lahir dan tidak tau apa apa. Jeno, hanya tau fakta bahwa ia pernah memiliki kakak perempuan, tapi tidak tahu bagaimana perjuangan papa, mama, serta kakak pertamanya ini bertahan hidup.

Maka siang itu setelah dokter pamit undur diri, ditariklah tangan Shannon untuk keluar ruangan oleh sang mama. Didudukanlah menantunya ini untuk berbicara mengenai masa depannya.

“Na, mama ngga tau kamu udah dikasi tau Jaehyun apa belum masalah ini. Tapi kalau kalian sudah sampai ditahap ini pastinya kamu udah tau” Buka sang mama. Shannon diam. Ia hanya duduk diam di meja makan. Kepalanya menatap pantulan dirinya sendiri di kaca meja.

“Dulu kami punya anggota keluarga lain na selain berempat ini. Namanya Ghea” Lanjut mama. Shannon kali ini mendongakan kepala menatap sang mama. Sepertinya ia tau kemana arah pembicaraan ini akan dibawa, tapi mengapa tiba tiba, Ghea?

“Adik satu satunya Jaehyun na harusnya. Meninggal pas masih kecil umurnya berapa ya, 4 atau 5 mama lupa” Basa basi sang mama. Shannon masih diam. Meminta penjelasan lebih panjang.

“Dulu Jaehyun main sama adiknya, sayang banget sama adiknya yaudah kaya kakak adik biasa, normal. Sampe suatu hari Ghea harus sering ke Singapore buat pengobatan. Kelenjar getah bening, sama kaya neneknya” Lanjut mama.

“Dulu ni ya, Ghea kerjaanya ikut ikutan si Jaehyun hahaha. Jaehyun suka banget dinosaurus, Ghea ikutan suka, bahkan dia koleksi dino lebih banyak dari Jaehyun. Tiap abis pulang pengobatan selalu bawa satu dua buat kakak katanya.”

“Si Jaehyun juga gitu, kalo mama sama papa berangkat dia kaya kesel gitu kan karena emang ngga diajak, orang bukan liburan, tapi dia diem aja, diem aja. Nanti kalo adiknya pulang masih kesel, terus lama lama main lagi main lagi gitu. Sampe suatu waktu, mungkin si Ghea udah cape bolak balik terus dia ngomong 'ma, kakak diajak aja boleh ngga? Ghea pengen main sama kakak, kasian kakak juga di rumah ngga ada temennya'” Ucap Mama menirukan mimik dan nada suara Ghea.

“Tapi mama ngga kasih. Mama ngga bisa liat anak mama dua duanya sakit. Mama yakin banget, saking sayangnya Jaehyun ke adeknya kayanya dia bakalan nangis liat Ghea tiap bulan tiap minggu kesakitan. Akhirnya mama ngga ajak na” Suara mama sudah mulai terdengar parau disini.

“Sampai suatu waktu mama papa udah lama ngga pulang ke Indonesia kan karena Ghea emang waktu itu drop banget. Terus mama telvon ke rumah bilang Ghea udah ngga ada, Kak adekmu meninggal. Kamu tau Jaehyun gimana? Dia ngga nangis na. Jaehyun ngga nangis depan mama, mama ngga tau dia kenapa tapi dia diem aja. Diem aja” Lanjut mama.

“Terus tiba tiba umurnya 10 dia dateng ke mama, janji, katanya bakalan jadi anak baik jadi anak nururt ngga akan nakal, asalkan mama papa jaga jeno biar ngga sakit, katanya. Bingung banget mama waktu itu. Kenapa dia janji kaya gitu padahal ngga kenapa napa. Tanpa dia bilangpun mama bakalan jaga Jeno na” Lanjut mama sambil terisak.

“Sejak saat itu mama udah mikir ada yang salah sama anak ini, dia ngga nangis dia ngga nunjukin ekspresi apapun. Mama ngga tau dia emang ngga nangis atau nangis diem diem atau gimana mama ngga tau. Bahkan 25 tahun hidup dia belum pernah mama liat dia akrab sama anak kecil perempuan. Belum pernah na. Keponakan dia, sepupunya yang cewe cewe ngga pernah. Sampe hari ini mata mama dibuka” Akhir mama.

“Kehilangan yang dirasain sama Jaehyun besar banget na, dia ngga bisa ngatasin itu. Mama papa ngga ada disana buat sekedar peluk dan bilang adek nggapapa” Air mata mama tumpah.

“Punya anak perempuan yang nanti juga bakalan ada diusia adiknya berat duat dia na. Maafin mama” Kata mama tidak dapat dilanjutkan. Selanjutnya yang terdengar hanya suara isakan dan penampakan saling memeluk ibu dan menantu.

Siang itu Shannon tau, bukan dirinya, bukan anaknya, bukan siapa siapa. Jaehyun hanya perlu memaafkan dirinya sendiri.

Di belahan dunia lain, Jaehyun baru kembali dari pekerjaanya sekitar pukul 4 pagi. Apartment milik Yuta sudah amat sangat gelap dan sepi, menandakan si pemilik sudah terlelap sejak tadi. Jaehyun masuk dan menuju ke dapur untuk setidaknya membasahi tenggorokannya sebelum beberapa jam lagi ia akan kembali ke kantor.

Menyadari sahabatnya kembali Yuta pun keluar dari persembunyianya.

“Lo dari mana aja si Jae? Lo disini nambah nambah dosa gue mulu lo, masih jam segini udah pengen ngomong kasar aja bawaanya, anjing” Sapa Yuta pagi buta.

“Udah, bukan pengen lagi” Balas Jaehyun malas. Keringatnya terus keluar memenuhi dahi. Wajahnya benar benar pucat dan perawakannya seperti zombie, tapi hal ini tidak ditangkap oleh Yuta karena pencahayaan yang memang hanya seadanya.

Lalu Jaehyun berjalan menuju ruang tamu. Merebahkan badanya disana. Pakaiannya masih lengkap bahkan kaos kaki belum dibuka. Matanya tertutup dengan tenang. Melihat temannya yang kacau seperti ini tidak ada yang bisa Yuta lakukan. Berbicara dengan model apapun sudah dicoba namun nihil. Jaehyun masih enggan menjawab. Alhasil pagi ini Yuta hanya mendecak kecil sambil menggeleng gelengkan kepala lalu masuk lagi ke kamarnya.

10.00 am. Yuta baru kembali membuka matanya. Seperti biasa ia akan ke kamar mandi lalu ke dapur mengambil air. Tapi kali ini berbeda. Persis seminggu sejak sahabatnya menginap di tempatnya, ini pertama kalinya Yuta berdiri dengan gemetar melihat Jaehyun terkapar dengan posisi sama seperti jam 4 pagi yang tadi. Tak berubah barang sedikit. Mulut Jaehyun komat kamit seperti mengucapkan mantra tak jelas apa bunyinya.

Yuta terkejut. Mendekatlah dirinya kepada si kawan lalu dapat ia rasakan melalui telapak tangannya bahwa badan Jaehyun amat sangat panas. Di dekatkannya telingganya ke mulut sang sahabat.

“Ghea Ghea Ghea Ghea maafin kakak maafin kakak maafin kakak” Ucap Jaehyun dengan nada suara yang lirih dan tidak berdaya.

“Anjing” Kata Yuta.

Lalu ia bopong badan temannya untuk masuk ke mobil dan membawanya ke rumah sang mama. Tidak mungkin ia larikan Jaehyun ke rumah sakit atau rumahnya sendiri karena mereka berdua memang sedang dalam pelarian.

“Jangan mati dulu Jae brengsek. Istri lo butuh penjelasan” Kata Yuta lalu menginjak pedal gas sekuat yang ia bisa.

Dengan amarah yang memuncak mama mendorong pintu rumah anak pertamanya. Gelap. Hanya kegelapan yang dapat mama rasakan disana. Rumahnya rapi tetapi karena sudah cukup lama tidak tersentuh. Seminggu yang lalu rumah ini riuh karena teriak teriakan sepasang muda mudi dengan ego setinggi Gunung Everest. Hari hari setelahnya rumah ini sepi. Hanya setiap pagi mampirlah seorang laki laki ayah dari keponakan Shannon yang memberikan sekotak sarapan untuk adiknya bertahan hidup.

Lia tau dalam keadaan seperti ini Shannon tetap akan merawat dirinya, lagi pula ia sudah tak sendirian. Tapi tetap saja, sebagai satu satunya orang yang bisa berdiri disebelahnya. Lia mencoba mengulurkan tangannya dengan memberi Shannon sarapan, menyuruh suaminya memeriksa kantor Jaehyun bahkan percakapan malam mereka tak absen dari Lia yang curiga bahwa Jungwoo dan teman temannya dengan sengaja menyembunyikan Jaehyun dengan sebuah alasan.

Kembali ke mama. Netranya menangkap hal suram telah terjadi di rumah ini. Pikiran mama tiba tiba kembali ke saat dirinya menangis, hancur, kehilangan harapan, banyak tahun yang lalu ketika anak perempuannya harus pergi meninggalkan dunia untuk selama lamanya.

Sedetik kemudian Shannon keluar dari kamarnya. Maksudnya sama sekali bukan untuk menemui sang mertua. Menangis terus menerus membuatnya haus. Setiap sudut rumah ini berhantu. Setiap sudut rumah ini dirinya. Setiap sudut rumah ini Jaehyun. Setiap sudut rumah ini mereka. Bangun dan tidur sendiri selama satu minggu tanpa sang suami adalah hal asing bagi Shannon. Bagaimana tidak, mau tak mau selama hampir satu tahun keduanya berbagi ranjang bersama. Namun, walaupun hanya untuk sekejap mata, hal ini asing bagi Shannon. Berat untuknya, pun untuk Jaehyun.

Shannon mematung di tengah tangga ketika ia menatap netra yang benar benar tidak pernah ia pikiran akan berada disana. Pun sang mama, tatapannya penuh amarah, tanda tanya, kekecewaan yang amat besar. Gagal. Pikir mama, dirinya gagal.

“Mama” Ucap Shannon menyapa sang mertua. Si ibu kemudian memeluk daksa menantunya erat. Menepuk nepuk punggungnya dan berkata..

“Maafin mama. Maafin mama. Mama gagal” Katanya. Rasanya ingin Shannon tumpahkan seluruh air matanya dipundak sang mertua. Rasanya ingin ia adukan tingkah polah suaminya ke sang ibu. Tapi entah mengapa ini yang Shannon katakan..

“Mama, nggapapa ma. Nona nggapapa” Balasnya. Lalu sang mertua melepas pelukannya. Menatap ibu dari calon cucunya.

“Berapa lama Jaehyun ngga pulang?” Tanya mama menghardik. Shannon sangat ingin mengadukan suaminya tapi lagi lagi..

“Mas pulang kok ma”

“Ngga usah bohong sama mama na, mama tau semuanya” Balas mama frustasi. Mendengar anak memantunya yang membela suaminya. Hening cukup lama hingga Shannon menjawab..

“Satu minggu” Ucap Shannon akhirnya. Sang mama hendak menjawab tetapi kemudian..

Kringggggg

Benda pintar milik mama berbunyi di sakunya. Anak kedua

“Ma, udah sampe tempat mba nona?” Kata Jeno di seberang sana. Dapat Shannon dengar lamat lamat suara adik iparnya karena speaker hp mama memang di volume tertinggi.

“Kenapa?” Tanya mama.

“Hpnya mba nona ngga diangkat aku telvon. Mama udah disana?”

“Udah jen kenapa?”

“Ma, mama pulang aja sekarang ajak mba nona. Ini kakak di rumah dianterin Bang Yuta badannya panas banget kaya mau meledak”

Raut wajah keduanya berubah. Masih tetap tenang tapi ada rasa khawatir disana.

Jaehyun tiba di kediaman mamanya. Mobilnya ia parkir di garasi mobil milik keluarganya yang kini lumayan sesak akibat hobinya dan sang adik membeli sepeda baik goes maupun bermotor tetapi jarang digunakan.

Lalu ia keluar mobil dan memasuki rumah. Wajahnya nampak lelah, penampilannya acak acakan walau baru sibuk selama seminggu dan tidak pulang selama dua hari. Sejak kesibukannya yang dengan sengaja ia buat ini pula, Jaehyun pulang ke rumah larut malam dan berangkat amat pagi, jika ada waktu bertemu dengan Shannon, Jaehyun akan menghindar dengan bertanya dan menjawab seperlunya saja.

Merasa diabaikan, Shannon juga tak lantas meminta perhatian atau merengek untuk diperhatikan. Ia hanya menjalankan tugasnya sebagsi seorang istri. Memasak dan melayani serta sesekali mengirim text untuk memastikan bahwa suaminya masih bernafas di muka bumi. Malas sekali pikir Shannon. Tidak ada Jaehyun pun ia bisa. Pikirnya kala itu.

Dimasukilah ruangan megah yang dulu menjadi tempat keluarganya berkumpul yang sekarang sudah tertata rapi dekorasi ala adat jawa untuknya, sang istri, dan calon jabang bayi mereka. Matanya mencari cari keberadaan sang wanita. Dapat, ternyata sedang di dapur mengobrol berlima dengan mama papa bunda serta adik laki lakinya.

“Mandi dulu, terus turun ganti baju kak. Jam 4 dimulai acaranya.” Ucap sang mama menyadari anak sulungnya telah menampakkan diri. Jaehyun hanya diam saja menatap sang istri.

Sama seperti yang lainnya Shannon juga hanya menoleh sebentar ke sang suami lalu kembali melanjutkan obrolannya. Atmosfer mendadak dingin.

“Kakak naik ma” Ucap Jaehyun kemudian.

“Cepetan” Teriak mamanya. Lalu kelimanya kembali berbincang.

“Si Jaehyun kalo ngambekan lo pukul aja palanya pake palu” Kata Jeno kepada kaka iparnya, bisik bisik.

“Kenapa emang?” Tanya Shannon.

“Biar bocor”

“Heh sembarangan” Jawab Shannon sambil memukul kecil lengan kekar Jeno.

“Kenapa? Berantem mbak?” Tanya Jeno.

“Keliatan gitu?” Tanya Shannon.

“Si Jaehyun kalo lagi mode diem gitu berarti lagi stressed. Cuman ya gitu bocahnya rada bisu ngga pernah mau bilang lagi kenapa” Balas Jeno masih bisik bisik. Shannon diam. Ia memikirkan kembali ucapannya melalui chat beberapa jam yang lalu. Entah mengapa dirinya menjadi merasa bersalah. Bagaimana jika Jaehyun memang benar benar sibuk di kantor dan sedang membutuhkan dirinya. Bagaimana jika Jaehyun tidak menolak anak mereka. Bagaimana jika bagaimana jika.

Seharusnya Shannon tidak begini. Seharusnya ia menjadi lebih perhatian kepada sang suami. Tetapi egonya muncul disana, diabaikan semala satu minggu karena anaknya yang tiba tiba merubah diri melukai hati Shannon. Bukan salah si anak. Bukan salah Jaehyun. Bukan pula salah Shannon. Tidak ada yang bisa disalahkan. Maksud Shannon seharusnya Jaehyun lebih memahami hal ini.

Perasaan bersalahnya ini juga tak kunjung membuatnya menghampiri sang suami. Bak anak gadis yang baru dewasa, egonya kembali lagi meninggi. Shannon memutuskan untuk tetap bersama kelompoknya saat ini dan menjawab peryataan Jeno dengan senyuman yang entah apa maksudnya.


“Aku mau pulang” Kata Shannon kepada suaminya yang baru saja merebahkan dirinya di ranjang. Acara 7 bulanan telah selesai dilaksanakan dengan lancar. Mulai dari siraman hingga prosesi pemecahan kelapa sudah dijalankan, tentu dengan senyum palsu keduanya yang seakaan menunjukkan pada dunia bahwa baik Jaehyun maupun Shannon, sedang baik baik saja.

“Nginep sini aja aku cape shan” Balas Jaehyun sembari menutup matanya sebentar, menaruh beban untuk sementara dengan nyaman.

“Aku mau pulang” Kata Shannon lagi berdiri di seberang ranjang.

“Kenapa si? Nginep aja.” Balas Jaehyun bangkit dengan raut muka sedikit kesal.

“Ya aku punya rumah?” Balas Shannon tak kalah mengesalkan. Jaehyun kemudian bangkit dan menyambar kunci mobil lalu merebut tas istrinya, tidak kasar tapi juga tidak halus. Shannon seketika merasa diabaikan, lagi. Ia dengan sekuat tenaga menahan air matanya dan menatap punggung sang suami yang menghilang di balik pintu.

Setelah berpamitan dan berdrama ria dengan mama papa dan jeno akhirnya mereka berdua berhasil kembali ke rumah sendiri. Sepanjang perjalanan keduanya diam. Baik Jaehyun maupun Shannon keduanya sama sama tidak ada yang mau membuka suara.

“Aku balik kantor ya.” Kata Jaehyun begitu mereka memasuki rumah. Rumah yang sudah selama seminggu ini ia biarkan mati. Shannon menghembuskan nafasnya kasar. Agaknya emosinya telah menguasainya.

“Katanya capek” Balas Shannon membalikkan badan. Mereka berdua bahkan masih berada di depan pintu walaupun keduanya sudah di dalam rumah.

“Iya tapi kantor ngga bisa ditinggal shan” Balas Jaehyun. Otaknya tidak lagi memilah milah kata, sudah lelah.

“Jadi aku lebih bisa ditinggal?” Balas Shannon.

“Shan aku capek” Kata Jaehyun putus asa tidak bertenaga. Energinya benar benar dikuras habis pekerjaan. Pikirannya melayang entah kemana, tidak jelas. Hanya ketakutan yang bisa dia rasakan. Bayangan bayangan seorang anak kecil yang berlari lari yang tertawa tawa bersamanya tiba tiba hadir kembali disana. Ghea. Gadis kecil ini hadir kembali sejak seminggu yang lalu menggali kembali memory yang sudah Jaehyun kubur dalam dalam.

“Aku juga capek!” Nada suara Shannon meninggi.

“Aku juga capek J, aku capek di rumah terus ngga ada kerjaan. Aku capek ngga boleh ini ngga boleh iti sama kamu. Aku capek bawa anak kamu 7 bulan dan masih harus lanjut lagi” Lanjut sang puan.

“Aku juga capek. Kamu pikir aku enak enakan di rumah? Engga! Aku stress!” Ucap Shannon. Jaehyun masih diam dengan tatapan kacau.

“Bilang sekarang. Bilang sekarang kalo kamu ngga mau punya anak cewe. Bilang sekarang biar aku gedein sendiri” Kata Shannon.

“Ngomong apa? Dijaga omongannya Shan!” Balas Jaehyun. Kali ini suaranya juga meninggi. Agaknya kesabarannya sudah menipis.

“Kamu ngga mau kan J? Kamu ngga mau kan anak ini? Kamu tau kamu diemin aku gitu aku tersinggung J. Bukan mau aku. Bukan kuasa aku rubah dia jadi cewe apa cowo. Sejak pertama aku bilang anak kamu cewe, kamu diemin aku. Kamu dengan sengaja ngga pulang ke rumah terus malah sok sibuk di kantor. Aku harus nahan lagi? Aku butuh kamu J” Kata Shannon dengan nada yang tinggi. Air matanya bahkan sudah menculos beberapa tetes. Putus asa sekali.

“Ada aku bilang aku ngga mau dia? Engga shan” Balas Jaehyun tak kalah berapi api.

“Mulutmu emang ngga ngomong tapi sikap kamu ke aku jelasin semuanya. Kamu mana pernah ngomong kalo ada apa apa? Ngga pernah. Udah ngga perlu ngomong lagi, sikap kamu udah jelas J. Bilang sekarang kalo ngga mau, kalo mau pergi juga pergi aja sekarang. Biar ngga makin sakit nanti buat aku, aku bisa besarin dia sendirian” Kata Shannon lagi.

“Yakin kamu bisa besarin dia sendirian? Siap kamu sendirian?” Tanya Jaehyun. Shannon mematung seketika tidak percaya dengan ucapan suaminya.

“Kamu talak aku?” Tanya Shannon dengan nada suara yang lebih kecil tapi tetap tajam. Jaehyun juga ikut terkejut. Matanya membelalak seakan hampir lepas dari tempatnya. Tangannya lalu mengambil pundak sang istri.

“Omongannya dijaga, shan!” Katanya sambil menatap mata sang istri dalam dalam. Air mata Shannon sudah banjir disana.

“Bener kan?” Tanya Shannon lagi. Tatapannya tak kalah tajam dari milik sang suami. Jaehyun kemudian melepaskan pundak istrinya dengan kasar.

“Jangan lupa kunci pintu” Katanya seraya pergi dari rumah. Shannon diam menatap punggung sang suami. Tak lama suara mesin mobil menyala. Kendaraan milik Jaehyun itu membawa pergi dirinya dengan banyak emosi dan pikiran di kepalanya entah kemana. Shannon masih berdiri di tempatnya. Meremas erat sisi bajunya dan menahan sekuat mungkin air mata ya walaupun tetap menerobos minta dikeluarkan.

Malam itu mereka sama sama meledak. Tidak ada pelukan menenangkan, tidak ada sambutan hangat, tidak ada ciuman, tidak ada kata kata manis. Malam itu mereka hanya, manusia.

Brukk

Shannon meletakkan sekantong makan siang untuk Taeil yang mejanya berada tepat di depan ruangan suaminya. Tak lupa ia juga membawakan sekantong lagi untuk sang suami. Sang empu mendongak ke atas. Kebingungan.

“Buat makan siang. Belum makan kan?” Tanya Shannon.

“Wahh repot bu. Makasih banyak bu. Wahhh hehe makasih banyak bu” Kata Taeil seraya mengintip isi paper bag bawaan Shannon. Yang lalu hanya dibalas oleh senyum merekah di bibir Shannon lalu si peremuan melanjutkan langkahnya memasuki ruangan sang suami.

Pintu dibuka. Dilihatkan seorang yang telah membuka jasnya dan hanya memakai kemeja, sedang sibuk di hadapan komputer meskipun ini sudah jam makan siang.

Merasa yang ditunggu sudah datang. Maka Jaehyun menggeser kursinya sedikit ke belakang dan melebarkan tangannya lebar lebar.

“I need to charge, hug me please” Katanya. Shannon tersenyum lalu berjalan dan memeluk suaminya erat erat. Dengan sigap Jaehyun melingkarkan tangannya di perut buncit sang istri dan mengecupnya berkali kali dengan masih duduk di kursi. Lalu menyenderkan kepalanya dan memejamkan matanya untuk beberapa saat. Shannon yang tau bahwa suaminya ini sedang lelah kemudian mengusap kepala belakang suaminya dan sesekali tangannya turun untuk mengusap punggung kokoh Jaehyun.

“Hallo, gimana? Mau apa hari ini? Ronaldo balik ke MU lo nak, gamau nobar? Ayok, papa beliin Old Trafford juga bisa” katanya mulai mengobrol dengan si perut. Shannon kemudian menyender sedikit ke meja kerja suaminya.

“Anakmu becanda mulu mas, males” katanya.

“Kenapa?” Kata Jaehyun mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah cantik sang istri.

“Masa dia convert kelaminnya ke perempuan si hahaha” Balas Shannon.

“Kata dokter sebelum 7 bulan itu masih bisa berubah dari cowo ke cewe, sebaliknya, aku juga baru tau hahah. Dia berubah ke cewe mas” Lanjutnya. Jaehyun masih diam seolah mencerna apa maksud perkataan istrinya barusan.

“Untungnya kita bikin kamar dia unisex, ngga cowo ngga cewe juga, sama barang barang dia kemarin juga unisex. Sepatu sama baju baju yang lain dikasi Nicho aja nanti ya dari pada ngga kepake” Lanjut Shannon.

“Utung ya mas kita belanjanya masih dikit. Haduhhh aku kepikiran banget tau” Akhirnya. Jaehyun masih diam. Mencoba tersenyum. Lalu menatap dalam perut istrinya.

“Cewe ya?” Tanyanya pelan. Dapat Shannon lihat suaminya ini sedang mencoba menahan sesuatu. Wajahnya berubah menjadi tidak mengenakan sedetik setelah Shannon bilang anak mereka berubah menjadi perempuan. Menyadari hal itu Shannon memilih untuk diam.

“Oiya, kalo urusan nama kayanya ngga ada masalah. Tinggal diubah aja kan ya satu kata kita ganti ke yang girly. Nama tengah sama marganya aman si mas kalo kata aku. Menurutmu gimana?” Umpan Shannon.

Jaehyun kemudian merubah posisi duduknya. Ia hadapkan dirinya kembali ke komputer. Seperti mencoba berpikir, tapi pikirannya lari kemana mana. Entah kembali atau menelisik masa depan. Tapi dirinya tidak tenang.

“Mas?“Panggil Shannon.

“Oh iya, ganti aja ke yang lebih girly” Kata Jaehyun singkat lalu tangannya ia sibukan di atas Keyboard lagi. Bukan benar benar sibuk tapi hanya sebagai pengalihan.

Owalahh

Shannon menatap ragu suaminya yang ada di dalam mobil. Ia sedang berdiri di pinggir jalan untuk menyebrang menuju yang diduga rumah ayahnya.

Jaehyun menganggukan kepalanya dengan menurunkan seluruh kaca mobilnya, seakan mengerti bahwa sang istri minta dikuatkan.

Shannon kemudian menolehkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Lalu segera menyebrang ketika sudah tidak ada lagi kendaraan yang melintas. Berdirilah ia di depan rumah dengan halaman yang cukup luas. Ada seorang anak laki laki yang mengalihkan pandangan Shannon begitu ia tiba disana.

Seorang anak laki laki tidak terlalu tinggi sedang memainkan bola basket sambil sesekali menatap aneh ke arah Shannon. Shannon masih diam disana, ia mengamati rumah ini. Layak, tidak besar tidak pula kecil, benar benar rumah tipe ayahnya.

Tak lama seorang anak laki laki lain keluar dari dalam rumah membawa senampan air berwarna oranye.

“Anjrit, jasjus” Kata anak si pemain basket.

“Protes. Nutrisarinya abis belom beli” Jawab si pembawa nampan.

“Ji, ada ibu ibu aneh di-” Kata si pemain basket lagi. Tetapi ucapannya terhenti tatkala si pembawa nampan sudah tidak fokus pada minuman yang ia bawa tadi. Atensinya sepenuhnya berubah kepada seorang wanita hamil yang terus terusan menatap mereka dari luar halaman. Rumah ini tidak dipagar.

“Mbak nona?” Tanya si pembawa nampan seraya berjalan mendekati Shannon. Sadar dirinya sedang dinotice maka Shannon segera membalikkan badannya dan berjalan menjauh dari rumah ini. Pikirannya sekarang kembali ke tadi malam dimana sang suami menjelaskan bahwa dirinya memiliki seorang adik tiri laki laki yang berusia 17 tahun.

I bet it's you, boy

“Mbak nona” Panggilnya lagi. Kali ini lebih mantap dari pada yang sebelumnya. Shannon menghentikan langkahnya secara otomatis. Belum pernah namanya itu diucapkan oleh orang asing sebelumnya. Ilora, bunda, jeno, mama, papa, ayah, lia, bang uwu, noah, orang orang terdekat Shannon. Namun, suara ini berhasil menginterupsi telingganya, aneh luar biasa.

“Mbak nona” Panggilnya sekali lagi. Tubuh si pembawa nampan kini hanya berjarak beberapa meter dengan Shannon. Shannon membalikkan badanya menatap anak berusia 17 tahun itu. Sementara Jaehyun langsung keluar dari mobil, mengantisipasi hal hal yang tidak diinginkan. Mengingat kedatangan mereka ini hanya diketahui olehnya dan sang ayah.

“Ji” Panggil Jaehyun dari sebrang jalan. Shannon menoleh ke arah suaminya, lalu menatap kembali adik tirinya.

They know each other.


“Mbak nona mau minum apa mbak?” Tanya si anak laki laki.

“Lo ngga punya apa apa gini nawarin orang” Sahut Jaehyun yang keluar dari dalam rumah menghampiri Shannon dan adiknya yang canggung di ruang tamu.

SKSD banget si Jaehyun

“Teh” Jawab Shannon singkat.

“Ngga ada teh mbak, kata ayah ngga usah beli teh karena jarang ada tamu” Jawab si bocah.

“Air putih aja” Balas Shannon.

“Galonnya abis mbak” Jawab si pembawa nampan.

“Jasjus mbak, rasa jeruk. Bentar aku ambilin gelas”Katanya. Ia menyodorkan minuman sisa temannya tadi yang masih beradi di teko. Shannon gemas.

“JI” Ucap Shannon dengan suara tinggi. Yang dipanggil tidak jadi beranjak, yang berstatus suami kaget bukan main.

“Namamu siapa?” Tanya Shannon akhirnya. Ia hanya mendengar suaminya memanggil bocah ini dengan sebutan Ji, begitu pula temannya tadi.

“Jisung mbak. Jisung Lee” Jawabnya.

Lo bahkan punya marga ayah

“Ji, ngga usah, mbak ngga minum nggapapa”

Polos banget Ya Allah. Ini ayah kenapa tega tinggalin bocah sepolos ini sendirian di rumah

Tidak ada jawaban. Jisung mematung di tempatnya. Ia kemudia menatap Jaehyun. Begitu pula dengan Jaehyun. Ia juga menatap Jisung. Aneh. Semudah ini membuat Shannon menyebut dirinya 'mbak' untuk Jisung, padahal ini pertemuan pertama mereka.

Ada banyak hal yang ditakutkan Jisung pada kakak tirinya ini. Ia takut dicap sebagai seorang perebut ayah orang lain. Ia takut akan ditolak dan tidak diakui oleh kakaknya. Ia takut jika sang ayah akan diambil paksa dari dirinya. Ia takut pada Shannon. Ia takut pada hari ini. Hari yang diyakini Jisung sejak ayahnya selalu bercerita tentang dua anak perempuannya yang harus Jisung panggil sebagai kakak, pasti akan datang. And today is the day.

Shannon sebenarnya menanam rasa cemburu. Menghabiskan waktu bersama sang ayah, memiliki marga ayah sebagai nama belakangnya. 24/7 bersama sang ayah membuat sebuah rasa cemburu muncul dalam diri Shannon. Namun Shannon terlalu malas untuk menurutinya. Shannon sudah tidak bertenaga untuk menangis. Untuk marah pada dunia bahwa dirinya juga mengingkan kasih seorang ayah. Dari pada memaki maki Jisung yang tidak memiliki salah apa apa, Shannon memilih menerima semuanya. Marahpun tidak akan mengembalikan masa kecilnya.

Semua keikhlasan Shannon ini tak lain dan tak bukan berkat dukungan sang suami. Selama perjalanan mereka, Jaehyun banyak bercerita tentang hidup ayahnya. Ini itu. Tangisan, penyesalan, amarah, kekecewaan, segalanya. Dari Jaehyun, Shannon sedikit banyak merasakan beban yang juga salam ini ditanggung oleh ayahnya seorang diri. Alasan mengapa ayahmya tidak kembali. Alasan mengapa ayahnya tidak meninggalkan Jisung. Alasan mengapa ayahnya datang pada hari pernikahannya.

Jaehyun ceritakan semuanya dengan maksd agar Shannon menyiapkan mentalnya. Menguatkannya lagi karena mau bagaimanapun hal ini harus dihadapi.

“Ayah pulang mbak” Ucap Jisung ketika mendengar suara mobil memasuki halaman rumahnya. Shannon menoleh ke arah Jaehyun. Jaehyun mengambil tangan sang istri untuk digenggam. Untuk menyalurkan kekuatan.

“Cucu ayah dateng ya?” Teriak ayahnya dari luar. Shannon kebingungan. Situasi macam apa ini. 16 years no hi, no hug, no kiss dan sekarang sambutannya berupa teriakan daru luar rumah?

Jisung kemudian bangkit disusul Jaehyun menuju ke luar menghampiri sang ayah.

“Mobilnya kok disana Jae, masukin sini belakang mobil ayah” Ucap ayah kepada menantunya.

“Biarin aja dulu yah, bentar lagi aja” Jawab Jaehyun santai. Sementara keduanya membantu ayah membawa tas dan peralatan kerja ayah. Shannon menatap aneh ketiganya dari depan pintu. Seolah mereka sudah lama saling mengenal. Aneh. Mengapa Shannon yang merasa terasingkan.

“Mbak” panggil sang ayah ketika melihat anak perempuannya berdiri menatap kearahnya. Shannon masih diam disana.

“Sehat mbak?” Tanya sang ayah. Shannon masih diam mematung. Menatap heran sang ayah, lagi, apakah tidak ada sapaan yang lebih proper selain yang barusan tadi?

“Ya Ayah liat aku ada kurangnya ngga?” Jawab Shannon. Sarkas. Jaehyun dan Jisung menahan nafasnya.

“Kurang. Hatinya masih sakit” Jawab sang ayah, tak kurang sarkas.

“Ayah yang bikin”

To The Point

Suasana menjadi hening seketika. Baik Ayah, Jisung, Jaehyun bahkan Shannon, keempatnya bungkam. Perasaan menyesal dan perasaan bersalah kembali menghantui diri ayah. Seperti dikorek kembali, luka luka lama yang telah kering tiba tiba menjadi perih kembali. Ingatan ingatan yang telah pudar tiba tiba menjadi kuat kembali. Ayah diam. Jaehyun diam. Jisung diam. Shannon tau dirinya bersalah karena mengucapkan kalimat tersebut, tetapi tidak ia rasakan perasaan tersebut barang sedikitpun.

Today, i just want to be selfish, please, just today.

Ayah lalu membuka setelah beberapa lama.

“Can i hug you, mbak?”

Shannon masih diam, ia menahan tangis sekuat tenaga. Rasanya jika diijinkan ia ingin meluapkan semuanya saat ini juga. Tapi lagi lagi itu bukan kebiasaanya. Hanya dengan Jaehyun Shannon dapat menjadi dirinya sendiri. Sadar akan hal itu, ayah mengikis jarak dan memeluk anak sulungnya. How to feel?

“Mbak” Panggil ayah. Suara ayah ikut serak diikuti air mata yang turun dari matanya.

“Ayah jangan minta maaf. Ayah jangan ngomong apa apa. Mbak nona ngga mau tau. Urusan itu urusan ayah sama bunda. Kalo ayah merasa bersalah sama mbak sama adek, ayah pulang. Ayah balik, udah cukup ayah aku ilora menderitanya. Udah cukup yah. Ayo disembuhin bareng bareng” Kata Shannon di sela sela pelukannya. Melepas seluruh rindu. Melepas seluruh amarah. Melepas seluruh rasa seperti apa kata suaminya.

“Ayah, maaf mbak nona baru kesini sekarang. Maaf butuh waktu yang lama banget buat ketemu ayah lagi” Ucapnya sambil terisak. Sang ayah tak mau kalah. Sejak mengucap kata 'mbak' hingga saat ini, ayah belum sekalipun membalas ucapan Shannon. Ayah hanya menumpahkan segala rasa bersalahnya melalui tangisan. Anaknya yang ingin ia lindungi 24 tahun lalu, kini tumbuh menjadi seorang yang bahkan tidak pernah ia bayangkan akan sebaik ini. Shannon berdiri di kakinya sendiri.

“Ayah minta maaf” kata ayah dengan susah payah sambil masih terus terisak.

“Iyaaa” balas Shannon.

Shannon gusar dalam tidurnya. Sudah setengah dua malam namun ia terus terusan bergerak seperti mencari posisi yang nyaman untuknya menutup mata.

Sebenarnya ia takut. Menghadapi hari esok yang tidak tahu nanti akan seperti apa. Jantungnya bekerja lebih cepat dari biasanya. Matanya juga tidak mau beristirahat barang sejenak.

Shannon lalu putus asa. Ia memilih diam dan menatap langit langit kamar, sambil sesekali menghembuskan nafas kasar. Tiba tiba sebuah tangan kekar melingkari perutnya.

“Tidur shan” Kata suara berat di sebelahnya. Shannon kemudian menghembuskan lagi nafas kasarnya dan menoleh ke samping. Di dapatinya sang suami yang memejamkan matanya dengan damai. Shannon tahu, Jaehyun belum sepenuhnya tertidur, ia juga sama terjaganya tetapi dengan versi yang lebih tenang.

“Tidur. Katanya besok mau berangkat pagi tidur ayo biar ngga cape nanti” Ucap suara itu lagi seakan tahu mata Shannon benar benar tidak dapat diajak kompromi.

“Aku takut” Buka Shannon akhirnya. Masih menatap sang suami. Jaehyun akhirnya membuka matanya dengan berat. Ia menatap istrinya sekejap sambil mengumpulkan separuh nyawanya yang sudah melanglang buana dan separuhnya lagi bersimpati dengan keadaan Shannon saat ini.

“That's ok” Kata Jaehyun.

“Everything is going to be ok shan” Lanjutnya.

“Besok kamu mungkin bakalan marah, nangis, kecewa, seneng, haru, pas ketemu ayah. 16 tahun Shan, 16 tahun kalo Queen udah sma, kamu tahan sendirian. Besok luapin aja semuanya. Nangis ya nangis aja, marah marah aja. Ayah pasti ngerti, jangan di tahan lagi ya. Ayah udah siap buat ini shan. That's normal” Kata Jaehyun sambil memainkan rambut istrinya.

Shannon menatap Jaehyun dengan sangat dalam. Untuk kesekian kalinya, Shannon lagi lagi melangitkan doa dan rasa syukurnya.

Thanks God i have him

“Sekarang bobo. Kasian Queen udah hoam hoam mulu itu. Tidur ya, besok pagi pagi kita berangkat. Nanti deng” Lanjut Jaehyun.

“Kok kamu tau Ayah siap buat ini?” Tanya Shannon seolah memperpanjang waktu mencari obrolan hingga matanya mengantuk dengan sendirinya.

Duarrr

Jaehyun diam. Ia masih tidak tahu bagaimana cara memberitahu Shannon soal dirinya yang selalu berkabar dengan sang ayah. Selama hampir satu tahun ini mereka bertukar kabar tentang bagaimana keadaan satu sama lain. Bagaimana Shannon dan Ilora menjalani hidup mereka. Tepatnya Jaehyun seakan menjadi 'mata mata'.

Menyadari laki lakinya yang hanya diam tidak dapat menjawab pertanyaannya, lantas Shannon melanjutkan.

“You know something i don't, aren't you?”

“Would you prepared my funeral after?” Tanya Jaehyun takut.

Plakk plakk plakk

“Yakan yakan kamu tau kan. Apa? Apa mas? Jangan bikin aku jadi orang bego. Apa?” Tanya Shannon seraya memukul mukul kecil sang suami dan merubah posisi ke duduk.

“Aaa aa aaaa iya iya aaw iya sabar sabar sabar sabar. Sabar dulu, awwww” Ucap Jaehyun ikut bangkit dan mengusap lengannya yang menjadi sasaran empuk serangan Shannon.

“Sakit shan” Ucap Jaehyun meringis. Lengannya sudah merah merah. Shannon menatap lengan suaminya. Raut wajahnya tiba tiba berubah. Perasaan bersalah muncul disana. Matanya kemudian berkaca kaca.

“Jangan nangis. Nanti ngga sakit lagi. Jangan nangis, sini” Ucap Jaehyun begitu melihat istrinya. Ia kemudian menarik daksa wanitanya kedekapannya.

“Makanya jangan suka mukulin orang. Seneng banget. Jangan mukulin orang shan kamu bukan preman, kan?” Tanya Jaehyun.

“Mau dipukul lagi” Ucap Shannon. Jaehyun tertawa lalu membuka pelukan dekapannya.

“Im sorry, aku ngga bermaksud buat sembunyiin ini sama kamu. But i know, i completely understood that you need a time. Apalagi kamu bakalan bawa Ilora juga kesana, jadi kamu pasti butuh waktu.” Buka Jaehyun. Tangannya memegang pundak istrinya.

“Aku berkabar sama ayah sejak hari ayah dateng ke nikahan kita 10 ya? apa 11 si? Pokoknya pas itu shan, sejak itu aku sama ayah kontakan terus. Ya sekedar nanya Nona sehat ngga? Ilora gimana gitu gitu aja si” Tutup Jaehyun. Shannon masih menatap suaminya.

“Ayah sehat?” Tanya Shannon akhirnya. Jaehyun sedikit terkejut. Bukan ini yang ada dalam pikirannya sejak 11 bulan yang lalu. Jaehyun mengira bahwa mungkin saja Shannon akan marah besar padanya jika tau diam diam dia membeberkan informasi terkait dirinya kepada orang lain, yang bahkan ayahnya sendiri. Tetapi respon Shannon ini di luar ekspetasi Jaehyun.

“Haa? Oh. Ayah sehat kok. Masih kerja di kapal juga” Balas Jaehyun. Shannon mengangguk angguk.

“Apa lagi? Kabar ayah apalagi? Kasi tau garis besarnya biar aku bisa siap siap” Kata Shannon.

“Kamu ngga marah?” Tanya Jaehyun akhirnya.

“Buat? Buat kamu yang udah hubungan sama ayah di belakang aku? Ngapain? Kamu ngga lagi selingkuh J. Ayah mungkin kangen juga sama aku sama Ilora. Butuh 11 bulan sampe aku mau ketemu ayah lagi sejak terakhir kali kan? That's ok” Jawab Shannon.

“Dewasa banget istri aku, bangga” Ucap Jaehyun sambil mengusap rambut Shannon pelan.

“Kamu punya adik shan. Kamu sama Ilora punya adik.” Lanjut Jaehyun.

“17 tahun. Mau sweet seventeen, kelas 2 sma” Lanjut Jaehyun.

“Wahhh kalo ini aku mau marah. Adik aku tapi kamu duluan ya yang tau?” Ucap Shannon tidak percaya.

“Katanya suru kasi tau”

“Oke lanjutin”

“Udah si garis besarnya itu aja. Satu lagi, adikmu, ibunya udah ngga ada. Dia berdua aja sama ayah” Lanjut Jaehyun. Shannon tampak memikirkan sesuatu.

“Shan? Sayang?” Panggil Jaehyun. Shannon menatap kembali sang suami sebagai tanda ia mendengar panggilannya.

“Udah? Sekarang tidur biar besok ngga kesiangan” Lanjut Jaehyun. Shannon menurut, ia merebahkan dirinya menghadap suaminya. Lalu tangannya ditempatkan di pinggan sang suami. Sama dengan Jaehyun yang terus mencoba mengikis jarak antara keduanya.

“Jangan maju maju mas hahah nanti aku gelundung” Buka Shannon.

“Ini perut kamu ganjel banget, aku gabisa peluk kamu masa. YaAllah queen ganggu moment aja kamu nak” Balas Jaehyun.

“Hahahhah, mau ikutan dipeluk dia. Peluk aku wahai orang tua” Balas Shannon. Lalu keduanya tertawa dan mulai terlelap dengana saling menyampirkan tangan dipinggang masing masing.